Share

006

Author: Novisi
last update Last Updated: 2023-08-15 03:13:47

Pagi pertama Janna bersiap sarapan dibantu oleh beberapa pelayan. Saat dirinya terbangun, Dominic tidak terlihat di dalam kamar.

Tidur sekamar? Sebenarnya Dominic semalam tidak kembali ke ruang pribadinya, entah pergi ke mana, Janna tidak tahu dan tidak mau tahu.

"Silakan duduk, Nyonya," ucap seorang pelayan yang menarik kursi kosong. Janna duduk di sana dengan anggun sesuai dengan pengajaran tata krama yang diperolehnya.

Pelayan sibuk menyuguhkan minuman, makanan dipilih sendiri oleh Janna. Menu di meja sangatlah menggiurkan, ingin Janna santap satu per satu. Hanya saja, ia ingat apa yang dikatakan Dominic untuk menjaga citra diri sebagai istri seorang kepala militer.

"Kemana Jenderal?" tanya Janna menyapu pandangan ke segala ruangan.

"Jenderal telah sarapan lebih dulu sebab harus mengikuti pertemuan khusus perwira," jawab pelayan dengan sopan.

Senyum mengembang di wajah Janna, ia senang tidak berurusan dengan Dominic pagi ini. Janna juga senang sebab tidak ada yang namanya malam pertama.

Dirinya sangat yakin kalau Dominic tidak tertarik pada perempuan dari stratum rendah tanpa tata krama.

Pelayan mengambil posisi menjauh ke belakang tubuh Janna. Perempuan itu menikmati sarapan dengan tenang, lidahnya mengecap kenikmatan tiada tara.

Menjadi stratum tinggi diimpikan banyak orang. Makanan, minuman, fasilitas lain tersedia, batin Janna sembari menilai rasa makanan yang masuk melalui mulutnya.

Di markas militer, usai Dominic mengikuti pertemuan perwira, Swayata meminta izin menemuinya.

"Ada masalah apa lagi kau mencariku, Pak Tua?" Paras Dominic menunjukkan kalau ia malas didatangi oleh Swayata.

Swayata tergelak mendengar tanggapan Dominic.

"Saya bertugas memastikan pejabat yang akan melakukan gemeparasi tidak melakukan kekeliruan, Jenderal."

"Apa yang keliru, aku belum melakukan apapun. Dia malahan mencoba menggoda semalam," lapor Dominic, Swayata terbelalak mendengarnya.

"Aku tidak terpengaruh," ucap Dominic tenang membela diri, tidak senang dengan ekspresi Swayata yang sepertinya khawatir berat jika Dominic melakukan kesalahan.

Raut Swayata kembali datar. "Saya percaya Anda, Jenderal."

"Gemeparasi perlu dilakukan selama sepekan. Biasanya pada bulan berikutnya akan diperoleh kabar bahwa Growib dalam keadaan mengandung."

Dominic melotot mendengar Swayata, lebih pada tidak percaya pada kabar yang diterima.

"Pak Tua, pagi hari aku harus bekerja tidak mungkin melakukannya terus-menerus." Dominic keberatan.

Swayata mengambil gulungan kertas dalam tas di tangannya.

"Saya membawa titah sultan untuk Anda. Sultan tahu apa yang penting bagi seorang pejabat Yagondaza."

Lagi-lagi Dominic terbeliak membacanya, titah yang berisi izin kerja dari sultan untuk Dominic yang baru saja melangsungkan pernikahan.

"Sultan Bayezidan memberi perintah untuk berbulan madu?" tanya Dominic keheranan sembari mengangkat lembaran kertas. "Apa sampai sebegitu pentingnya bulan madu hingga sultan turun tangan?" Dominic menggeleng tidak percaya, ia melempar kertas ke atas meja kerjanya.

"Sultan mengenal Anda sebagai pekerja keras yang bertanggung jawab. Sultan ingin memastikan Anda juga melakukan tindakan terbaik untuk diri Anda sendiri."

"Ooh... ayolah Swayata. Aku tahu ini semua tugas negara, seperti yang kau pernah katakan sebelumnya." Dominic tak ingin Swayata berbasa-basi seolah-olah memikirkan kebutuhan Dominic.

"Syukurlah. Anda paham, Jenderal." Swayata tersenyum.

Hari ini, Janna mendapat tamu guru tata krama yang sejak beberapa hari lalu telah mendampinginya.

"Anda ada kemajuan pesat, Nyonya, seperti memiliki darah stratum Armyasa," puji Madam Wena. Ucapan perempuan paruh baya itu ditanggapi dingin oleh Janna.

"Orang-orang sering salah kaprah tentang kami stratum Royusha. Menilai kami tidak memiliki norma." Janna menyesap teh hangat yang disuguhkan oleh pelayan dengan anggun.

"Oh, maafkan saya Nyonya bila ucapan saya menyinggung Anda." Madam Wena menunduk, merasa bersalah.

"Tidak masalah, penilaian itu seringkali saya dengar. Faktanya, stratum Royusha kerap bersikap demikian sebagai respon perlindungan diri dari ancaman lingkungan."

"Staratum Royusha selalu diintimidasi sehingga kami harus bersikap keras, tegas, dan berani. Sampai-sampai bisa menerabas norma umum."

Janna memandang Madam Wena penuh perhatian. "Anda sendiri dari stratum apa?"

"Dahulu saya stratum Sadarih, menikah dengan pria dari stratum Rowna, sehingga saat ini saya telah mengikuti suami," jelas Madam Wena.

"Sadarih. Kaum buruh, pekerja kasar, dan... pengangguran."

Madam Wena mengangguk malu, terpaksa mengulas senyum, tidak menyangka Janna memiliki pengetahuan tentang stratum.

"Apakah Anda dahulu melalui perjodohan atau pernikahan paksa?" Janna penasaran dengan pernikahan beda stratum.

"Kami tidak melaluinya, Nyonya. Hanya melewati tahap pemeriksaan pewarisan sifat saja. Saat hasilnya baik dan menunjang keturunan unggul bagi stratum Rowna, maka pernikahan

dapat dilangsungkan. Namun, bila saja pewarisan sifat saya hasilnya buruk, maka mereka akan keberatan."

"Apakah artinya Anda dan suami saling jatuh cinta sebelum pemeriksaan pewarisan sifat?"

"Ya, Nyonya," jawab Madam Wena.

Janna menghela nafas dalam. Kisahnya berbeda jauh dari Madam Wena yang mengenal jatuh cinta sebelum terjadi pernikahan. Dirinya malah tidak menyukai sang suami yang arogan, meskipun orang penting di kemiliteran Yagondaza.

Sarapan dan makan siang dilewati Janna seorang diri. Tibalah saatnya makan malam, Janna terkejut mendapati Dominic duduk berseberangan dengannya.

"Tinggalkan kami berdua," perintah Dominic pada pelayan usai mereka menyediakan menu makan malam.

Pasangan suami istri itu masuk dalam suasana hening selama proses makan malam. Sesekali Janna melirik suaminya yang fokus pada santapan di hadapannya.

Janna menilai Dominic yang tenang menikmati makan memancarkan kharisma yang mampu memikat kaum hawa. Hanya saja, amarah Dominic sangatlah buruk dalam penilaian Janna. Dan, hatinya tidak bergetar pada Dominic seperti seorang perempuan yang dilanda cinta.

Usai keduanya menikmati santap malam, Dominic meninggalkan ruang makan terlebih dulu. Sebelum melangkah, Dominic berujar, "Aku tunggu di ruang kerja."

Janna tercenung memproses maksud Dominic memintanya datang ke ruang kerja pria itu. Sebelum mendengar jawaban Janna, Dominic telah lebih dulu keluar dari ruang makan.

Seribu tanya dalam benak Janna, pertengkaran apa lagi yang akan terjadi bila ia terlibat pembicaraan bersama Jenderal Dominic Freud.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   070

    Berita tentang kelahiran putra permaisuri dan Sultan sampai di telinga Janna."Kalian siapkan hadiah untuk Permaisuri," perintah Janna pada Kana dan Mala. Mereka saling berpandangan seolah-olah ingin menyampaikan hal lain.Janna memperhatikan gerak tubuh berbeda dari kedua pelayannya. "Mengapa? Pergilah? Aku akan menyampaikan nanti seorang diri," jelasnya."Ma... maaf, Nyonya." Kana angkat suara. "Tapi, anak yang dilahirkan permaisuri tidak seperti anak normal lainnya."Kana dan Mala bergantian menceritakan kabar yang telah pasti kebenarannya itu."Lalu masalahnya ada di mana? Meskipun tubuh bayi seperti itu, dia tetap manusia yang harus dicintai." Janna malah teringat pada putranya yang terpaksa harus dipisahkan dari mereka. "Peraturan di kesultanan, anak dalam keadaan demikian dianggap tidak layak hidup, Anggapan kesultanan di masa depan ia juga tidak mampu bertahan hidup, sehingga di masa bayi ini..." Mala ragu-ragu menyampaikan. "Teruskan!" perintah Janna."Bayi itu akan dibunuh

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   069

    Permaisuri Neha meraung-raung di kamarnya sendiri, semua pelayan dan prajurit yang mengetahui kabar tentang kelahiran anak permaisuri tertunduk seolah-olah ikut merasakan kesedihannya.Sementara itu, Sultan Bayezidan berjalan pelan bolak balik, tetapi geraknya tak menandakan ketenangan."Mengapa bisa seperti ini?!" hardiknya pada medikus yang membantu persalinan. Keringat mengucur di pelipis medikus, ia langsung berlutut di hadapan pemimpin kesultanan Yagondaza.Sultan memutuskan berbicara empat mata pada medikus."Maa... maafkan, Sultan, ini di luar dugaan," ucapnya terbata-bata. "ini bisa diduga terjadi selama kehamilan," lanjutnya tertunduk takut."Maksudmu apa?!" Sultan Bayezidan menarik baju bahu medikus yang membuatnya hampir mati gemetar."Kekurangan anggota tubuh ini bisa dijelaskan terjadi selama kehamilan permaisuri lalu, Jenderal" jelasnya."Bukankah permaisuri telah melewati proses pemeriksaan sifat unggul? Anak-anak terdahulu tidak ada lahir seperti itu!" ingat Sultan Bay

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   68

    Setelah kunjungan Neha di kediaman rumah putih, Janna banyak diam. Pikirannya dipenuhi dengan ucapan Neha berulang-ulang.Tangisan putranya membuat Janna sadar bila bocah kecil itu hampir terlepas darinya. Cepat-cepat Janna memperbaiki posisi anaknya yang diberi nama Harry Freud."Maafkan Ibu, Harry," ucapnya.Tidak lama Dominic masuk ke kamar. "Kalian ada di sini rupanya.""Apakah Jenderal mencariku?" tanya Janna dengan raut senang.Dominic duduk di samping Janna. "Aku dengar dari pelayan, permaisuri Neha mengunjungimu."Paras Janna berubah. "Ya," jawabnya pendek tak semangat."Apa yang kalian bicarakan?""Hanya menanyakan kabar saja," sahut Janna. Dominic memandang istrinya yang tengah sibuk dengan Harry."Kau tak bisa membohongiku," nilai Dominic lalu mengambil alih putra mereka, Dominic mengayun Harry yang senang diperlakukan demikian."Apakah Jenderal akan mempercayai ceritaku?" Janna tertawa kecil. "Permaisuri teman lama Jenderal, pasti saja Jenderal sulit percaya dengan apa yan

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   67

    "Apa yang membawamu mendatangi kediamanku, Jenderal?" tanya Sultan Bayezidan saat mereka saling berhadapan. Dominic membungkuk memberi hormat, hanya saja irama jantungnya mulai tak karuan. Terasa sulit untuk menjawab, bahkan menelan ludah pun. Dominic tidak siap dengan seribu alasan mengunjungi kediaman tanpa kehadiran Sultan di sana. Namun, ia harus tetap menjawab. Dominic mengangkat badan, sewaktu mulutnya terbuka, dari arah pintu Neha muncul. "Yang Mulia," ucapnya memberi hormat, "aku meminta Jenderal Dominic datang kemari untuk menanyakan kabar Janna, dan aku memberikan bingkisan hiburan untuk Janna yang masih bersedih, tetapi Jenderal Dominic lupa membawanya," lanjut Neha dengan tenang dan lancar, ia tertawa kecil sembari mengulurkan bingkisan dengan kedua tangannya. Paras Sultan Bayezidan yang semula datar berubah terisi senyuman. "Ambillah, kami ingin menghibur kalian. Pasti apa yang kalian alami begitu berat." Dominic masih berpikir tentang Neha dan Sultan, mereka s

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   66

    "Cukup, Jenderal. Aku sudah lebih baik," ujar Janna pelan, menghentikan gerak pijatan di bahunya, ia memperbaiki gaun lalu duduk menghadap Dominic. "Pergilah, permaisuri sudah menunggu, Jenderal.""Aku harap kau percaya padaku," ucap Dominic menatap sendu ke arah istrinya, ia menggenggam kedua tangan Janna.Perempuan itu tertawa kecil seraya menoleh ke arah lain. "Sedari awal aku tak bisa percaya pada siapapun, aku hanya seorang perempuan biasa yang diperintah untuk hidup. Hanya tinggal menjalani saja." Janna memandang Dominic dengan sorotan lara, penuh derita.Dominic menghela napas berat, rasa sesak seolah-olah menekan dadanya. Dia berdiri lalu mengganti pakaian dengan busana militer. "Aku hanya sebentar." Kening Janna dikecup Dominic.Selepas kepergian Dominic, air mata Janna kembali mengucur. Ia menangisi nasibnya yang begitu menyedihkan."Ada apa Permaisuri memanggil?" tanya Dominic memberi hormat pada Neha. Di dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua.Neha tersenyum senang meny

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   65

    Telah tiga hari Janna berduka, ia lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, bahkan tidak ingin bicara pada suaminya sekalipun mereka sekamar.Saat ini Janna berada di ruangan tempat menyimpan abu keluarga Freud, tidak menangis lagi, hanya memandangi guci milik putranya. Jarak ruang abu dengan kediamannya tidak begitu jauh, cukup berjalan kaki."Janna, sedari tadi kau belum makan apa pun." Suara Dominic terdengar jelas di pendengaran sebelah kanan Janna. Pria itu menaruh kedua tangan di sisi lengan Janna bermaksud ingin menyokong badan istrinya ke atas.Mendadak Janna menggoyangkan badannya sampai pegangan itu terlepas. "Pergilah, tidak perlu mengurusiku!" ucap Janna dengan nada rendah tanpa menoleh sedikit pun."Sampai kapan kau seperti ini?" Dominic tahu kesakitan yang Janna rasakan, hanya saja waktu terus berjalan dan ada yang membutuhkan Janna."Bukan urusan, Jenderal!" teriak Janna, mata Dominic sampai terpejam. Air mata mengucur dari kelopak mata Dominic, segera ia menghapusn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status