Share

25

Author: Anik Safitri
last update Huling Na-update: 2024-04-27 15:50:30

" Pembantu ?". Mira tertawa sinis memandang lelaki berkaca mata hitam itu.

" Heh, kamu jangan asal ngomong ya. Saya kakak dari pemilik rumah ini,"

Sang pria menatapnya dari atas sampai ke bawah. Ia melepas kaca matanya. Aura ketampananya semakin terpancar.

" Sejak kapan Anisa punya kakak perempuan ?"

Mira salah tingkah.

" Saya kakak dari suaminya Anisa," ucap Mira penuh penekanan.

Sang pria hanya mengibaskan tangan.

" Halah kakak ipar. Kenapa kamu disini ? Numpang hidup ? Dasar benalu,"

Mira semakin geram dengan pria tersebut. Ia berlalu lalu naik ke atas.

" Heh pria asing. Jangan sembarangan masuk kamu. Bisa saya laporkan Pak Rt,"

" Laporkan saja saya tidak takut,"

" Dikira saya hanya menggertak ? Baik saya juga akan panggilkan warga,"

Mira berlari ke luar rumah. Memanggil warga dan juga lapor ke Pak RT. Ada pria asing masuk rumah. Dia mengira dia perampok.

Banyak warga berduyun-duyun mendatangi rumahnya. Pak RT dan RW juga turut serta.

" Mana mbak pria itu ?"

" Tadi naik ke atas
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • MELAWAN PELAKOR   39

    Tentu saja Bu Woro kaget mendengar jawaban Clara. Bahkan dari raut wajahnya memang Clara terlihat begitu tegas. Netranya sedikit melotot "Ra," ucap Bu Woro pelan. Ia benar benar tidak menyangka akan begini respon Clara.Clara mengangguk."Iya. Tak ada yang salah dengan jawaban saya. Dengan tegas saya memang menolak.""Tapi Hisyam Ra."Clara hanya mendengus kesal "Kenapa dengan Hisyam Bu? Bukannya usahanya saja yang terbakar? Hisyam juga baik baik saja bukan?" respon Clara dengan santai."Apa kamu lupa dengan niat awal kamu untuk mendapatkan dia?" tanya Bu Woro dengan lirih"Hemm dulu. Kalau sekarang sudah tidak mungkin ya. Hisyam sudah jatuh. Mungkin memang hanya Anisa yang mau. Lagipula siapa yang mau dengan pria yang sudah bangkrut. Laki laki itu kodratnya menafkahi, tidak bergantung dengan wanita," jawab Clara Bu Woro menggeleng. Ia benar benar tak menyangka. Saat mendengar Hisyam jatuh, terungkap sudah sifat asli Clara."Tapi saya bersyukur Ra atas musibah ini." ucap Bu Woro ti

  • MELAWAN PELAKOR   38

    Sontak warga yang lalu lalang segera menghampiri wanita yang tergeletak di pinggir jalan. Luka di kakinya membuat sebagian orang merasa jijik."Panggil Dinsos saja," inisiatif seseorang.Dan akhirnya Ratih dibawa ke rumah sakit. Pemberitaan mengenai Ratih mati ternyata salah. Dia masih hidup. Namun menurut Dokter, Ratih terkena penyakit diabetes akut.Ia menangis sesenggukan di atas ranjang rumah sakit. Sendirian. Teringat bagaimana saat dia di masa berjaya. Dia bisa makan dan minum apa saja yang di mau. Hidupnya bebas. Ingin apapun tinggal beli. Apa itu kesehatan? Ia tak perduli. Baginya asal punya uang, hidup pasti akan berjalan dengan mulus.Tentu orang orang tak ada yang berani mendekat atau mungkin menunggu. Karena takut dimintai pertanggungjawaban.Namun tak lama ada seorang wanita muda yang mendekat. Ia tidak tau siapa wanita itu. Dia tak mengenalnya sama sekali maupun bertemu sebelumnya."Bagaimana ibu? Apakah sudah ada perubahan? Oh iya saya Desi. Saya dari Dinas Sosial." ka

  • MELAWAN PELAKOR   37

    Bu Woro tampak melengos dengan pertanyaan Hisyam. Pelan, namun tak meninggalkan kesan tegasnya. Kalau bukan dia yang membela Anisa, lalu siapa lagi?"Bukan maksut ibu untuk tidak memperlakukan Anisa dengan tidak baik. Hanya saja siapa sih orang tua yang tidak ingin agar anaknya segera mendapatkan keturunan?" elak Bu Woro lagi.Hisyam mengambil nafas panjang. Semata agar emosinya tetap stabil."Bu, anak adalah rezeki. Dan rezeki, jodoh maut itu sudah ada yang mengatur. Jadi berhenti untuk bersikap seperti Tuhan," Hampir saja Bu Woro ingin menyela lagi."Saya sedang repot Bu. Sebentar lagi ada meeting yang harus saya ikuti," potong Hisyam dengan cepat. Agar sang ibu diam. Dan akhirnya dengan langkah gontai, Bu Woro terpaksa pergi dari ruangan itu.Berkali kali pihak properti melihat lihat rumah Anggun yang akan dijual. Membuat Ridwan sedikit uring uringan."Nggun sebelum kamu menikah, setidaknya tolonglah Carikan aku hunian dan pekerjaan," keluh Ridwan di suatu hari.Anggun hanya mengh

  • MELAWAN PELAKOR   36

    Ratih hanya menatap pemilik suara itu. Dia tidak sadar jika dia sudah sampai sebuah warung. Dimana banyak bapak bapak yang tengah ngopi."Cari pekerjaan lain atuh neng. Pasrah banget sampai memulung.""Jangan malas Neng. Jangan takut kerja keras. Masih muda loh.","Atau, jadi simpanan kita saja mau atau tidak? Dijamin makan tiga kali sehari."Dan terdengar tawa dari mereka yang ada disitu. Tangan Ratih mengepal. Dulu dia punya kuasa. Dulu tak ada satu orang pun yang berani menghinanya. Sekarang semua berubah."Lalu kenapa memangnya kalau aku memulung? Apakah aku merepotkan kalian? Apakah kalian memberi aku makan? Tidak kan? Jadi berhenti menghinaku? Jangan kira karena aku pemulung jadi aku tidak punya harga diri ya," bentak Ratih dengan berani Namun perlawanannya tersebut justru membuat semua yang ada disitu tertawa."Heh, pemulung itu orang miskin. Orang miskin saja sok bifaravtentang harga diri. Mana pantas? Ngaca!" seru salah seorang pelanggan warung.Hampir saja Ratih mengelak. T

  • MELAWAN PELAKOR   35

    Ratih hanya menatap pemilik suara itu. Dia tidak sadar jika dia sudah sampai sebuah warung. Dimana banyak bapak bapak yang tengah ngopi."Cari pekerjaan lain atuh neng. Pasrah banget sampai memulung.""Jangan malas Neng. Jangan takut kerja keras. Masih muda loh.","Atau, jadi simpanan kita saja mau atau tidak? Dijamin makan tiga kali sehari."Dan terdengar tawa dari mereka yang ada disitu. Tangan Ratih mengepal. Dulu dia punya kuasa. Dulu tak ada satu orang pun yang berani menghinanya. Sekarang semua berubah."Lalu kenapa memangnya kalau aku memulung? Apakah aku merepotkan kalian? Apakah kalian memberi aku makan? Tidak kan? Jadi berhenti menghinaku? Jangan kira karena aku pemulung jadi aku tidak punya harga diri ya," bentak Ratih dengan berani Namun perlawanannya tersebut justru membuat semua yang ada disitu tertawa."Heh, pemulung itu orang miskin. Orang miskin saja sok bifaravtentang harga diri. Mana pantas? Ngaca!" seru salah seorang pelanggan warung.Hampir saja Ratih mengelak. T

  • MELAWAN PELAKOR   34

    Mulanya Ratih hanya menatap penuh tanda tanya. Matanya melotot."Ya kalau kamu tidak mau tidak apa apa. Aku tidak memaksa. Aku juga tidak bisa memberikanmu apa apa. Karena aku sendiri juga kesusahan. Hasil sedikit tidak apa apa. Yang penting cukup untuk makan." kata Ridwan lagiRatih masih terdiam di tempatnya. Tak pernah terbayangkan dalam hidupnya, jika dia harus menjadi pemulung. Bahkan usianya saat ini masih tergolong muda.Perlahan Ridwan mulai melangkah meninggalkannya. Dia berpikir, Ratih tidak punya keputusan. Jadi untuk apa dia membuang buang waktu.Saat langkah Ridwan sudah agak jauh baru Ratih menoleh."Tunggu. Aku ikut," teriaknya.Ya dia membulatkan tekad. Jika saat ini ia masih ada yang memberi bantuan. Tapi bagaimana keesokan harinya. Belum tentu ia bisa makanMulanya Ratih merasa kikuk. Canggung. Tapi semua ia lawan demi isi perut.Karena belum terlalu mengerti tentang seluk beluk disini, Ratih hanya mengekor di belakang Ridwan. Sembari menungvi komando untuk apa yang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status