Dominic mengepalkan tangannya, pelajaran tata krama dari guru yang diperintahnya belum mendapat hasil yang baik. Ucapan Janna sangat merendahkan Dominic.
Hanya saja Dominic mencoba menahan diri sebab tidak ingin mempermalukan diri sendiri di pesta besar kenegaraan."Selamat untuk pernikahan Anda, Jenderal Freud," ucap sultan Bayezidan diikuti oleh istri dan anak-anaknya. "Saya yakin militer Kesultanan Yagondaza akan semakin baik di tangan Anda dengan pernikahan ini," puji sultan Bayezidan."Terima kasih, Sultan Bayezidan dan Permaisuri Neha." Dominic menunduk sebagai tanda hormatnya diikuti oleh Janna.Janna terkesima melihat kecantikan dan ketampanan sultan dan permaisuri, seumur-umur baru kali ini Janna melihat mereka dari dekat. Masyarakat stratum Royusha jarang mendapat kunjungan dari pemimpin negara karena riwayat pemberontakan di masa lalu."Terima kasih Sultan dan Permaisuri, suatu kehormatan bertemu Sultan dan Permaisuri," ujar Janna tersenyum sambil melakukan gerakan curtsy.Dominic mengernyit menatap Janna heran sebab bisa bersikap anggun di hadapan sultan dan permaisuri, berbeda di hadapannya."Dengan senang hati," jawab permaisuri Neha. "Aku yakin kalian berdua akan memiliki keturunan yang cantik dan gagah. Belum pernah gagal gemeparasi menghasilkan rumpun unggul."Dengan anggun Janna mengucap terima kasih. Sayangnya, Janna kecewa dengan kalimat terakhir permaisuri. Janna tahu kalau permaisuri juga bukan berasal dari status stratum yang sama dengan sultan.Ia menilai permaisuri telah terbang melayang menikmati indah dan mewah fasilitas istana sehingga tidak lagi membicarakan kebebasan perempuan dalam menentukan pilihan pasangan pernikahan sendiri."Apakah semua perempuan yang naik stratum mengikuti suami, melupakan kemerdekaan dirinya sendiri?" tanyanya heran dengan suara pelan."Siapa yang sedang kau bicarakan?" tanya Dominic mengikuti arah pandangan Janna."Lancang menatap permaisuri dengan tatapan tidak hormat. Turunkan pandanganmu!" perintah Dominic geram terpaksa bersuara. Meski demikian, Dominic tetap menahan volume vokalnya."Apa masalahnya? Aku hanya bertanya," jawab Janna kesal, ia menoleh sekilas lalu membuang pandang ke arah berlawanan dari Dominic."Banyak tata krama yang perlu kau pelajari setelah menjadi istriku. Tindakanmu bisa mempermalukan aku dan itu tidak baik untuk karir militerku," jelas Dominic tanpa melihat Janna yang memutar bola matanya bosan dinasihati Dominic.Seseorang mengumumkan pesta dansa antara Dominic dan Janna, para tamu undangan bersorak gembira, kecuali pasangan suami istri yang baru saja menjalin hubungan resmi.Janna terbeliak, perasaan menolak begitu kuat dalam dirinya, tetapi ia teringat bahwa pernikahannya merupakan acara kenegaraan. Dominic berahang tegas menunjukkan ketenangan, ia bertanya dalam hati apa yang akan terjadi bila berdansa dengan perempuan yang bila kulitnya disentuh memberi efek berbeda pada tubuh Dominic.Petugas protokoler kembali meminta kedua mempelai turun ke lantai dansa. Janna melangkah mengangkat gaun pernikahannya menuruni tangga, dengan anggun, kelopak mata Dominic menyipit. Janna dianggapnya salah bertindak, seharusnya Dominic yang bergerak lebih dulu untuk menggandeng tangan Janna.Perempuan tidak tahu tata krama! batin Dominic.Dominic hanya bisa terdiam mengatup rahangnya menahan rasa malu. Akhirnya, ia bergerak dari arah lain panggung menuruni anak tangga menuju ke lantai dansa.Para tamu undangan memang tidak terbiasa dengan tata cara yang sedang dilakoni Dominic dan Janna. Namun, senyum Janna yang menyiratkan pancaran ketulusan membuat siapa saja yang memandangnya beranggapan tindakan pasangan suami istri itu adalah wajar.Dominic menengadahkan telapak tangannya pada Janna, mengundang istrinya berdansa. Janna tersenyum manis, maju selangkah lalu diam, ia tidak menyambut uluran tangan Dominic."Sedang ingin mempermalukan aku?" tuduh Dominic dengan gerak bibir pelan. Para tamu undangan menahan nafas melihat interaksi kepala militer bersama istrinya.Alunan musik menggerakkan Dominic maju selangkah lalu menyentuh pinggang kecil Janna. Perempuan itu memilih menatap dada Dominic dibanding manik biru laut pria dingin yang memuakkan.Dominic membawa tubuh Janna bergerak di lantai dansa. Keahlian Janna berdansa memukau tamu undangan, mereka bertepuk tangan."Tubuhmu kaku," ejek Dominic agar Janna kesal."Kau tidak cerdas memilih istri."Ucapan enteng dari Janna membuat jari Dominic mencengkram pinggang Janna, perempuan itu merasa tidak nyaman. Sayangnya, Dominic tidak rela melepaskan Janna saat ini.Dominic memutar tubuh Janna, orang-orang berdecak akan keindahan gaun putih pernikahan Janna."Mereka memang pasangan serasi," ucap sultan Bayezidan pada istrinya. Permaisuri Neha hanya tersenyum samar menatap pasangan suami istri.Wangi tubuh Dominic menguar tajam ke indera penciuman Janna, seolah-olah melayang bila di dekat Dominic. Janna berusaha memanggil kesadarannya kembali, jangan sampai ia mabuk kepayang dengan suami yang tak pernah diharapkannya ini.Musik berhenti mengalun, Janna membuka matanya, ia berdansa hanya dengan mengikuti naluri. Janna merasa ada yang aneh di tubuhnya saat ini, tidak semestinya.Janna melepaskan tangannya yang berakhir di jemari Dominic."Maaf, aku sedikit pusing," ucapnya menyentuh kening. Wajah pucat pasi Janna dapat diindera Dominic, ia senang Janna sepertinya menderita.Janna hampir kehilangan keseimbangan, ia menarik nafas agar tidak membuat malu di pesta pernikahan sendiri. Saat merasa lebih tenang, Janna melangkah menjauh dari pesta membelah kerumunan tamu undangan meninggalkan Dominic yang tersenyum miring.Seorang pelayan perempuan ditugaskan mengikuti Janna."Apakah Anda membutuhkan sesuatu, Nyonya?" tanya pelayan, mengagetkan Janna yang sedang berdiri di balkon lantai atas kediaman Dominic.Janna menoleh memandang pelayan paruh baya yang sebelumnya membantu keadaan Janna saat diisolasi. "Aku tidak butuh apa-apa. Pergilah!" suruh Janna.Pelayan itu melangkah mundur lalu membalikkan badan menjauhi Janna. Air mata Janna menetes membasahi pipinya. Ia menatap langit malam bersabar bintang, Janna tidak menikmati malam pernikahannya.Mendadak Janna teringat pada keluarga yang kini pasti mencemaskan dirinya. Pada pesta pernikahan ini tak seorang pun anggota keluarganya boleh hadir. Stratum Royusha diasingkan karena sejarah kelam yang mereka lakukan dahulu.Usai pesta, Dominic menahan kepergian Swayata. Ia ingin mengonfirmasi sesuatu."Rasa kejut atau setrum itu hal wajar, Jenderal, menandakan Anda dan Nona Braun memang terhubung. Dengan kata lain, Anda sebenarnya tertarik secara fisik terhadap Nona Braun.""Itu mustahil," sanggah Dominic. "Bahkan aku tidak nyaman berada di sampingnya." Dominic masih bersikeras menolak pernyataan Swayata. "Maaf Jenderal, ini sulit untuk dijelaskan, pengalaman Anda bersama Nona Braun akan membuktikan segalanya."Dominic berdecak tidak puas dengan pernyataan Swayata yang diplomatis."Seharusnya kau bisa memberi penjelasan lebih baik. Sekarang, keluarlah!" ucap Dominic tak tertarik memperpanjang urusan dengan Swayata."Jenderal, saya ingin mengingatkan sesuatu waktu terbaik membuahi Nona adalah dua hari setelah pernikahan tepat bulan purnama bersinar terang. Menjelang itu, moga Anda bisa menahan diri," jelas Swayata sembari tersenyum penuh makna."Swayata, mengapa hal semacam itu juga diatur?""Ini sesuai
Pagi pertama Janna bersiap sarapan dibantu oleh beberapa pelayan. Saat dirinya terbangun, Dominic tidak terlihat di dalam kamar. Tidur sekamar? Sebenarnya Dominic semalam tidak kembali ke ruang pribadinya, entah pergi ke mana, Janna tidak tahu dan tidak mau tahu."Silakan duduk, Nyonya," ucap seorang pelayan yang menarik kursi kosong. Janna duduk di sana dengan anggun sesuai dengan pengajaran tata krama yang diperolehnya.Pelayan sibuk menyuguhkan minuman, makanan dipilih sendiri oleh Janna. Menu di meja sangatlah menggiurkan, ingin Janna santap satu per satu. Hanya saja, ia ingat apa yang dikatakan Dominic untuk menjaga citra diri sebagai istri seorang kepala militer. "Kemana Jenderal?" tanya Janna menyapu pandangan ke segala ruangan."Jenderal telah sarapan lebih dulu sebab harus mengikuti pertemuan khusus perwira," jawab pelayan dengan sopan.Senyum mengembang di wajah Janna, ia senang tidak berurusan dengan Dominic pagi ini. Janna juga senang sebab tidak ada yang namanya malam p
"Besok pagi-pagi kita akan berangkat ke wilayah Seaco, di sana selama sepekan," ucap Dominic pada Janna yang berdiri di seberang meja di ruang kerja Dominic. "Untuk apa ke sana? Bukannya Jenderal harus bekerja?" Janna heran dengan keputusan mendadak Dominic. "Sultan memberi hadiah pernikahan, berlibur ke Seaco," sambung Dominic. Janna mulai mengerti makna hadiah dari Sultan Bayezidan."Tidakkah kita dapat mengundurnya? Aku masih mengikuti kelas tata krama dan... kata Madam Wena perkembanganku masih belum memuaskan." Janna berusaha menolak rencana berbulan madu. Dia was-was akan dibuat menderita di Seaco nanti.Dominic menatap tajam Janna, seketika ia memalingkan wajah kembali. Dominic tidak ingin respon tubuhnya dibaca oleh Janna."Sebelumnya aku telah menolak. Berlibur ke Seaco membuang waktu berhargaku. Apa boleh buat, bagian protokoler telah mempersiapkan segalanya."Janna mengerling, Jenderal sombong, ucap Janna dalam hati sembari menarik bibirnya mendatar."Berapa lama kita di
Dominic melepas cengkramannya, ia menatap tak penuh minat pada Janna. Sementara, Janna memeluk tubuhnya sendiri, ia takut pada suara guntur. "Tanpa perlengkapan dan persediaan makanan, kau tak akan mampu bertahan hidup di luar Pandos. Kematianmu akan sia-sia." Dominic mengira Janna ketakutan mendengar fakta mengerikan tentang alam di luar Pamdos sebelum mencapai kampung halaman Janna di Hosmer. Hujan mengguyur Pamdos dengan deras. Dominic ingin menghukum Janna tanpa menyentuh fisik istrinya."Kau seharusnya berterima kasih telah menikah dengan pejabat militer, hidupmu lebih terjamin dibanding seumur hidup bertahan di stratum Royusha!" teriak Dominic di tengah suara keras hujan.Merasa cukup, Dominic meninggalkan Janna yang mulai terisak-isak dan gemetaran sambil mengusap-usap lengan sendiri. Sebelum membalik tubuhnya, suara gelegar guntur dan sambaran kilat membuat Janna melonjak lalu memeluk Dominic yang mendadak membeku di tempat."Jangan tinggalkan... aku. Aku... ta... takut gun
Pertarungan antara prajurit Dominic dan kelompok bersenjata memakan korban jiwa. Dominic tidak pernah mengira kalau perjalanan bulan madu direcoki oleh pihak tak bertanggung jawab.Janna dibawa dengan kuda tunggangan hitam milik Xaviery. Dominic menangkap suara ringkikan kuda lalu ia melompat ke tubuh Jud. Jud lari melesat mengikuti kuda yang membawa Janna lari. Sebagai kuda terlatih di medan pertempuran, Jud memiliki kecepatan yang tak diragukan. Ia mampu mengejar si kuda hitam.Tangan Dominic ingin menggapai tubuh Janna yang duduk di belakang, sayangnya ia hanya mampu menangkap angin sebab Xaviery mengeluarkan pedang dan menjulurkan pada Dominic. Denting pedang kembali terdengar di udara beberapa saat hingga kedua kuda dengan warna kontras berdiri saling berhadapan.Dominic mengamati dengan tatapan panjang dan dalam. Begitu juga Xaviery melempar api amarah."Serahkan dia padaku," ucap Dominic menunjuk Janna yang duduk di belakang tubuh Xaviery. "Kau memaksa seorang perempuan menj
Janna dan Dominic tiba di tujuan saat matahari telah merunduk ke perpaduan. Jud pun terlihat lelah setelah membawa dua insan suami istri di atas tubuhnya.Dominic menarik jubah militer dari Janna lalu memakainya."Selamat datang, Jenderal," sapa seorang penjaga penginapan tempat Janna dan Dominic akan beristirahat. Ia membungkuk memberi hormat."Berikan kudaku nutrisi terbaik, ia sangat lelah." Dominic mengelus surai Jud, kuda itu sangat senang ia meringkik sebagai tanda terima kasih. Jud dibawa oleh pengurus kuda, khusus untuk para tamu yang datang ke penginapan.Dari arah pintu penginapan, muncul seorang perempuan dengan pakaian terbuka di leher hingga pundak. Kulit mulus dengan rambut ikal tergerai.Ia pemilik penginapan."Silakan masuk, Jenderal. Kami telah menyiapkan kamar indah tempat Anda dan istri. Nyonya, perkenalkan saya Mariana," ucapnya bertutur manis sedap didengar.Ia memandang aneh ke arah Janna yang tampak kumal, tetapi Mariana langsung menormalkan ekspresinya. Hanya
Kuda hitam membelah malam hingga tiba di daerah Hosmer, tanpa kawanan lainnya. Orang-orang yang tengah berkumpul, memberi perhatian saat derap kaki kuda mendekati pemukiman."Xaviery, apa yang terjadi?""Ketua, Xaviery terluka." Seseorang melihat darah mengalir di tubuh kuda hitam dari pakaian Xaviery. "Segera angkat dan obati," perintah pria yang dipanggil ketua bernama Allan Braun.Xaviery lemah kehilangan banyak darah dan kesadaran, Allan mengkhawatirkan keadaan pria yang telah dianggap sahabat baik itu."Xaviery bertarung dengan Dominic?" tanya Allan pada pejuang yang selamat, turut dalam misi membebaskan Janna."Ya, Ketua, hanya sendiri. Kami kehilangan banyak pejuang sehingga tidak mampu menolong Xaviery saat itu," sesal seorang pejuang.Allan mengerti kalau kelompok mereka kalah dari bertarung. Prajurit kesultanan Yagondaza memang terlatih di medan perang.Permintaan Xaviery kala itu untuk membebaskan Janna sudah diragukan semenjak awal."Kita butuh waktu memperkuat para pejua
"Aku akan pergi mengunjungi barat Seaco. Pelayan pribadimu telah tiba, mereka akan membantu," ucap Dominic pada Janna yang masih menatap tak suka.Janna enggan untuk menanggapi, ia malah bersyukur Dominic akan pergi bila perlu untuk seterusnya."Aku akan kembali saat matahari terang. Bila kau ingin berkunjung ke pantai, pergilah dengan pelayanmu."Dominic heran tak ada suara apapun dari Janna, sementara dirinya bicara panjang lebar."Tatapanmu seperti ingin memangsaku."Janna melarikan pandangannya ke arah lain."Pergilah cepat!" Manik Janna berkaca-kaca, tak ingin dipandang lemah, ia menghela nafas pelan-pelan."Kau tidak ada masalah dengan apa yang kita lakukan semalam, bukan?" Dominic berbasa-basi, ia hanya ingin menekankan bila tindakannya bukan sebuah kesalahan."Ku harap kau paham tugasmu sebagai Growib."Dagu Janna bergetar menahan linangan air mata. Ia merasa seperti budak yang tidak memiliki kemerdekaan untuk memilih."Dalam sepekan itulah tugasmu."Dominic berlalu, enggan me