Share

MENGINTROGASI PUTRA-PUTRIKU

"Maksudnya?" tanyaku heran.

"Itu Bu, tindih-tindihan, Ayah di atas, Tante dibawah nggak pakai baju," jelasnya sedikit emosi.

Degh!! Oh hati, tolong tetaplah baik baik saja.

Walau aku sudah mengetahui perselingkuhan suamiku berkali kali dengan beberapa wanita, tapi mengapa kesaksian anakku kali ini masih mampu membuatku seperti dijalari aliran listrik, karena ternyata mereka juga menjadi saksi kebejatan Ayahnya.

"Kakak tahu di mana Ayah melakukannya?" lanjutku bertanya.

"Di rumah Nenek, pas Ardi nggak sengaja mau pinjam sepeda buat les bahasa," jawabnya.

Aku terhenyak kaget.

"Rumah Nenek ..?! Dimana ..?! Lalu orang-orang kemana? Bukankah ada Nenek dan Bang rizal, Tante Ria dan Anak-anaknya?" tanyaku dengan hati dipenuhi keheranan. ( nama Abang Iparku dan istrinya).

"Di kamar Ayah, Nenek sama semuanya liburan, ke tempat wisata, pakai mobil Tante ay itu," jelasnya.

"Ay ...? Itu nama dia?" tanyaku, aku masih terus mengintrogasi putraku.

"Apa Ayahmu tahu kau datang? Ternyata keluarga Ayahmu tau semuanya tapi mendukung perselingkuhan mereka ya?" lirihku miris

Sakit rasanya, saat diri ini merasa terbuang dan dianggap orang asing oleh keluarga suami.

Ardi diam sejenak, menundukkan kepala seperti berpikir, lalu putraku menggelengkan kepala.

"Nggak Bu, kepala Ayah dipegangi Tante di dadanya, cuma Tante aja yang liat aku datang,"

"Lalu? Apa yang dilakukan Tante itu saat tau kau datang? Kenapa Ardi nggak marah seperti tadi waktu lihat Ayah seperti itu ke orang lain?" tanyaku semakin penasaran.

"Nggak ngerti harus gimana Bu ...? Ardi aja kaget juga heran Ayah lagi ngapain? Tahunya setelah buka warnet, makanya benci banget sama mereka," jelas putraku.

"Setelah itu Ayah dan Tante datengin Ardi, mereka bilang Ardi salah paham dan nggak tau yang sebenarnya, katanya Ibu sakit parah, sakit-sakitan, nggak boleh denger kabar buruk, Ardi harus diam kalau mau Ibu panjang umur," jelasnya lagi

Lalu Ardi menunduk dan terdiam, dia menangis terisak, tak bersuara.

Ya Allah, mungkinkah pertanyaanku menyakiti hatinya, hawa penasaranku yang ingin tahu apa saja yang mereka ketahui, membuatku memberikan Ardi banyak pertanyaan, maafkan Ibu Nak.

Akhirnya kukecup kening putra putriku.

"Sudahlah, jagoan Ibu anak hebat, jangan nangis, Adek juga, maafkan Ibu ya sayang, Ibu nggak marah dan nggak sedih kok, malah berterima kasih sama Tuhan, sama kalian juga, karena tau kebenaran ini tidak dari Ibu, kalian sudah tau sendiri, jadi Ibu mohon, jangan benci Ibu karena berpisah dengan Ayah, ini Ibu lakukan karena nggak kuat sakit hati," tuturku sambil tersenyum.

"Kalau Ibu tetap bertahan, Ibu takut tiap hari nangis terus, jadi Ibu memilih berpisah biar lebih tenang ya Nak."

Dua permata hatiku memelukku.

"Aku sayang Ibu, Ibu nggak boleh sakit nggak boleh nangis," sahut Anakku berbarengan.

Aku terharu.

"Oh ya, tapi Ayah ingin salah satu dari kalian ikut Ayah, Ibu tak mau memaksa, ayo siapa yang mau ikut Ayah, siapa yang mau ikut Ibu, dan jangan khawatir, kalian bisa saling mengunjungi, rumah nenek kan dekat," kataku tercekat dengan hati ragu.

Kalau mereka benar memilih, akhirnya Kakak dan Adik berpisah, sanggupkah aku jauh dari buah hatiku?

Aisyah berteriak dan memelukku erat.

"No ... no .... aku tak mau ikut Ayah dan Mak lampir itu!"

Ardi pun berteriak.

"Nggak sudi ikut Ayah! Aku tetap sama Ibu!"

"Jangan ada yang ikut Ayah, biarkan dia sendirian!" Ardi berkata dengan ketus.

Aku terdiam, kupandang mata indah milik Putriku, lalu bertanya.

"Adek juga tau sesuatu? Siapa yang Adek maksud Mak Lampir?"

Aisyah mengangguk.

"Tante itu sering datang ke rumah Nenek. Ayah panggil dia Ayang, terus kata Ayah, Tante itu Istrinya juga, Aisyah dibeliin banyak ice cream, jajan dan mainan, tapi Aisyah nggak mau. Aisyah buang semuanya, Aisyah marah sama Ayah dan Tante, tapi mereka kurung Aisyah dikamar sholatan belakang, aku ketakutan Bu, kalau masih suka marah ke Ayah, katanya dikurung lagi, Tante bilang ke Aisyah supaya jangan cerita ke Ibu, biar Ibu panjang umur, katanya kasian Ibu lagi sakit-sakitan, sakit parah, kalau tahu Ayah punya Istri lagi, nanti nangis terus, bisa masuk rumah sakit nggak bangun-bangun hu hu hu Aisyah nggak mau Ibu pergi, Aisyah sayang Ibu," ucapnya diselingi Isak tangis.

Aisyah menjelaskan padaku, perlakuan tak baik Ayah kandungnya bersama Renita, dia memelukku dan menempelkan pipinya di pipiku.

Bisa-bisanya dua manusia laknat itu berbohong dan mengancam anakku.

Ibu mertuaku, apa kabarnya? Apakah dia juga tak peduli aku? Wanita yang memilih dan menjodohkan aku dengan putranya, Danu.

apakah dia juga membenciku, seperti anaknya? Dan tetap membela kelakuan putranya?

"Kalau begitu kalian tak perlu lagi kerumah Nenek, kalau ternyata di sana membuat mental kalian tak baik-baik saja," ujarku dengan geram.

Ardi bangkit, lalu berlari masuk kamar, tak berapa lama dia keluar dengan membawa segepok uang.

Mataku menyipit, heran.

"Uang siapa itu Nak?" tanyaku.

"Ibu, ini uang dari Tante, katanya boleh buat beli HP dan sisanya disimpan buat jaga-jaga kalau Ibu jatuh sakit, Ibu punya penyakit parah, katanya bisa masuk rumah sakit, dia bilang, Ayah bosan karena Ibu selalu sakit-sakitan, ngabisin banyak uang, aku nggak boleh tanya atau cerita ke Ibu, biar Ibu panjang umur, tapi uangnya nggak Ardi pakai sama sekali Bu," jelasnya.

Lagi dan lagi kutarik napas dengan kuat dan mengembuskan dengan kasar.

tenang, tetap tenang. Bismillah.

"Ya sudah, Kakak sama Adek, jam berapa ini, kesiangan nggak sekolahnya, sekolah ya biar tambah pinter, jadi orang kaya raya, Aamiin Yra," gurauku agar putra-putriku tidak lagi diliputi kesedihan.

"Uang itu simpan z dulu Nak," pintaku ke Ardi.

"Telat sebentar nggak apa Bu, nanti permisi aja ke Ibu Guru, bilang kalau ada kepentingan keluarga gitu Bu, tapi Aisyah diantar Ibu ya," pinta Aisyah.

"Ardi juga berangkat Bu, nggak apa telat dikit, ini uangnya Ibu aja yang simpan. Assalamualaikum Bu, Ardi berangkat ya." Ardi mencium punggung tanganku dan memberikan uang yang dipegangnya, di situ tertulis nominal lima juta, aku juga tak sudi mengunakannya, biarlah aku simpan dulu, disaat yang tepat akan aku kembalikan, lalu aku mengantar Aisyah ke sekolahnya

Hanya dua puluh menitan jarak rumah dan sekolah, Ibu Guru mengijinkan Aisyah masuk kelas, aku pun melaju ke arah pulang.

Sampai di rumah, kulihat beberapa orang mencariku, mereka menanyakan jualanku, aku meminta maaf pada mereka, terpaksa hari ini aku libur, selain mood-ku lagi tak baik baik saja, ada hal yang ingin kulakukan.

Aku ambil ponselku untuk membuat status libur.

Kulihat sudah ada beberapa pelanggan yang menanyakan daganganku, satu persatu aku balas jualanku libur dulu beberapa hari.

Ternyata ada satu chat dari sahabat baikku alumni SMA dulu, tetangga 1 gang dengan Ibu mertuaku, namanya Shella, dia mengirimkan dua buah foto sepertinya.

Aku buka chat dari Shella, dan ... aku terkejut.

Mulutku menganga, karena melihat gambar yang Shella kirim ke ponselku.

Satu foto, Suamiku sedang dipeluk erat perempuan yang dipanggil Tante dan Mak Lampir oleh anakku.

mereka sedang belanja di Mall besar di kota.

Satu foto lagi mereka sedang berdua sedang di atas sepeda motor sport mahal, pelakor itu sedang menempel rapat dan melingkarkan tangannya di pinggang suamiku.

Ternyata kejadian kemaren tak membuatnya bersedih, malah makin menikmati percintaan haramnya.

Ya Allah apalagi ini, tak ada lagi rasa malu mereka mengumbar kemesraan, aku sebagai istri sahnya benar-benar merasa diinjak-injak harga diriku, namun kenapa aku yang malah takut melabrak mereka, aku ciut nyali.

Kemana pula suami si pelakor itu? Apa dia tak tau perselingkuhan Istrinya? Apa perlu aku mengadu dan mengirim bukti foto ini ke suaminya?

Begitu banyak pertanyaan kepalaku.

Ya Allah, cengeng sekali aku, lagi-lagi aku menangis, menatap wajah suami yang kurindukan, dia begitu tampan memang dengan balutan pakaian mahal dan barang mewah.

Dia sama sekali tak peduli dan tak pernah ingin tau kabar anak-anaknya.

Dia merasa hidupnya seperti ABG, yang tak punya beban hidup dan tanggung jawab.

Aku tertawa tapi mataku meneteskan air mata, Ya Allah, tolong jaga kewarasanku, menghadapi kelakuan pelakor dan pebinor itu, apa yang harus kulakukan untuk membahagiakan diriku? Juga membalas sakit hatiku?

Ingin rasanya aku pergi ke orang pintar, belajar ilmu menghilang, lalu menghampiri suamiku dan selingkuhannya, mencakar dan menjambak rambutnya, menyeret tubuh mereka di keramaian orang-orang saat mereka sedang berbuat mesum.

"Astagfirullah," jahatnya aku.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Oxel Ghaisanara
aku tau banget rasanya ini....
goodnovel comment avatar
Viala La
slmatkan mental anak2
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
aku tahu bagaimana rasanya ini.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status