Share

BAB 3 : Mas, Aku malu diliatin Ibu

Anton adalah anak sulung dari pasangan Dewi dan Firdaus. Setelah Firdaus bapaknya meninggal, Antonlah yang menjadi tulang punggung keluarga. Anton begitu sangat menyayangi Ibu dan adik perempuannya melebihi apapun di dunia ini. Bahkan sekalipun ia telah menikah dengan seorang gadis manis yang sangat baik, tetap saja posisi Ibu dan Adiknya tidak akan pernah tergantikan posisinya di hati Anton.

Bertahun-tahun Anton dan Sarah menjalin asmara, tidak pernah sekalipun Sarah mengkhianatinya. Tidak jarang mereka harus LDR, karena Sarah harus bekerja sebagai ART di Jakarta.

Anton sadar penghasilan sehari-harinya hanya cukup menafkahi kebutuhan pokok untuknya, Ibu dan Adiknya saja. Untungnya Sarah tidak pernah mempermasalahkan prihal ekonomi meskipun Anton tidak mencukupi kebutuhan hidup Sarah bahkan saat mereka sudah menikah.

“Ton, kamu ngapain? Ibu mau menyampaikan sesuatu.” Ucap Dewi pada anak lelakinya, saat Anton baru keluar dari kamar mandi.

“Mau ngomong apa Bu?” tanya Anton merasa heran, karena Ibunya celingukan seperti ingin menyampaikan hal yang sangat penting dan tidak ada orang lain yang boleh mendengar.

“Ikut Ibu!” jawab Dewi, wanita paruh baya itu menarik lengan anak sulungnya dan membawanya ke kebun belakang rumah.

Di kebun belakang rumah ini sangat banyak pohon pisang yang sengaja ditanam Anton, untuk menambah kebutuhan pokok keluarga mereka. Semilir angin sore ini membuat tubuh Anton yang hanya berbalut handuk merasakan udara yang cukup dingin yang menyapa disetiap lapisan kulitnya.

“Bicaralah Bu, apa yang ingin Ibu sampaikan? hingga harus membawaku ke sini?.”

“Istrimu ke mana?” tanya Dewi berbisik seolah tidak ingin Sarah mendengar pembicaraan ini.

“Ada di kamar Bu,” jawab Anton cepat.

“Maaf Anton, bukannya Ibu bermaksud apa-apa. Tapi ...," ucapan Dewi seketika terhenti.

"Tapi apa Bu? jangan buat Anton semakin penasaran Bu," pinta Anton pada Dewi.

"Begini Nak, semenjak kamu dan Sarah menikah, keuangan keluarga kita semakin sulit. Apalagi sekarang Sarah sudah tidak bekerja lagi ...," Dewi kembali menghentikan ucapannya. Namun kini matanya mulai mengembun.

"Lantas apa hubungannya dengan Sarah sudah tidak bekerja lagi Bu? sekarang Sarah adalah istriku. Ia sudah menjadi tanggung jawabku sebagai suami." jawab Anton cepat seraya memberi penjelasan pada Ibunya

"Tapi Anton, selama ini kita hidup hanya pas-pasan, ekonomi sudah cukup sulit. Kalau ditambah lagi beban perut yang lain, bagaimana mungkin ... maksud Ibu, jika ekonomi kita seperti ini terus, Ibu sangat prihatin jika nanti kamu dan Sarah sudah memiliki anak ...," Imbuh Dewi lagi sembari menghela nafas.

"Maksudnya apa Bu? aku semakin heran dengana kata-kata Ibu yang sepertinya terlalu berputar-putar tidak pada intinya," jawab Anton cepat.

Dewi menatap dalam mata anak sulungnya itu. Jika sudah seperti ini, itu artinya Dewi ingin Anton mendengar dan mengikuti apa yang ia inginkan.

“Anton ... dengarkan Ibu baik-baik. Ibu dengar kabar baik dari tetangga kita. Hmmm ... kamu tahukan Bu Erna? Sekarang mereka sedang bangun rumah yang bagus. Katanya itu gaji anaknya Titin yang saat ini berja di Taiwan. Gaji di sana besar sekali Ton, ART aja bisa dapat 10 juta perbulan. Bayangkan aja Ton, kalau sekali kontrak 5 tahun perbulannya 10 juta. Pasti setelah itu kita semua bisa hidup enak punya uang tabungan dan rumah yang bagus Ton,” Jelas Dewi sambil terseyum penuh arti, seolah tengah membayangkan memiliki uang yang cukup banyak.

“Maksud Ibu bagaimana? Ibu mau Aku kerja ke Taiwan?”

“Ih, kamu kok agak g*blok banget sih Ton. Susah payah Ibu memberi kamu penjelasan. Maksud Ibu, mumpung kamu dan Sarah masih muda dan belum punya anak, ada baiknya Sarah kerja di Taiwan dulu 5 tahun ini untuk ngumpulin modal usaha dan buat rumah. Supaya nantinya kalau kalian punya anak udah gak kesusahan lagi ekonominya.”

jawab Dewi cepat.

“Ooo begitu” jawab Anton sambil menganggukkan kepala.

“Saran ibu ada benarnya juga. Ini kesempatan emas selagi Sarah belum hamil” batin Anton sangat menyetujui saran Ibunya.

Anton mulai berfikir bagaimana caranya agar ia bisa membujuk Sarah mau bekerja ke Taiwan. Sedangkan mereka baru saja menikah belum genap seminggu.

Apalagi dalam lubuk hati Anton yang paling dalam, ia juga belum sanggup jika harus berpisah dengan Sarah. Namun, lagi-lagi ia tidak ingin mengecewakan keinginan ibunya.

"Pepisahan ini bukanlah perpisahan yang lama. cukup 5 tahun saja. Setidaknya setelah itu Aku dan Sarah akan bisa hidup bahagia. Pun begitu anak-anak kami nantinya," Batin Anton berucap lagi seraya menguatkan hatinya sendiri.

“Eh, bagaimana Nak? Kamu setuju nggak?” tanya Dewi lagi pada Anton yang masih termenung.

“Kalau Anton setuju Bu, tapi apakah Sarah mau? Apalagi kami baru saja menikah Bu,”

Anton masih sangat ragu, apakah Sarah menerima kenyataan jika harus berhubungan jarak jauh ini atau bahkan ia akan menolak?

Lelaki itu tidak mampu menerka-nerka apa yang akan menjadi keputusan Sarah nantinya.

“Ya di sinilah tugas kamu selaku suami yang membujuknya” jawab Dewi ketus sambil berlalu meninggalkan Anak sulungnya yang masih berada dalam kebimbangan.

Huft ... Anton metarik nafas kasar.

Di satu sisi ada rasa tidak ingin berpisah dengan Sarah, di sisi lain Anton juga tidak ingin mengecewakan dan menolak keinginan Ibunya. Saat ini, Anton seperti berada di antara dua pilihan yang sangat sulit dan membagongkan.

======

“Mas, dari mana aja? Kok Cuma handukan gitu?” tanya Sarah heran saat mereka berpapasan di dapur.

“Eh, Ia sayang, tadi Mas lagi cari angin sayang,” jawab Anton memeluk tubuh istrinya dari belakang.

Anton ingin menyampaikan apa yang saat ini menjadi beban pikirannya pada Sarah. Namun, lidahnya serasa kelu untuk berucap. Apalagi harus meminta istrinya bekerja ke luar negeri. Sedangkan tanggung jawab ekonomi keluarga seharusnya Ia lah yang harus memenuhi.

"Sarah ...," ucapan Anton terhenti.

"Iya sayang" sahut Sarah sambil berbalik arah menatap wajah suaminya.

Saat ini Sarah dan Anton saling menatap satu sama lain. sedangkan tangan Anton masih terus merangkul pinggul istrinya.

Tiba-tiba saja Anton membopong tubuh Sarah.

"Mas ... turunkan aku Mas." Rengek Sarah karena malu, sebab ia tidak enak hati dengan Ipar dan Mertuanya jika mereka melihat.

Anton tidak memperdulikan permintaan istrinya. Ia terus membopong tubuh Sarah menyusuri dapur juga melewati ruang keluarga, menuju kamar mereka.

“Mas, Aku malu diliatin Ibu.” Bisik Sarah pada suaminya, namun ia hanya bisa tersenyum dan pasrah dengan perlakuan romantis suaminya.

“Biarin Sayang, Ibu juga dulu pernah muda. Pasti juga mengalami masa seperti kita sekarang ini” jawab Anton yang justru mengecup bibir merah muda Sarah.

Sesampainya di dalam kamar, Anton segera menutup pintu dan membaringkan tubuh Sarah di atas ranjang.

"Mas, mau ngapain?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status