Home / Romansa / MELODI ABELIA / 7. The Agreement

Share

7. The Agreement

last update Last Updated: 2021-06-20 07:26:54

Gelap. Kubiarkan mataku terpejam dan untuk menambah pekat, aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Berharap kegelapan ini dapat menelanku. Tapi aku tahu itu tak mungkin. Sepertinya aku memang harus menghadapi problematika hidup ini. Rasanya aku ingin menjadi tokoh dalam cerita romance yang permasalahannya hanya seputar cinta dan hal picisan lainnya. Tidak sepertiku yang harus menghadapi pelik karena masalah finansial.

Tawaran dari Arsya sudah terlanjur menerima. Namun, aku memilih sebutan perjanjian kami ini sebagai Relationship Contract dan Arsya menyetujuinya. Kami sudah berjanji untuk bertemu besok di restoran tempat dua pertemuan kami sebelumnya. Aku menghela napas sambil memikirkan apa yang harus kupersiapkan agar pria itu tak menjebakku nantinya. Ah, benar. Kontrak! Aku harus membuat kontrak.

Kontrak perjanjian kubuat ke dalam dua lembar kertas berukuran A4. Lembar pertama berisi penjelasan tentang pelaku kontrak. Lembar kedua berisi poin-poin ketentuan dariku. Sungguh aku risih menulisnya, namun harus kulakukan sebagai antispasi.

[Lembar Pertama]

Kontrak Perjanjian

Kontrak ini dibuat sebagai bentuk perjanjian atas penawaran yang diajukan oleh Arsya Hadinata kepada Abelia Renata untuk menyepakati sebuah Relationship Contract. Diharapkan keduanya mematuhi ketentuan yang tertulis dan hubungan ini dapat berlangsung secara profesional agar tidak ada pihak yang dirugikan nantinya. Selanjutnya dalam kontrak ini, Arsya Hadinata akan disebut sebagai Pihak I, sedangkan Abelia Renata akan disebut sebagai Pihak II.

[Lembar Kedua]

Ketentuan dari Pihak II:

(1) Uang bulanan dan semua uang yang diberikan oleh Pihak I nantinya akan diganti oleh Pihak II setelah kontrak berakhir.

(2) Tidak boleh mencampuri urusan pribadi satu sama lain.

(3) Tidak boleh ada hubungan suami istri antara Pihak I dan Pihak II.

(4) Afeksi yang boleh dilakukan hanya berupa berpegangan tangan, TIDAK LEBIH.

(5) Pihak I tidak boleh merayu pihak II untuk melakukan hal-hal yang tidak diperkenankan (sesuai dengan poin 3 dan poin 4).

(6) Jika Pihak I melanggar salah satu ketentuan, maka Pihak II berhak melaporkan Pihak I kepada yang berwajib.

Esoknya aku benar-benar menemui Arsya, meski sempat ragu dan ingin membatalkan janji. Dan kini aku sudah memasuki restoran dan mendapati Arsya sudah duduk manis menantiku. Seperti biasa, kami bertemu di jam makan siang. Hari ini aku sengaja datang terlambat untuk menampilkan kesan bahwa aku sebenarnya tak berminat akan perjanjian sialan ini. Aku hanya benar-benar terdesak. Tapi apa pun alasanku, sepertinya tak penting bagi pria di hadapanku ini.

“Maaf terlambat,” ucapku setelah duduk.

Arsya hanya tersenyum mengangguk, lalu memanggil pramusaji. Setelah kami memesan makanan dan pramusaji berlalu, Arsya kembali menatapku.

“So, is it a deal?” tanyanya kemudian. Ia menyandarkan sedikit tubuhnya ke kursi dan meletakkan sebelah tangannya ke atas meja, di samping cangkir kopi yang telah dipesannya lebih dulu. Pandangannya lurus ke arahku.

Aku mengangguk. Kulihat ia melengkungkan bibirnya membentuk senyuman.

“But I have term and conditions,” ujarku.

Arsya mengernyit sebentar. “Apa saja?”

Perlahan aku mengeluarkan print out kontrak yang telah kupersiapkan dari dalam tasku. “Ini kontraknya,” ujarku seraya menyodorkan dua lembar kertas itu pada Arsya.

“Bukankah saya yang memberikan penawaran, kenapa kamu yang mengajukan kontrak?” Arsya menyilangkan lengannya di dada.

“Tidak masalah, bukan? Saya hanya memberi batas-batas yang harus dipatuhi, agar tidak ada yang merasa dirugikan nantinya.”

Arsya mempelajari wajahku sesaat kemudian menerima print out kontrak yang kuserahkan padanya. Kulihat keningnya berkerut saat membaca isi kontrak. Aku tersenyum sinis. Pria angkuh ini tadinya sudah pasti berpikir bahwa aku akan dengan mudah masuk ke dalam perangkapnya.

Gantian aku menyilangkan lengan. “Bagaimana, Arsya?”

“Let’s have lunch first.” Arsya tersenyum meletakkan dua lembar kertas itu ke atas meja ketika pramusaji mengantarkan pesanan kami.

Aku mengangguk menyetujui. Di meja kami telah tersaji hidangan yang aromanya menusuk hidung. Pesananku adalah ravioli with sauteed asparagus. Sedangkan Arsya memesan rosemary chicken. Untuk minuman, kami memesan minuman yang sama yaitu long island iced tea mocktail. Keheningan menguasai saat kami mulai makan. Hanya terdengar dentingan pelan peralatan makan dan obrolan sayup para pengunjung restoran yang lain.

Sambil mengunyah makanan, aku menoleh ke luar jendela kaca. Menatap sebatang pohon yang berada di pelataran restoran. Ranting-ranting yang dipenuhi dedaunan itu meliuk-liuk karena embusan angin. Pohon itu seakan tengah mengejekku, membuatku berdecak kesal melihatnya.

“Ada apa?”

Suara Arsya membuatku sedikit tersentak.

“Bukan apa-apa.” Aku tersenyum canggung.

Setelah menyelesaikan santapan kami, aku kembali bertanya pada Arsya tentang tanggapannya akan kontrak itu. Arsya kembali mengambil dua lembar kertas itu, lantas menatapku.

“Poin pertama. Saya kan sudah bilang bahwa saya tidak akan meminta kamu untuk mengganti uang yang saya berikan nantinya.”

“Ya, tapi saya tetap ingin menggantinya. Niat awal saya kan ingin meminjam uang. Karena kamu lebih ingin menjadikan saya sugar baby bagimu, maka saya tetap menerima tawaranmu karena saya butuh uang. Namun saya tetap menganggap saya sedang berutang sama kamu. Untuk itu, saya membuat ketentuan yang jelas agar kamu tidak salah paham akan tujuan saya menerima tawaran kamu ini,” jelasku panjang lebar.

“Tapi, Abelia—”

“Itu ketentuan mutlak dari saya untuk perjanjian kita ini,” tandasku.

Ia menghela napas. “Oke,” jawabnya lalu kembali menekuri isi kontrak.

“Poin keempat. Hanya boleh berpegangan tangan?” Arsya menautkan alisnya.

Kujawab pertanyaannya dengan anggukan.

“Apakah tidak bisa ditambahkan, bahwa selain berpegangan tangan boleh saja melakukan yang lain asal dengan consent?” tawarnya.

Sudah bisa kubaca pikiranmu, Arsya. Sepertinya kau sama saja dengan kebanyakan pria hidung belang lainnya. Aku tersenyum sinis.

“Tidak. Hanya boleh berpegangan tangan, tidak lebih. Itu juga ketentuan mutlak dari saya untuk dipatuhi.” Aku menekankan setiap kata yang kuucapkan.

Arsya menatapku beberapa saat kemudian mengangguk. “Baiklah.”

Keheningan kembali menguasai kami sejenak, sebelum ia berkata, “Kalau begitu, beri tahu saya alamat tempat tinggal kamu supaya saya bisa menemui kamu nanti.”

“Kamu tidak perlu mendatangi saya. Setiap kali kita ingin bertemu, kita tinggal berjanji di tempat publik seperti ini saja,” ujarku.

“Saya ingin tempat yang lebih privat karena tujuan tawaran saya ini agar bisa dekat denganmu. Mengobrol, tukar pikiran, dan sebagainya.”

“Pemilik indekos tidak mengizinkan untuk membawa tamu pria. Lagi pula, kita bisa melakukan semua yang kamu sebutkan itu di restoran seperti ini."

“Tentu saja berbeda,” sanggah Arsya. “Seperti yang saya bilang, saya ingin tempat yang lebih privat. Kalau di hotel sudah pasti kamu tidak mau.”

Aku membulatkan mata mendengar perkataan Arsya. Tentu saja aku tidak mau, tukasku dalam hati.

“Bagaimana kalau kamu pindah ke apartemen. Saya akan membayar sewanya.”

Kembali aku tersenyum sinis mendengar tawarannya. Apakah pria angkuh ini berpikir dia bisa mendapatkan apa pun yang dia mau dengan uang dan pesonanya?

“Tidak. Terima kasih,” pungkasku.

Sesaat kami beradu pandangan dalam diam. Arsya menatapku lurus sambil mengetuk-ngetukkan jarinya pelan ke meja, seperti sedang memikirkan sesuatu.

“By the way, kamu punya ketentuan yang harus dipatuhi dalam kontrak itu. Kenapa tidak ada lembar ketentuan dari saya?” tanya Arsya kemudian.

Aku sudah menebak dia akan berpikir seperti itu, tapi memang sengaja aku tak menyediakan lembar persyaratan darinya.

“Apa ketentuan darimu? Kamu kirim saja melalui pesan, nanti akan saya ketik untuk kita tanda tangani di pertemuan selanjutnya,” jawabku ragu.

“Tidak usah. Saya tulis tangan saja biar bisa kita tanda tangani sekarang,” jawab Arsya lalu mulai menulis beberapa kalimat di lembar kedua kontrak, tepat di bawah poin-poin ketentuan dariku. Setelah selesai menulis, ia menyerahkan kertas itu padaku. Dia hanya menuliskan dua poin, tetapi cukup membuatku resah.

Adapun ketentuan yang diajukan oleh Pihak I, yaitu:

(1) Kontrak berlaku selama satu tahun. Bisa diperpanjang, tetapi tidak bisa diperpendek.

(2) Pihak II tidak boleh menolak hadiah ataupun pemberian berupa materi lainnya dari pihak I, kecuali uang.

Aku memegangi keningku setelah membacanya. Poin kedua aku bisa menerimanya, mungkin dia hanya akan membelikan tas, baju, atau sejenisnya. Namun, poin pertama, satu tahun itu terlalu lama. Ah, kenapa tidak terlintas di kepalaku sebelumnya tentang durasi kontrak. Padahal hal itu sangat krusial.

“Untuk poin kedua, apa tidak bisa hanya enam bulan saja?” Aku mencoba menawar.

Arsya menggeleng.

“Tapi, Arsya—”

“Tidak,” sela Arsya. “Itu ketentuan mutlak dari saya untuk perjanjian kita ini.” Arsya meniru kalimatku sebelumnya dengan sama persis.

Apakah ini permainannya untuk menjebakku? Aku menghela napas. Ya, sudahlah. Lagi pula, selama setahun itu aku akan memulai usahaku lalu menabung untuk mengganti utangku agar bisa terbebas dari pria ini nanti.

Aku menghela napas, lantas mengangguk. “Baiklah.”

“Let’s sign!” Arsya mengulum senyum sambil menandatangani kontrak, lalu menyerahkan kertas itu padaku.

Jantungku berdegup. Aku ragu untuk melakukannya, tetapi akhirnya kutorehkan juga tanda tanganku pada lembar kontrak itu. Setelahnya, aku meneguk minumanku hingga habis. Arsya melakukan hal yang sama. Dari sudut mata kulihat ia memandangiku dari balik gelasnya.

“Kalau begitu, kapan kamu pindah dari indekos ke apartemen baru? Saya akan menyewakan atau bahkan membeli sebuah apartemen untukmu yang dekat dengan kantor saya.”

Perkataan Arsya kembali membuat mataku membulat. “Maksud kamu, Arsya? Bukankah saya sudah menolak penawaran kamu untuk tinggal di apartemen?”

“Tapi kamu harus menerimanya, Abelia.” Suaranya pelan namun terdengar mengintimidasi.

“Kenapa saya harus menerimanya?” Aku menantang matanya.

Arsya menyilangkan lengannya sambil menatap lurus padaku. “Karena kamu tidak boleh menolak hadiah ataupun pemberian saya seperti yang tercantum pada poin kedua ketentuan dari saya. Dan kamu sudah menandatangani kontrak itu.” Senyum kemenangan terukir di bibirnya.

Sialan! Pria berengsek ini benar-benar telah menjebakku.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MELODI ABELIA   From Author

    Hello, MELODI ABELIA readers! Thank you so much for reading love story of Abelia and Arsya. Hope you like it. Cerita ini memang bukan tema populer, tapi aku menyukainya. Tema novel ini memang sedikit dark dengan mengangkat isu kesehatan mental dan konflik keluarga yang pelik. Di sini hampir setiap tokohnya melakukan kesalahan, tidak ada yang sempurna. Masing-masing memiliki sisi baik dan buruk, juga memiliki keterikatan dengan masa lalu. Masing-masing tokoh juga mengalami perkembangan karakter.Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari novel ini, semoga kamu bisa mengambil pelajaran di dalamnya, ya. Semoga juga bisa menjadi bacaan yang menghibur dan berkesan. That's it. Thank you and see you. With Love,Author Remahan Croissant NOTE: JANGAN MENJIPLAK KARYA INI SEBAGIAN ATAUPUN SELURUHNYA. SANK

  • MELODI ABELIA   50. The Eternal Love

    Sekian tahun berlalu. Abelia terbangun di pagi hari karena sinar mentari yang mengintip dari sela tirai jendela kaca. Segera ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya, ia melihat kalender. Ia tak akan pernah lupa pada tanggal itu. Hari ulang tahun Arsya, pria yang sangat dan akan selalu ia cintai. Perlahan Abelia menghela napas. Sambil menyunggingkan senyum, ia beranjak ke kamar anaknya. Putranya yang bernama Abizhar, berumur 5 tahun. Putrinya yang bernama Aubrie, berumur 3 tahun. Abelia segera membangunkan mereka untuk mandi dan bersiap-siap. Karena mereka sulit sekali dibangunkan, Abelia menciumi pipi mereka hingga terbangun. "Ayo, bangun. Hari ini ulang tahun papa," ucap Abelia. Abizhar dan Aubrie segera bangkit dari ranjang mungil mereka masing-masing. "Oh, ya. Hari ini ulang tahun papa!" seru mereka. "Apakah kita akan menemui papa hari ini, Ma?" tanya Abizhar. "Tentu saja, Sayang. Makanya mandi, biar cepat bertemu papa." Abelia tersenyum. "Ayo, mandi, M

  • MELODI ABELIA   49. For The Love of Abelia

    Penantian Arsya berakhir sudah. Hari bahagianya bersama Abelia yang sempat tertunda kini telah terwujud. Sebuah hari bahagia di mana ia dan sang kekasih akhirnya mengucap ikrar suci dan janji untuk saling setia dalam ikatan pernikahan. Mereka mengikuti semua prosesi pernikahan yang sakral dalam suasana syahdu. Para tamu yang hadir pun ikut terlarut. Ijab kabul dan prosesi adat telah selesai dilakukan. Sekarang saatnya mereka bersanding di pelaminan mengebakan sepasang gaun pengantin hasil rancangan desainer ternama. Arsya terlihat semakin tampan dalam balutan tuxedo berwarna putih, sedangkan Abelia mengenakan gaun panjang sederhana berwarna putih yang terlihat mewah dengan taburan payet di bagian dada. Para tamu mengagumi keelokan penampilan mereka. Ditambah dengan dekorasi pernikahan yang didominasi dengan warna putih semakin membuat suasana pesta pernikahan itu begitu agung. Arsya menoleh pada Abelia, wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Keel

  • MELODI ABELIA   48. Penantian Arsya

    Kebekuan melingkupi Abelia dan Arsya sepanjang perjalanan. Setibanya di apartemen Abelia pun mereka masih saling berdiam diri tanpa sepatah kata terucap. Sambil menahan air mata, Abelia menatap Arsya. Mereka saling menatap dalam diam dengan pandangan yang redup. Suasana yang dingin pun tercipta. Semua kebahagiaan yang terjadi pada mereka belakangan ini seolah lenyap begitu saja. Abelia merasa dia harus kembali mengulang masa-masa sakit, tetapi kali ini lebih perih. Masa lalu yang kelam kembali datang menghampiri. Membuat luka yang sudah hampir sembuh kini menganga kembali. "Arsya," panggil Abelia pelan. "Lebih baik kita akhiri hubungan ini." Perlahan Abelia melepaskan cincin tunangan yang melekat di jari manisnya. Melihat itu, Arsya menahannya dan menggeleng. "Aku tidak mau, Abelia." "Lalu maumu bagaimana? Tetap menjalani hubungan sampai ke pernikahan setelah semua fakta itu?" cecar Abelia. Sejenak Arsya terdiam, lantas mengangguk. "Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan seora

  • MELODI ABELIA   47. Misery

    Suasana bahagia masih meliputi hati Abelia dan Arsya sejak hari pertunangan mereka kemarin. Mereka tak bisa menyembunyikan kelegaan akan hubungan mereka yang sudah masuk ke jenjang yang lebih serius. Kedua pihak keluarga juga sudah membicarakan persiapan pernikahan mereka yang rencananya akan dilaksanakan dalam beberapa bulan ke depan. Hanya tinggal selangkah lagi untuk benar-benar saling memiliki.Kini Abelia bisa sedikit lebih fokus pada outlet barunya yang sudah dibuka dan beroperasi. Ia sudah mempekerjakan beberapa orang karyawan yang didapatnya dari rekomendasi supplier produk jualannya. Hari-hari yang sibuk akan segera dimulai. Abelia harus membagi waktu antara mengurusi bisnis dan mempersiapkan pernikahan.Namun, Abelia tak merasakan masalah berarti karena ada Arsya yang selalu mendukungnya. Hari itu Arsya menemani Abelia mengunjungi outlet-nya yang dinamakan Abelia Mode. Selain menjual kain, Abelia juga berencana untuk memproduksi pakaian berbahan d

  • MELODI ABELIA   46. Engagement and Something

    Hari pertunangan Abelia dan Arsya secara resmi tengah berlangsung. Mereka memilih tema garden party sebagai dekorasi. Lantunan musik romantis terdengar dari sebuah band akustik yang berada di salah satu sudut taman. Nada dan melodi yang merdu itu seakan membuat para tamu terhanyut dalam kesyahduan. Keluarga dari kedua belah pihak telah datang. Abelia datang hanya bersama keluarga intinya yang sempat menginap semalam di hotel. Sementara dari pihak keluarga Arsya tidak hanya dihadiri oleh keluarga inti, tetapi juga kerabat dekat termasuk Derry dan Delisha. Semua tamu tampak menikmati suasana pesta yang hangat itu. Arsya dan Abelia berdiri berdampingan di depan sebuah dekorasi hiasan bunga bertuliskan inisial nama keduanya. Mereka mengobrol dengan para kerabat yang sebaya. Setelah para kerabat itu berlalu, Delisha berjalan mendekati Arsya dan Abelia yang tampak sibuk bercanda satu sama lain. Melihat itu, Dikta menyusul karena merasa khawatir Delisha akan membuat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status