Share

BAB 4 : Umpatan mertua

"Mas mau ngapain?" mata Sarah membola saat melihat suaminya justru melepas handuk yang tadinya melilit tubuhnya.

Anton menyunggingkan senyum penuh arti. Dengan mengedipkan manja sebelah matanya.

"Sarah, istriku, sayangku, cintaku ... Mas ingin membahagiakanmu. Membelai lembut, dan memberimu kehangatan sayang"

Sarah menyimpulkan senyum terindah untuk suaminya tercinta. Anton menerima segala sajian terbaik yang diberikan Sarah. Nafas mereka bersahut-sahutan satu sama lain mencapai puncak kenikmatan.

"Terima kasih Sayang, kau memang yang terbaik" puji Anton pada Sarah dengan nafas yang terengah-engah seperti halnya orang yang tengah selesai berolah raga berat.

"Mas Anton juga pastinya sangat hebat juga perkasa" Sarah pun membalas pujian suaminya.

Tentulah pujian Sarah membuat Anton merasa bangga sebagai seorang lelaki.

Adzan magrib berkumandang, Sarah gegas berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Karena di rumah sederhana ini kamar mandi hanya satu, Sarah harus mengantri menunggu Ros selesai mandi.

Sudah menjadi kebiasaan Ros, mandi selalu mendekati Adzan magrib.

Tok... tok... tok...

"Ros ... Masih lama?"

"Makanya kalau berhubungan tau diri dan waktu. Bukannya siap-siap sholat kamu malam enak-enakan. Dasar perempuan gatel, mintanya digaruk terus" cerocos Dewi pada Sarah.

Sarah merasa tidak enak hati mendengar jawaban ibu mertuanya itu, apalagi tadi Dewi menatap sinis ke arah Sarah, saat Anton membopongnya mesra.

Sarah hanya menunduk malu. Tidak sanggup menatap ke arah Dewi, apalagi menjawabnya.

Padahal, bukan keinginan Sarah berhubungan dengan suami tadi. Tapi untuk menolak pun Ia takut berdosa.

"Bu ... Jangan terlalu keras berbicara dengan Sarah. Dia masih baru di kelurga kita"

Anton yang mendengar Ibunya memarahi Sarah, ternyata membela istrinya. Hal ini membuat Dewi semakin tersulut emosi dan tidak menyukai Sarah.

"Kamu bela terus dia. Lama-lama dia besar kepala dan tidak menghargai Ibu sebagai mertuanya," Ucap Dewi kesal pada anak sulungnya.

"Apaan sih ribut-ribut" ucap Ros yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Ros menatap tajam mata Sarah. Tampak sekali Ia juga tidak menyukai Sarah. Ros merasa semenjak Anton menikah, kasih sayang kakaknya sangat berkurang dari biasanya.

"Sudah Mas,"

Sarah memegang lengan suaminya. Memberikan isyarat mata agar Anton tidak lagi menjawab perkataan Dewi.

Anton mengangguk, dan menuntun Sarah masuk ke dalam kamar mandi.

Prang! Terdengar suara panci yang jatuh ke lantai.

"Dasar menantu gak tahu diri, kerja aja nggak ada yang beres. Bisanya cuma nyusahin aja."

Dewi mengatai Sarah sesuka hatinya, tanpa memikirkan perasaan menantunya itu. Sedangkan Sarah yang berada di dalam kamar mandi merasakan hatinya begitu berdenyut nyeri.

"Mas ...," Kata-kata Sarah terhenti namun air matanya mengalir deras.

"Sabar sayang," Anton memeluk istrinya sembari menguatkan.

"Kenapa Ibu membenciku Mas? Apa salahku?"

Air mata Sarah terus berjatuhan, Ia sangat merasakan hati yang begitu perih sebab kebencian Dewi padanya. Siapapun pasti tidak akan ada yang betah jika hidup se rumah dengan mertua yang sangat julid. Pun begitu Sarah.

Di usia seminggu pernikahan Sarah, seharusnya Ia berbahagia dengan suaminya. Namun kenyataannya tidak demikian. Batinnya selalu terluka sebab memang sengaja ditoreh luka oleh mertuanya sendiri.

“Sayang... Apakah Sarah mau kita punya rumah sendiri dan tidak menumpang lagi dengan Ibu?” Anton bertanya pada Sarah sambil berusaha menatap mata istrinya.

Sarah membalas tatapan Anton dengan tatapan mata sayu, sisa-sisa air matanya tadi masih jelas membasahi pipinya yang putih.

“Tapi kita gak ada uang Mas, Apalagi ... Jika harus membuat rumah. Tolong jangan terlalu memaksakan diri, Mas.”

Sarah yang masih kecewa dan sedih, tetap tidak ingin membebani suaminya. Biarlah Ia saja yang tersakiti hatinya dengan keadaan ini. Asalkan suaminya masih tetap bahagia dan selalu bisa berbakti pada Dewi.

“Begini sayang ....” Anton mengelus rambut panjang dan lurus Sarah.

Sarah terlihat begitu antusias memperhatikan dan mendengarkan setiap kata yang akan diucapkan suaminya.

“Mas dengar di Taiwan ada lowongan pekerjaan sebagai ART, dan gajinya juga lumayan besar, kalau tidak salah sekitar 10 juta rupiah perbulan. Sedangkan tempat tinggal dan makan sudah ditanggung majikan. Tetangga Mas yang bernama Titin cuma kontrak 5 tahun saja tapi sudah bisa bangun rumah yang bagus. Dia juga sekarang sedang merintis usaha yang lumayan. Ya, bisa dikatakan modal awalnya hanya kontrak kerja sebagai TKW itu,” ucap Anton pada Sarah seraya membasahi tubuh istrinya dengan air.

Anton memandikan Sarah dan membantu menyikat punggung istrinya. Meskipun mereka terlihat bahagia mandi bersama. Kenyataannya saat ini pikiran Sarah masih dipenuhi dengan ucapan Anton mengenai peluang menjadi TKW di Taiwan.

Sarah belum menjawab apapun yang suaminya ucapkan. Ia memilih diam dan berfikir.

Sedangkan Anton membiarkan Sarah berpikir dahulu. Anton juga tidak ingin memaksakan kehendaknya. Biarlah istrinya yang menentukan semuanya.

"Hey Sarah ... Keluar! Mau berapa jam kau di kamar mandi itu. Ini bukan rumahmu. Jadi kau jangan seenaknya berkuasa"

Tiba-tiba Dewi kembali berteriak-teriak memarahi Sarah.

Sarah yang sedang mandi dengan suaminya, dengan sigapnya mengguyur seluruh tubuhnya dan memakai pakaian. Ia merasa tidak enak hati dengan mertuanya.

Di luar kamar mandi, Dewi sudah berdiri dengan menopang kedua tangannya di pinggang sambil menatap ke arah Sarah tajam.

"Ma-af Bu," ucap Sarah menunduk karena takut membalas tatapan Dewi.

"Maaf terus, makanya kerja. Jangan cuma taunya nyusahin suami" jawab Dewi ketus pada Sarah.

=====

Sarah menangis di setiap sujudnya. Mengadukan keperihan hatinya pada Tuhan. Sekuat hati ia bertahan, tetap saja ada rasa lelah dan sakit yang tidak tertahankan.

Luka di tubuh mungkin bisa sembuh dengan mudah, namun jika hati yang tergores sebab lidah, bagaimana mungkin dengan mudahnya ia sembuh?

"Sayang, kamu sabar ya, mungkin Ibu tidak bermaksud berkata seperti itu."

Meskipun Anton mendengar sendiri cacian, umpatan juga makian pada istrinya yang dilakukan oleh Dewi, Ia tetap tidak ingin menyalahkan ibunya.

"Iya Mas, Aku mengerti" sahut Sarah. Namun mata dan hatinya tidak bisa berbohong. Tetap saja hatinya masih begitu terluka.

"Sarah, bagaimana pendapat kamu tentang pekerjaan TKW yang Mas sampaikan tadi?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status