Pagi pertama Janna bersiap sarapan dibantu oleh beberapa pelayan. Saat dirinya terbangun, Dominic tidak terlihat di dalam kamar.
Tidur sekamar? Sebenarnya Dominic semalam tidak kembali ke ruang pribadinya, entah pergi ke mana, Janna tidak tahu dan tidak mau tahu."Silakan duduk, Nyonya," ucap seorang pelayan yang menarik kursi kosong. Janna duduk di sana dengan anggun sesuai dengan pengajaran tata krama yang diperolehnya.Pelayan sibuk menyuguhkan minuman, makanan dipilih sendiri oleh Janna. Menu di meja sangatlah menggiurkan, ingin Janna santap satu per satu. Hanya saja, ia ingat apa yang dikatakan Dominic untuk menjaga citra diri sebagai istri seorang kepala militer."Kemana Jenderal?" tanya Janna menyapu pandangan ke segala ruangan."Jenderal telah sarapan lebih dulu sebab harus mengikuti pertemuan khusus perwira," jawab pelayan dengan sopan.Senyum mengembang di wajah Janna, ia senang tidak berurusan dengan Dominic pagi ini. Janna juga senang sebab tidak ada yang namanya malam pertama.Dirinya sangat yakin kalau Dominic tidak tertarik pada perempuan dari stratum rendah tanpa tata krama.Pelayan mengambil posisi menjauh ke belakang tubuh Janna. Perempuan itu menikmati sarapan dengan tenang, lidahnya mengecap kenikmatan tiada tara.Menjadi stratum tinggi diimpikan banyak orang. Makanan, minuman, fasilitas lain tersedia, batin Janna sembari menilai rasa makanan yang masuk melalui mulutnya.Di markas militer, usai Dominic mengikuti pertemuan perwira, Swayata meminta izin menemuinya."Ada masalah apa lagi kau mencariku, Pak Tua?" Paras Dominic menunjukkan kalau ia malas didatangi oleh Swayata.Swayata tergelak mendengar tanggapan Dominic."Saya bertugas memastikan pejabat yang akan melakukan gemeparasi tidak melakukan kekeliruan, Jenderal.""Apa yang keliru, aku belum melakukan apapun. Dia malahan mencoba menggoda semalam," lapor Dominic, Swayata terbelalak mendengarnya."Aku tidak terpengaruh," ucap Dominic tenang membela diri, tidak senang dengan ekspresi Swayata yang sepertinya khawatir berat jika Dominic melakukan kesalahan.Raut Swayata kembali datar. "Saya percaya Anda, Jenderal.""Gemeparasi perlu dilakukan selama sepekan. Biasanya pada bulan berikutnya akan diperoleh kabar bahwa Growib dalam keadaan mengandung."Dominic melotot mendengar Swayata, lebih pada tidak percaya pada kabar yang diterima."Pak Tua, pagi hari aku harus bekerja tidak mungkin melakukannya terus-menerus." Dominic keberatan.Swayata mengambil gulungan kertas dalam tas di tangannya."Saya membawa titah sultan untuk Anda. Sultan tahu apa yang penting bagi seorang pejabat Yagondaza."Lagi-lagi Dominic terbeliak membacanya, titah yang berisi izin kerja dari sultan untuk Dominic yang baru saja melangsungkan pernikahan."Sultan Bayezidan memberi perintah untuk berbulan madu?" tanya Dominic keheranan sembari mengangkat lembaran kertas. "Apa sampai sebegitu pentingnya bulan madu hingga sultan turun tangan?" Dominic menggeleng tidak percaya, ia melempar kertas ke atas meja kerjanya."Sultan mengenal Anda sebagai pekerja keras yang bertanggung jawab. Sultan ingin memastikan Anda juga melakukan tindakan terbaik untuk diri Anda sendiri.""Ooh... ayolah Swayata. Aku tahu ini semua tugas negara, seperti yang kau pernah katakan sebelumnya." Dominic tak ingin Swayata berbasa-basi seolah-olah memikirkan kebutuhan Dominic."Syukurlah. Anda paham, Jenderal." Swayata tersenyum.Hari ini, Janna mendapat tamu guru tata krama yang sejak beberapa hari lalu telah mendampinginya."Anda ada kemajuan pesat, Nyonya, seperti memiliki darah stratum Armyasa," puji Madam Wena. Ucapan perempuan paruh baya itu ditanggapi dingin oleh Janna."Orang-orang sering salah kaprah tentang kami stratum Royusha. Menilai kami tidak memiliki norma." Janna menyesap teh hangat yang disuguhkan oleh pelayan dengan anggun."Oh, maafkan saya Nyonya bila ucapan saya menyinggung Anda." Madam Wena menunduk, merasa bersalah."Tidak masalah, penilaian itu seringkali saya dengar. Faktanya, stratum Royusha kerap bersikap demikian sebagai respon perlindungan diri dari ancaman lingkungan.""Staratum Royusha selalu diintimidasi sehingga kami harus bersikap keras, tegas, dan berani. Sampai-sampai bisa menerabas norma umum."Janna memandang Madam Wena penuh perhatian. "Anda sendiri dari stratum apa?""Dahulu saya stratum Sadarih, menikah dengan pria dari stratum Rowna, sehingga saat ini saya telah mengikuti suami," jelas Madam Wena."Sadarih. Kaum buruh, pekerja kasar, dan... pengangguran."Madam Wena mengangguk malu, terpaksa mengulas senyum, tidak menyangka Janna memiliki pengetahuan tentang stratum."Apakah Anda dahulu melalui perjodohan atau pernikahan paksa?" Janna penasaran dengan pernikahan beda stratum."Kami tidak melaluinya, Nyonya. Hanya melewati tahap pemeriksaan pewarisan sifat saja. Saat hasilnya baik dan menunjang keturunan unggul bagi stratum Rowna, maka pernikahandapat dilangsungkan. Namun, bila saja pewarisan sifat saya hasilnya buruk, maka mereka akan keberatan.""Apakah artinya Anda dan suami saling jatuh cinta sebelum pemeriksaan pewarisan sifat?""Ya, Nyonya," jawab Madam Wena.Janna menghela nafas dalam. Kisahnya berbeda jauh dari Madam Wena yang mengenal jatuh cinta sebelum terjadi pernikahan. Dirinya malah tidak menyukai sang suami yang arogan, meskipun orang penting di kemiliteran Yagondaza.Sarapan dan makan siang dilewati Janna seorang diri. Tibalah saatnya makan malam, Janna terkejut mendapati Dominic duduk berseberangan dengannya."Tinggalkan kami berdua," perintah Dominic pada pelayan usai mereka menyediakan menu makan malam.Pasangan suami istri itu masuk dalam suasana hening selama proses makan malam. Sesekali Janna melirik suaminya yang fokus pada santapan di hadapannya.Janna menilai Dominic yang tenang menikmati makan memancarkan kharisma yang mampu memikat kaum hawa. Hanya saja, amarah Dominic sangatlah buruk dalam penilaian Janna. Dan, hatinya tidak bergetar pada Dominic seperti seorang perempuan yang dilanda cinta.Usai keduanya menikmati santap malam, Dominic meninggalkan ruang makan terlebih dulu. Sebelum melangkah, Dominic berujar, "Aku tunggu di ruang kerja."Janna tercenung memproses maksud Dominic memintanya datang ke ruang kerja pria itu. Sebelum mendengar jawaban Janna, Dominic telah lebih dulu keluar dari ruang makan.Seribu tanya dalam benak Janna, pertengkaran apa lagi yang akan terjadi bila ia terlibat pembicaraan bersama Jenderal Dominic Freud."Besok pagi-pagi kita akan berangkat ke wilayah Seaco, di sana selama sepekan," ucap Dominic pada Janna yang berdiri di seberang meja di ruang kerja Dominic. "Untuk apa ke sana? Bukannya Jenderal harus bekerja?" Janna heran dengan keputusan mendadak Dominic. "Sultan memberi hadiah pernikahan, berlibur ke Seaco," sambung Dominic. Janna mulai mengerti makna hadiah dari Sultan Bayezidan."Tidakkah kita dapat mengundurnya? Aku masih mengikuti kelas tata krama dan... kata Madam Wena perkembanganku masih belum memuaskan." Janna berusaha menolak rencana berbulan madu. Dia was-was akan dibuat menderita di Seaco nanti.Dominic menatap tajam Janna, seketika ia memalingkan wajah kembali. Dominic tidak ingin respon tubuhnya dibaca oleh Janna."Sebelumnya aku telah menolak. Berlibur ke Seaco membuang waktu berhargaku. Apa boleh buat, bagian protokoler telah mempersiapkan segalanya."Janna mengerling, Jenderal sombong, ucap Janna dalam hati sembari menarik bibirnya mendatar."Berapa lama kita di
Dominic melepas cengkramannya, ia menatap tak penuh minat pada Janna. Sementara, Janna memeluk tubuhnya sendiri, ia takut pada suara guntur. "Tanpa perlengkapan dan persediaan makanan, kau tak akan mampu bertahan hidup di luar Pandos. Kematianmu akan sia-sia." Dominic mengira Janna ketakutan mendengar fakta mengerikan tentang alam di luar Pamdos sebelum mencapai kampung halaman Janna di Hosmer. Hujan mengguyur Pamdos dengan deras. Dominic ingin menghukum Janna tanpa menyentuh fisik istrinya."Kau seharusnya berterima kasih telah menikah dengan pejabat militer, hidupmu lebih terjamin dibanding seumur hidup bertahan di stratum Royusha!" teriak Dominic di tengah suara keras hujan.Merasa cukup, Dominic meninggalkan Janna yang mulai terisak-isak dan gemetaran sambil mengusap-usap lengan sendiri. Sebelum membalik tubuhnya, suara gelegar guntur dan sambaran kilat membuat Janna melonjak lalu memeluk Dominic yang mendadak membeku di tempat."Jangan tinggalkan... aku. Aku... ta... takut gun
Pertarungan antara prajurit Dominic dan kelompok bersenjata memakan korban jiwa. Dominic tidak pernah mengira kalau perjalanan bulan madu direcoki oleh pihak tak bertanggung jawab.Janna dibawa dengan kuda tunggangan hitam milik Xaviery. Dominic menangkap suara ringkikan kuda lalu ia melompat ke tubuh Jud. Jud lari melesat mengikuti kuda yang membawa Janna lari. Sebagai kuda terlatih di medan pertempuran, Jud memiliki kecepatan yang tak diragukan. Ia mampu mengejar si kuda hitam.Tangan Dominic ingin menggapai tubuh Janna yang duduk di belakang, sayangnya ia hanya mampu menangkap angin sebab Xaviery mengeluarkan pedang dan menjulurkan pada Dominic. Denting pedang kembali terdengar di udara beberapa saat hingga kedua kuda dengan warna kontras berdiri saling berhadapan.Dominic mengamati dengan tatapan panjang dan dalam. Begitu juga Xaviery melempar api amarah."Serahkan dia padaku," ucap Dominic menunjuk Janna yang duduk di belakang tubuh Xaviery. "Kau memaksa seorang perempuan menj
Janna dan Dominic tiba di tujuan saat matahari telah merunduk ke perpaduan. Jud pun terlihat lelah setelah membawa dua insan suami istri di atas tubuhnya.Dominic menarik jubah militer dari Janna lalu memakainya."Selamat datang, Jenderal," sapa seorang penjaga penginapan tempat Janna dan Dominic akan beristirahat. Ia membungkuk memberi hormat."Berikan kudaku nutrisi terbaik, ia sangat lelah." Dominic mengelus surai Jud, kuda itu sangat senang ia meringkik sebagai tanda terima kasih. Jud dibawa oleh pengurus kuda, khusus untuk para tamu yang datang ke penginapan.Dari arah pintu penginapan, muncul seorang perempuan dengan pakaian terbuka di leher hingga pundak. Kulit mulus dengan rambut ikal tergerai.Ia pemilik penginapan."Silakan masuk, Jenderal. Kami telah menyiapkan kamar indah tempat Anda dan istri. Nyonya, perkenalkan saya Mariana," ucapnya bertutur manis sedap didengar.Ia memandang aneh ke arah Janna yang tampak kumal, tetapi Mariana langsung menormalkan ekspresinya. Hanya
Kuda hitam membelah malam hingga tiba di daerah Hosmer, tanpa kawanan lainnya. Orang-orang yang tengah berkumpul, memberi perhatian saat derap kaki kuda mendekati pemukiman."Xaviery, apa yang terjadi?""Ketua, Xaviery terluka." Seseorang melihat darah mengalir di tubuh kuda hitam dari pakaian Xaviery. "Segera angkat dan obati," perintah pria yang dipanggil ketua bernama Allan Braun.Xaviery lemah kehilangan banyak darah dan kesadaran, Allan mengkhawatirkan keadaan pria yang telah dianggap sahabat baik itu."Xaviery bertarung dengan Dominic?" tanya Allan pada pejuang yang selamat, turut dalam misi membebaskan Janna."Ya, Ketua, hanya sendiri. Kami kehilangan banyak pejuang sehingga tidak mampu menolong Xaviery saat itu," sesal seorang pejuang.Allan mengerti kalau kelompok mereka kalah dari bertarung. Prajurit kesultanan Yagondaza memang terlatih di medan perang.Permintaan Xaviery kala itu untuk membebaskan Janna sudah diragukan semenjak awal."Kita butuh waktu memperkuat para pejua
"Aku akan pergi mengunjungi barat Seaco. Pelayan pribadimu telah tiba, mereka akan membantu," ucap Dominic pada Janna yang masih menatap tak suka.Janna enggan untuk menanggapi, ia malah bersyukur Dominic akan pergi bila perlu untuk seterusnya."Aku akan kembali saat matahari terang. Bila kau ingin berkunjung ke pantai, pergilah dengan pelayanmu."Dominic heran tak ada suara apapun dari Janna, sementara dirinya bicara panjang lebar."Tatapanmu seperti ingin memangsaku."Janna melarikan pandangannya ke arah lain."Pergilah cepat!" Manik Janna berkaca-kaca, tak ingin dipandang lemah, ia menghela nafas pelan-pelan."Kau tidak ada masalah dengan apa yang kita lakukan semalam, bukan?" Dominic berbasa-basi, ia hanya ingin menekankan bila tindakannya bukan sebuah kesalahan."Ku harap kau paham tugasmu sebagai Growib."Dagu Janna bergetar menahan linangan air mata. Ia merasa seperti budak yang tidak memiliki kemerdekaan untuk memilih."Dalam sepekan itulah tugasmu."Dominic berlalu, enggan me
Dominic memukuli pria yang mengaku sebagai ketua dari kelompok yang menjarah penginapan-penginapan di barat Seaco."Siapa yang menyuruh kalian melakukannya?!" Dominic tidak sabar sebab pria itu dianggap mengelak sedari awal."Sudah ku katakan Jenderal, kami tidak disuruh siapa-siapa."Dominic tidak sabar, terdengar jerit kencang pria itu usai Dominic menghantam perutnya."Maaf, Jenderal. Di bisa mati." Seorang perwira mengingatkan kalau tindakan Dominic yang berlebihan bisa mengancam nyawa tahanan dan tentu saja tidak sesuai hukum yang berlaku di kesultanan Yagondaza dalam menangani seorang tahanan. "Kembalikan dia ke sel," perintah Dominic. Para prajurit membuka tali ikatan tangan dan kaki tahanan yang bergantung di palang kayu lalu menyeretnya kembali ke jeruji."Ada yang Jenderal curigai?" tanya perwira tinggi ynag berdiri di samping Dominic."Beberapa hari lalu aku menghadapi serangan pemberontak stratum Royusha pada perjalanan menuju Seaco. Mereka ini memang dari kelompok berbed
Teriakan Janna menggema hingganke sudut hutan. Ia memejamkan mata disertai tatapan meringis dari prajurit yang berdiri tanpa mampu berbuat apa-apa. Janna mengira inilah akhir dari hidupnya, kepala akan membentur tanah dan bebatuan, tulang akan remuk redam, serta darahnya akan berlumur dari tubuh."Kau memang perempuan keras kepala!" hardik Dominic. Seketika, kelopak Janna terbuka, ia berada dekat dengan wajah Dominic.Janna mengamati sekitar, ternyata Dominic lebih dulu menangkap tubuhnya di udara, tidak jadi menarung ke tanah. Ketakutan yang merongrong Janna sirna begitu saja berubah menjadi kelegaan."Terima kasih, Jenderal. Bisa turunkan aku?" tanyanya sungkan. Arah tatapan mereka sama-sama membuat keduanya canggung.Dominic menurunkan Janna dengan sedikit kasar, syukur saja kaki Janna lebih dulu menjejak ke tanah. kalau tidak, tubuhnya akan merasakan keras bebatuan di hutan indah ini."Kau membuat kuda hitam itu tidak nyaman