Share

006

Pagi pertama Janna bersiap sarapan dibantu oleh beberapa pelayan. Saat dirinya terbangun, Dominic tidak terlihat di dalam kamar.

Tidur sekamar? Sebenarnya Dominic semalam tidak kembali ke ruang pribadinya, entah pergi ke mana, Janna tidak tahu dan tidak mau tahu.

"Silakan duduk, Nyonya," ucap seorang pelayan yang menarik kursi kosong. Janna duduk di sana dengan anggun sesuai dengan pengajaran tata krama yang diperolehnya.

Pelayan sibuk menyuguhkan minuman, makanan dipilih sendiri oleh Janna. Menu di meja sangatlah menggiurkan, ingin Janna santap satu per satu. Hanya saja, ia ingat apa yang dikatakan Dominic untuk menjaga citra diri sebagai istri seorang kepala militer.

"Kemana Jenderal?" tanya Janna menyapu pandangan ke segala ruangan.

"Jenderal telah sarapan lebih dulu sebab harus mengikuti pertemuan khusus perwira," jawab pelayan dengan sopan.

Senyum mengembang di wajah Janna, ia senang tidak berurusan dengan Dominic pagi ini. Janna juga senang sebab tidak ada yang namanya malam pertama.

Dirinya sangat yakin kalau Dominic tidak tertarik pada perempuan dari stratum rendah tanpa tata krama.

Pelayan mengambil posisi menjauh ke belakang tubuh Janna. Perempuan itu menikmati sarapan dengan tenang, lidahnya mengecap kenikmatan tiada tara.

Menjadi stratum tinggi diimpikan banyak orang. Makanan, minuman, fasilitas lain tersedia, batin Janna sembari menilai rasa makanan yang masuk melalui mulutnya.

Di markas militer, usai Dominic mengikuti pertemuan perwira, Swayata meminta izin menemuinya.

"Ada masalah apa lagi kau mencariku, Pak Tua?" Paras Dominic menunjukkan kalau ia malas didatangi oleh Swayata.

Swayata tergelak mendengar tanggapan Dominic.

"Saya bertugas memastikan pejabat yang akan melakukan gemeparasi tidak melakukan kekeliruan, Jenderal."

"Apa yang keliru, aku belum melakukan apapun. Dia malahan mencoba menggoda semalam," lapor Dominic, Swayata terbelalak mendengarnya.

"Aku tidak terpengaruh," ucap Dominic tenang membela diri, tidak senang dengan ekspresi Swayata yang sepertinya khawatir berat jika Dominic melakukan kesalahan.

Raut Swayata kembali datar. "Saya percaya Anda, Jenderal."

"Gemeparasi perlu dilakukan selama sepekan. Biasanya pada bulan berikutnya akan diperoleh kabar bahwa Growib dalam keadaan mengandung."

Dominic melotot mendengar Swayata, lebih pada tidak percaya pada kabar yang diterima.

"Pak Tua, pagi hari aku harus bekerja tidak mungkin melakukannya terus-menerus." Dominic keberatan.

Swayata mengambil gulungan kertas dalam tas di tangannya.

"Saya membawa titah sultan untuk Anda. Sultan tahu apa yang penting bagi seorang pejabat Yagondaza."

Lagi-lagi Dominic terbeliak membacanya, titah yang berisi izin kerja dari sultan untuk Dominic yang baru saja melangsungkan pernikahan.

"Sultan Bayezidan memberi perintah untuk berbulan madu?" tanya Dominic keheranan sembari mengangkat lembaran kertas. "Apa sampai sebegitu pentingnya bulan madu hingga sultan turun tangan?" Dominic menggeleng tidak percaya, ia melempar kertas ke atas meja kerjanya.

"Sultan mengenal Anda sebagai pekerja keras yang bertanggung jawab. Sultan ingin memastikan Anda juga melakukan tindakan terbaik untuk diri Anda sendiri."

"Ooh... ayolah Swayata. Aku tahu ini semua tugas negara, seperti yang kau pernah katakan sebelumnya." Dominic tak ingin Swayata berbasa-basi seolah-olah memikirkan kebutuhan Dominic.

"Syukurlah. Anda paham, Jenderal." Swayata tersenyum.

Hari ini, Janna mendapat tamu guru tata krama yang sejak beberapa hari lalu telah mendampinginya.

"Anda ada kemajuan pesat, Nyonya, seperti memiliki darah stratum Armyasa," puji Madam Wena. Ucapan perempuan paruh baya itu ditanggapi dingin oleh Janna.

"Orang-orang sering salah kaprah tentang kami stratum Royusha. Menilai kami tidak memiliki norma." Janna menyesap teh hangat yang disuguhkan oleh pelayan dengan anggun.

"Oh, maafkan saya Nyonya bila ucapan saya menyinggung Anda." Madam Wena menunduk, merasa bersalah.

"Tidak masalah, penilaian itu seringkali saya dengar. Faktanya, stratum Royusha kerap bersikap demikian sebagai respon perlindungan diri dari ancaman lingkungan."

"Staratum Royusha selalu diintimidasi sehingga kami harus bersikap keras, tegas, dan berani. Sampai-sampai bisa menerabas norma umum."

Janna memandang Madam Wena penuh perhatian. "Anda sendiri dari stratum apa?"

"Dahulu saya stratum Sadarih, menikah dengan pria dari stratum Rowna, sehingga saat ini saya telah mengikuti suami," jelas Madam Wena.

"Sadarih. Kaum buruh, pekerja kasar, dan... pengangguran."

Madam Wena mengangguk malu, terpaksa mengulas senyum, tidak menyangka Janna memiliki pengetahuan tentang stratum.

"Apakah Anda dahulu melalui perjodohan atau pernikahan paksa?" Janna penasaran dengan pernikahan beda stratum.

"Kami tidak melaluinya, Nyonya. Hanya melewati tahap pemeriksaan pewarisan sifat saja. Saat hasilnya baik dan menunjang keturunan unggul bagi stratum Rowna, maka pernikahan

dapat dilangsungkan. Namun, bila saja pewarisan sifat saya hasilnya buruk, maka mereka akan keberatan."

"Apakah artinya Anda dan suami saling jatuh cinta sebelum pemeriksaan pewarisan sifat?"

"Ya, Nyonya," jawab Madam Wena.

Janna menghela nafas dalam. Kisahnya berbeda jauh dari Madam Wena yang mengenal jatuh cinta sebelum terjadi pernikahan. Dirinya malah tidak menyukai sang suami yang arogan, meskipun orang penting di kemiliteran Yagondaza.

Sarapan dan makan siang dilewati Janna seorang diri. Tibalah saatnya makan malam, Janna terkejut mendapati Dominic duduk berseberangan dengannya.

"Tinggalkan kami berdua," perintah Dominic pada pelayan usai mereka menyediakan menu makan malam.

Pasangan suami istri itu masuk dalam suasana hening selama proses makan malam. Sesekali Janna melirik suaminya yang fokus pada santapan di hadapannya.

Janna menilai Dominic yang tenang menikmati makan memancarkan kharisma yang mampu memikat kaum hawa. Hanya saja, amarah Dominic sangatlah buruk dalam penilaian Janna. Dan, hatinya tidak bergetar pada Dominic seperti seorang perempuan yang dilanda cinta.

Usai keduanya menikmati santap malam, Dominic meninggalkan ruang makan terlebih dulu. Sebelum melangkah, Dominic berujar, "Aku tunggu di ruang kerja."

Janna tercenung memproses maksud Dominic memintanya datang ke ruang kerja pria itu. Sebelum mendengar jawaban Janna, Dominic telah lebih dulu keluar dari ruang makan.

Seribu tanya dalam benak Janna, pertengkaran apa lagi yang akan terjadi bila ia terlibat pembicaraan bersama Jenderal Dominic Freud.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status