"Besok pagi-pagi kita akan berangkat ke wilayah Seaco, di sana selama sepekan," ucap Dominic pada Janna yang berdiri di seberang meja di ruang kerja Dominic.
"Untuk apa ke sana? Bukannya Jenderal harus bekerja?" Janna heran dengan keputusan mendadak Dominic."Sultan memberi hadiah pernikahan, berlibur ke Seaco," sambung Dominic.Janna mulai mengerti makna hadiah dari Sultan Bayezidan."Tidakkah kita dapat mengundurnya? Aku masih mengikuti kelas tata krama dan... kata Madam Wena perkembanganku masih belum memuaskan." Janna berusaha menolak rencana berbulan madu. Dia was-was akan dibuat menderita di Seaco nanti.Dominic menatap tajam Janna, seketika ia memalingkan wajah kembali. Dominic tidak ingin respon tubuhnya dibaca oleh Janna."Sebelumnya aku telah menolak. Berlibur ke Seaco membuang waktu berhargaku. Apa boleh buat, bagian protokoler telah mempersiapkan segalanya."Janna mengerling, Jenderal sombong, ucap Janna dalam hati sembari menarik bibirnya mendatar."Berapa lama kita di sana?" Dominic menoleh pada Janna membuat perempuan itu sedikit salah tingkah. "Aku perlu tahu berapa waktu bolos mengikuti kelas Madam Wena," lanjutnya."Sepekan."Janna membeliak. "Itu terlalu lama!" Seketika Janna terdiam lalu menghela nafas dalam mencoba menenangkan luapan emosi yang membanjiri otaknya."Sepulang dari sana ku harap Madam Wena akan lebih ketat mengajarimu agar tidak berteriak di hadapanku." Rahang tegas Dominic berkedut menahan amarah yang terpantik."Seharusnya Jenderal lebih terbiasa dengan sikapku, mengubah tata krama bukan pekerjaan mudah." Janna tidak ingin dipersalahkan secara sepihak."Oh... aku harus selalu ingat Royusha mengalir di darahmu. Mungkin sampai kapanpun kau akan terus memberontak dan melawan," ejek Dominic membalas Janna.Tangan Janna yang awalnya mengatup di depan perut, kini lunglai terkepal di samping tubuhnya. Dominic seakan tidak peduli dengan sikap yang ditunjukkan Janna, bagi Dominic, sekali Royusha tetap Royusha keturunan pemberontak."Bila tidak ada lagi yang ingin Jenderal katakan, aku ingin keluar," ketus Janna menghalau segala pelajaran tata krama dari Madam Wena."Satu lagi, persiapkan diri, di sana kita akan... melakukan gemeparasi." Dominic menarik sebuah buku dari meja bagian kiri, tidak ingin susah-susah melihat ekspresi Janna yang semakin tak nyaman.Janna mengangkat gaun panjangnya lalu melangkah keluar dari ruang kerja Dominic tanpa berpamitan.Dominic menggeleng-geleng. "Apa sampai akhir hayat aku akan menghabiskan waktu bersama perempuan harimau itu?"Janna kembali ke kamar pribadi yang juga milik Dominic. Rasa tidak tenang mencuat dari dalam dirinya. Janna masih belum menerima dengan terbuka pernikahan paksa dengan Jenderal yang usianya jauh di atas Janna."Aku tidak ingin menghabiskan sisa hidup bersama pria itu. Arogan dan sombong, suka merendahkan orang lain."Janna mencoba berpikir keras bagaimana ia bisa menggagalkan rencana bulan madu yang akan merusak masa depannya.Janna teringat balkon dekat kamarnya yang tempo lalu bisa diminta tanpa penjagaan prajurit militer.Janna hanya perlu memastikan Dominic tidak kembali ke kamar pribadi mereka, di saat itu Janna akan kabur melalui balkon, berlari menuju perbatasan Pamdos.Malam semakin larut, Dominic benar-benar tidak kembali ke kamar pribadi mereka. Janna senang, saatnya ia melaksanakan pelarian dari kekangan Dominic.Berjalan menuju balkon dengan anggun, Janna disapa oleh prajurit. Janna mengenakan mantel panjang berwarna merah marun."Kalian boleh pergi," perintahnya. Prajurit saling berhadapan, tersirat keraguan."Ingin menikmati langit malam, tidak mungkin kalian di sini." Janna mencoba menggertak dengan nada lebih tinggi.Prajurit mengangguk lalu undur diri dan pergi menjauh.Janna mendekati tembok yang tingginya sepinggang, memandang ke bawah lalu lurus ke depan.Suasana benar-benar sepi. Tidak ada penjaga lalu lalang seperti saat pernikahannya tempo hari.Janna menghitung-hitung berapa tinggi dirinya ke tanah, apakah kain yang dibawa di balik mantel akan cukup sehingga ia akan menapak ke bawah.Pintu besar di belakang di tutup dengan pelan agar tidak mengundang kecurigaan. Janna membuka mantel indahnya. Ia mengeluarkan kain halus untuk menahan bobot tubuhnya saat turun.Kain itu didapatkan dengan menyobek gaun pengantin berekor milik Janna. Meskipun halus, kain itu kuat, Janna telah mencoba di dalam kamar.Mantel mahal, Janna biarkan tergeletak di lantai balkon, tidak mungkin ia bawa mantel sebab akan membatasi gerakan.Tinggallah kostum berburu yang dikenakan. Sepatunya pun bisa disembunyikan di balik mantel marun dari bahan bulu hewan itu.Janna mengikat kain ke sela-sela tembok, ia melakukannya dengan cepat. Janna berlomba dengan waktu, ia bisa saja ketahuan kapanpun oleh siapapun.Memastikan ikatan kainnya erat, Janna melangkahi tembok lalu mulai turun. Agak kesulitan sebab bahan kain terlalu halus. Telapak tangan Janna sampai terluka karena menggenggamnya terlalu erat, itu lebih baik daripada terjatuh ke tanah.Aku harus cepat, sedikit lagi, afirmasi Janna pada dirinya sendiri.Janna telah berhitung, ia harus mampu melewati hutan padang rumput di Pamdos sebelum matahari terbit.Kain halus Janna tidak sampai menyentuh tanah, Janna terjun beberapa jarak hingga terduduk di tanah. Dia berharap suara berdebap tubuhnya tidak didengar oleh siapapun.Telapak tangan yang terluka mengeluarkan darah segar, Janna segera mengisap lalu mengusap ke celana berburunya.Dia berdiri sambil memandang arah pelarian, sayangnya gerakan Janna terhambat.Seseorang mencengkram pundaknya sangat erat. Janna meringis seiring dengan dibalik paksa tubuhnya oleh pria bermanik biru laut masih jelas dilihat Janna meski dalam kegelapan."Mau ke mana"? tanya Dominic dengan tatapan tajam, tak peduli akan bagaimana respon tubuhnya bila dekat dengan Janna."A... aku..., lepaskan ini sakit." Saat Janna akan berbicara, Dominic semakin menekan pundak Janna sampai membuatnya kesakitan. Janna pikir tulang bahunya akan retak bila ia diam saja."Mau ke mana?" tanya Dominic menaikkan nada suaranya."Aku... aku... ingin menikmati langit malam," jawab Janna enteng sembari menunjuk ke arah langit.Bersamaan dengan itu terdengar bunyi guntur menggelegar hingga kilat menyambar ke arah balik pegunungan. Janna memejamkan mata dan menutup telinga dengan kedua tangannya.Hal itu terjadi beberapa waktu.Nafas Janna terdengar cepat, ia dalam suasana ketakutan pada alam."Langit mendung, sebentar lagi hujan. Kau ingin lari dari Pamdos, heh! Kau berpikir akan selamat sampai di kampung halamanmu?!"Dominic melepas cengkramannya, ia menatap tak penuh minat pada Janna. Sementara, Janna memeluk tubuhnya sendiri, ia takut pada suara guntur. "Tanpa perlengkapan dan persediaan makanan, kau tak akan mampu bertahan hidup di luar Pandos. Kematianmu akan sia-sia." Dominic mengira Janna ketakutan mendengar fakta mengerikan tentang alam di luar Pamdos sebelum mencapai kampung halaman Janna di Hosmer. Hujan mengguyur Pamdos dengan deras. Dominic ingin menghukum Janna tanpa menyentuh fisik istrinya."Kau seharusnya berterima kasih telah menikah dengan pejabat militer, hidupmu lebih terjamin dibanding seumur hidup bertahan di stratum Royusha!" teriak Dominic di tengah suara keras hujan.Merasa cukup, Dominic meninggalkan Janna yang mulai terisak-isak dan gemetaran sambil mengusap-usap lengan sendiri. Sebelum membalik tubuhnya, suara gelegar guntur dan sambaran kilat membuat Janna melonjak lalu memeluk Dominic yang mendadak membeku di tempat."Jangan tinggalkan... aku. Aku... ta... takut gun
Pertarungan antara prajurit Dominic dan kelompok bersenjata memakan korban jiwa. Dominic tidak pernah mengira kalau perjalanan bulan madu direcoki oleh pihak tak bertanggung jawab.Janna dibawa dengan kuda tunggangan hitam milik Xaviery. Dominic menangkap suara ringkikan kuda lalu ia melompat ke tubuh Jud. Jud lari melesat mengikuti kuda yang membawa Janna lari. Sebagai kuda terlatih di medan pertempuran, Jud memiliki kecepatan yang tak diragukan. Ia mampu mengejar si kuda hitam.Tangan Dominic ingin menggapai tubuh Janna yang duduk di belakang, sayangnya ia hanya mampu menangkap angin sebab Xaviery mengeluarkan pedang dan menjulurkan pada Dominic. Denting pedang kembali terdengar di udara beberapa saat hingga kedua kuda dengan warna kontras berdiri saling berhadapan.Dominic mengamati dengan tatapan panjang dan dalam. Begitu juga Xaviery melempar api amarah."Serahkan dia padaku," ucap Dominic menunjuk Janna yang duduk di belakang tubuh Xaviery. "Kau memaksa seorang perempuan menj
Janna dan Dominic tiba di tujuan saat matahari telah merunduk ke perpaduan. Jud pun terlihat lelah setelah membawa dua insan suami istri di atas tubuhnya.Dominic menarik jubah militer dari Janna lalu memakainya."Selamat datang, Jenderal," sapa seorang penjaga penginapan tempat Janna dan Dominic akan beristirahat. Ia membungkuk memberi hormat."Berikan kudaku nutrisi terbaik, ia sangat lelah." Dominic mengelus surai Jud, kuda itu sangat senang ia meringkik sebagai tanda terima kasih. Jud dibawa oleh pengurus kuda, khusus untuk para tamu yang datang ke penginapan.Dari arah pintu penginapan, muncul seorang perempuan dengan pakaian terbuka di leher hingga pundak. Kulit mulus dengan rambut ikal tergerai.Ia pemilik penginapan."Silakan masuk, Jenderal. Kami telah menyiapkan kamar indah tempat Anda dan istri. Nyonya, perkenalkan saya Mariana," ucapnya bertutur manis sedap didengar.Ia memandang aneh ke arah Janna yang tampak kumal, tetapi Mariana langsung menormalkan ekspresinya. Hanya
Kuda hitam membelah malam hingga tiba di daerah Hosmer, tanpa kawanan lainnya. Orang-orang yang tengah berkumpul, memberi perhatian saat derap kaki kuda mendekati pemukiman."Xaviery, apa yang terjadi?""Ketua, Xaviery terluka." Seseorang melihat darah mengalir di tubuh kuda hitam dari pakaian Xaviery. "Segera angkat dan obati," perintah pria yang dipanggil ketua bernama Allan Braun.Xaviery lemah kehilangan banyak darah dan kesadaran, Allan mengkhawatirkan keadaan pria yang telah dianggap sahabat baik itu."Xaviery bertarung dengan Dominic?" tanya Allan pada pejuang yang selamat, turut dalam misi membebaskan Janna."Ya, Ketua, hanya sendiri. Kami kehilangan banyak pejuang sehingga tidak mampu menolong Xaviery saat itu," sesal seorang pejuang.Allan mengerti kalau kelompok mereka kalah dari bertarung. Prajurit kesultanan Yagondaza memang terlatih di medan perang.Permintaan Xaviery kala itu untuk membebaskan Janna sudah diragukan semenjak awal."Kita butuh waktu memperkuat para pejua
"Aku akan pergi mengunjungi barat Seaco. Pelayan pribadimu telah tiba, mereka akan membantu," ucap Dominic pada Janna yang masih menatap tak suka.Janna enggan untuk menanggapi, ia malah bersyukur Dominic akan pergi bila perlu untuk seterusnya."Aku akan kembali saat matahari terang. Bila kau ingin berkunjung ke pantai, pergilah dengan pelayanmu."Dominic heran tak ada suara apapun dari Janna, sementara dirinya bicara panjang lebar."Tatapanmu seperti ingin memangsaku."Janna melarikan pandangannya ke arah lain."Pergilah cepat!" Manik Janna berkaca-kaca, tak ingin dipandang lemah, ia menghela nafas pelan-pelan."Kau tidak ada masalah dengan apa yang kita lakukan semalam, bukan?" Dominic berbasa-basi, ia hanya ingin menekankan bila tindakannya bukan sebuah kesalahan."Ku harap kau paham tugasmu sebagai Growib."Dagu Janna bergetar menahan linangan air mata. Ia merasa seperti budak yang tidak memiliki kemerdekaan untuk memilih."Dalam sepekan itulah tugasmu."Dominic berlalu, enggan me
Dominic memukuli pria yang mengaku sebagai ketua dari kelompok yang menjarah penginapan-penginapan di barat Seaco."Siapa yang menyuruh kalian melakukannya?!" Dominic tidak sabar sebab pria itu dianggap mengelak sedari awal."Sudah ku katakan Jenderal, kami tidak disuruh siapa-siapa."Dominic tidak sabar, terdengar jerit kencang pria itu usai Dominic menghantam perutnya."Maaf, Jenderal. Di bisa mati." Seorang perwira mengingatkan kalau tindakan Dominic yang berlebihan bisa mengancam nyawa tahanan dan tentu saja tidak sesuai hukum yang berlaku di kesultanan Yagondaza dalam menangani seorang tahanan. "Kembalikan dia ke sel," perintah Dominic. Para prajurit membuka tali ikatan tangan dan kaki tahanan yang bergantung di palang kayu lalu menyeretnya kembali ke jeruji."Ada yang Jenderal curigai?" tanya perwira tinggi ynag berdiri di samping Dominic."Beberapa hari lalu aku menghadapi serangan pemberontak stratum Royusha pada perjalanan menuju Seaco. Mereka ini memang dari kelompok berbed
Teriakan Janna menggema hingganke sudut hutan. Ia memejamkan mata disertai tatapan meringis dari prajurit yang berdiri tanpa mampu berbuat apa-apa. Janna mengira inilah akhir dari hidupnya, kepala akan membentur tanah dan bebatuan, tulang akan remuk redam, serta darahnya akan berlumur dari tubuh."Kau memang perempuan keras kepala!" hardik Dominic. Seketika, kelopak Janna terbuka, ia berada dekat dengan wajah Dominic.Janna mengamati sekitar, ternyata Dominic lebih dulu menangkap tubuhnya di udara, tidak jadi menarung ke tanah. Ketakutan yang merongrong Janna sirna begitu saja berubah menjadi kelegaan."Terima kasih, Jenderal. Bisa turunkan aku?" tanyanya sungkan. Arah tatapan mereka sama-sama membuat keduanya canggung.Dominic menurunkan Janna dengan sedikit kasar, syukur saja kaki Janna lebih dulu menjejak ke tanah. kalau tidak, tubuhnya akan merasakan keras bebatuan di hutan indah ini."Kau membuat kuda hitam itu tidak nyaman
Beberapa hari kemudian, perwira tinggi yang ditugaskan di barat Seaco mendatangi penginapan Dominic guna melaporkan hasil penyelidikan dua peristiwa kejahatan yang terjadi di daerahnya."Tidak saling berhubungan Jenderal, mereka dua kelompok berbeda dengan tujuan yang berbeda pula.""Ada penjelasan lebih detail?" tanya Dominic. Mereka berdua berada dalam ruang khusus yang biasa digunakan sebagai ruang pertemuan para tamu penginapan."Kelompok pertama, memanfaatkan perjalanan Jenderal ke Seaco untuk melarikan Nyonya Janna Freud. Mereka berasal dari pemukiman Hosmer, kelompok bersenjata stratum Royusha. Kelompok kedua, memanfaatkan suasana sepi di malam hari untuk melakukan penjarahan karena tuntutan ekonomi. Mereka adalah penduduk asli Seaco, stratum Sadarih."Dominic mengetuk-ngetuk jarinya ke meja sembari berpikir. "Kami langsung mengintrogasi tahanan dari kedua kelompok.""Apakah ada kemungkinan stratum Sadarih ini akan menjadi kaum pem