Sarah yang hatinya sedang patah dan sakit, ingin rasanya ia pergi dari rumah itu. Namun, rasa cintanya yang teramat sangat membuat ia harus rela dan bertahan.
"Apapun keputusan Mas Anton, itulah yang terbaik. Aku akan ikuti Mas, apapun itu" jawab Sarah tanpa ragu."Berarti kamu setuju sayang? yakinlah sayang, ini hanyalah perpisahan sementara juga singkat. Dan semuanya demi kebahagiaan kita nantinya," imbuh Anton lagi agar Sarah tidak ragu dengan keputusannya.Air mata Sarah terus mengalir, mengingat masa-masa sebelum Ia pergi berangkat sebagai TKW. Wanita itu teringat kembali kata-kata suaminya yang menjanjikan kebahagian jika ia mau pergi ke Taiwan.Sarah juga kembali teringat mertuanya yang tiba-tiba berubah menjadi 360 derajat saat mengetahui Sarah bersedia pergi bekerja ke Taiwan, pun begitu juga Ros iparnya."Sarah, Ibu dengar dari Anton kamu mau bekerja ke Taiwan Nak?"Prang! seketika gelas yang baru saja dipegang Sarah terlepas dari tangannya.Dengan rasa takut juga khawatir akan dimarahi Ibu mertuanya, Sarah dengan sigap membersihkan puing-puing pecahan kaca. Jantungnya berdetak tidak karuan. Tentu saja karena ia sangat merasa ketakutan, dan juga canggung sebab hatinya sudah sangat terlalu sakit dengan semua makian dan hinaan Dewi."I-iya Bu, in syaa Allah" jawab Sarah sambil terus berusaha tenang dan tetap membersihakan pecahan gelas yang tengah berserakan di lantai."Biar Ros saja yang membersihkan pecahan gelasnya Nak, kamu duduk di sini Rah, dekat ibu."Kala itu, Dewi berucap dengan sangat lembutnya, hingga Sarah merasa seperti ada sesuatu yang aneh terjadi pada Dewi.Sarah hanya terdiam, Ia masih sangat bingung antara harus merespon apa ucapan mertuanya. Selain ia takut salah dalam menjawab, ia juga ragu untuk memutuskan harus mengikuti ajakan mertuanya itu atau tidak."Tapi Bu, kerjaan di belakang belum selesai. Sarah baru selesai mencuci pakaian, sedangkan pakaiannya belum dijemur" Jawab Sarah menolak halus ajakan Dewi."Ndak masalah Nak, biar Ros nanti yang jemurin pakaiannya. Toh di situ juga ada baju-baju dia, biar dia bisa belajar mandiri seperti Sarah" imbuh Dewi lagi."Ih, Ibu apaan sih, kok jadi Aku. Kan itu ...," Belum selesai Ros berucap, Dewi langsung menyelanya."Hussst ... Kapan lagi kamu belajarnya Ros, jangan terlalu manja!"Dengan langkah terpaksa Ros berjalan melakukan apa yang diperintahkan ibunya. Sesekali Ia juga menghentak-hentakkan kakinya ke lantai sebagai isyarat kesal dengan perubahan sikap Dewi.Sedangkan Sarah, Ia berjalan mendekati Dewi dengan langkah ragu dan rasa takut yang masih saja tersisa di hatinya."Apa sebenarnya yang Ibu inginkan? Kenapa Ibu tiba-tiba saja berubah baik padaku? Apa jangan-jangan ...,"Sarah berspekulasi dalam hatinya, tapi Ia tidak ingin terlalu cepat menyimpulkan sehingga menimbulkan seudzon."Mungkin saja Ibu benar-benar telah berubah," batin Sarah seraya berusaha berfikir positif."Sarah, sudah makan Nak?"Sarah menggelengkan kepalanya, sebab dari dua hari lalu, Ia bahkan tidak diizinkan makan jika seluruh pekerjaan rumah belum selesai.Sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, Sarah belum menunaikan hak perutnya sedari kemarin sore. Tentu Ia merasakan sensasi lapar yang cukup mengganggu.Baru saja Ia mengambil gelas untuk minum dan mengganjal sedikit rasa lapar itu, tiba-tiba Saja Dewi mengejutkanya hingga Ia tidak jadi melepas sedikit dahaga dan lapar dengan tegukan air minum."Kalau begitu makan dulu yang banyak Rah, agar kamu tidak lapar Nak, sebentar ibu ambilin nasinya." Ucap Dewi yang seraya beringsut ke dapur."Ti-tidak usah Bu, biar Sarah ambil sendiri" jawab Sarah yang merasa tidak enak hati."Ndak apa-apa Nak, Sarah pasti lelah. Biar Ibu aja yang ambilin"Dengan cepat Sarah menyantap semua makanan yang tersaji di depannya. Meskipun ada sedikit rasa segan di benaknya sebab sedari tadi Dewi terus saja memperhatikan setiap suapan yang ia masukkan ke mulut."Makan yang banyak Nak." Lagi-lagi Dewi membuat pikiran dan hati Sarah dipenuhi tanda tanya.Sikap Dewi benar-benar tidak seperti biasanya, sebelumnya Dewi selalu memaki Sarah dengan kata-kata kasar dan juga Menganggapnya beban hidup. Kali ini justru bentuk perhatian juga kepedulian yang Ia berikan pada Sarah.Apakah Dewi telah berubah?Bulir-bulir bening mengalir deras menemani setiap langkah wanita hamil itu. Ia tidak kuasa menahan air matanya agar tidak tumpah. Di kecewakan dan di sakiti orang yang paling ia cintai, itulah yang membuat hatinya semakin berdenyut perih dan menyisakan luka sebegitu nyerinya."Kenapa kamu berubah Mas? Tidak adakah tersisa cinta di hatimu lagi untukku? Bukankah aku tidak pernah sekalipun mengkhianati kamu Mas? Bahkah kamu juga tahu itu kan?" Lirih Sarah berucap pada dirinya sendiri.Tiga jam berjalan kaki, Sarah akhirnya sampai tepat di depan rumah orang tuanya. Lelah yang teramat sangat membuat tubuhnya yang juga sedang mengandung seolah mati rasa.Brug! Tubuh Sarah ambruk hingga tersungkur tepat saat kakinya menginjakkan teras rumah masa kecilnya. Rumah yang dipenuhi kenangan indah saat ia kecil dulu, ya, itulah rumah kedua orang tuanya."Astaghfirullah ... Huft," Lirih Sarah dengan nafas yang tersekat-sekat.Wanita itu akhirnya tidak sadarkan diri.====="Pak, gimana kondisi anak ki
Sudah tiga hari wanita malang yang tengah hamil itu, dirawat di Rumah Sakit. Sampai sekarang tidak ada seorangpun dari keluarga Anton, termasuk Anton sendiri yang menjenguknya.Ratna, wanita paruh baya itu selalu menitikkan air mata saat melihat putri semata wayangnya. Meskipun Sarah Al-ghina selalu berusaha tegar, tapi tetap saja ia belum bisa menyembunyikan kepedihan hatinya dengan sempurna.Tok... Tok... Tok... Pintu ruang rawat Sarah di ketuk."Silahkan, masuk." Sahut Ratna sembari menghapus cepat sisa air mata di pipinya."Maaf, Bu, Saya mau mengantarkan sarapan" ucap seorang wanita yang berprofesi sebagai petugas pengantar makanan, sambil meletakkan makanan tepat di atas nakas samping ranjang Sarah."Terima kasih, Dek" jawab Ratna dengan suara sedikit parau.Wanita petugas pengantar makanan itu mengangguk cepat sambil tersenyum, dan beringsut pergi melanjutkan tugasnya ke ruang-ruang lainnya. Sedang Sarah, masih tertidur dengan pulas, sebab semalaman ia menangis dalam tidurnya.
"Sarah, ini terkait pernikahanmu dengan Anton, selama Sarah tinggal bersama ibu dan bapak, kami tidak pernah sekalipun mendapati Anton dan keluarganya mengunjungi atau bahkan sekedar menanyakan kabar Sarah dan bayi yang kamu kandung ...."Yusuf menghentikan ucapannya sejenak. Mencari kata yang tidak menyakiti dan melukai hati putrinya."Begini Nduk, maksud Bapak kamu barusan, apakah kamu dan Anton sedang ada masalah?" Ratna Akhirnya menyambung ucapan suaminya.Sarah terdiam sejenak, namun matanya kini berkaca-kaca. Wanita hamil yang sudah mendekati hari perkiraan lahir itu pun menundukkan kepalanya. Entah apa yang saat ini ada dalam benaknya."Nduuuk ...," Ratna kini mengelus punggung Sarah. Sebagai seorang ibu, Ia tahu bahwa Sarah saat ini sedang tidak baik-baik saja."Ibu ... Hik ... Hik ... Hik ..." Sarah justru memeluk Ratna dan menangis terisak dalam pelukan Ibunya.Hah! Yusuf menarik nafas kasar, Ia juga turut merasakan kesedihan yang putrinya rasa. Karena tanpa sadar, mata lela
Yusuf yang baru saja ingin berangkat ke sawah sore itu, berlari dengan paniknya menuju sumber suara. "Ada apa Bu?" tanya Yusuf dengan wajah panik dan keringat bercucuran."Pak, Sarah kontraksi Pak. Ayok kita bawa ke Puskesmas Pak. Sepertinya Sarah sudah ingin melahirkan, Pak""Yok Bu, tunggu sebentar. Biar bapak cari becak" ucap Yusuf sambil berlari ke luar. Pria paruh baya itu bahkan tidak sempat lagi memakai alas kaki.Yusuf terus berlari hingga ke persimpangan tempat biasa para tukang becak mangkal. Memang jarak cukup dekat hanya 150 m saja. namun, sangking paniknya, Yusuf bahkan tidak ingat sama sekali seharusnya ia menggunakan sepeda ontelnya untuk menghemat waktu.huh... hah... huh... hah... nafas Yusuf kini tersengal-sengal."Suf, kamu kenapa ngos-ngosan begitu, kayak baru dikejar-kejar anjing gila saja" cerocos Yadi, tukang becak teman SD Yusuf."Di, tolong ke ru, huh ... hah ...." "Kamu mau minum? duh, gimana ya Suf. Bukannya aku gak niat ngasi, tapi baru aja air bening yan
Malam tadi, Sri marah dan merajuk pada Anton yang tidak bisa membuat ia bahagia. Sebab Anton tidak pernah bisa memenuhi semua apa yang ia ingin. Karena rasa cinta yang lelaki itu rasa, juga sebab ada rasa takut kehilangan, akhirnya Anton merencanakan sebuah perjalanan romantis bersama pacarnya, Sri.Mendengar ajakan Anton yang ingin melakukan perjalanan romantis dengannya, membuat Sri bahagia. Wanita itu sudah membayangkan akan menikmati hari-hari yang luar biasa, dengan pergi ke tempat wisata, menginap di hotel yang nyaman. menghabiskan waktu berdua berbagi peluh. tapi nyatanya Anton hanya bisa membawa Sri pergi ke pantai dengan motornya, itupun motor yang Anton beli dari hasil kerja keras Sarah.Ketika mereka memulai perjalanan, Anton merasa sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama wanita tambatan hatinya itu. Namun, sepanjang perjalanan, Anton mulai merasa ada yang berbeda. Sri terlihat acuh tak acuh pada dirinya. Bibir gadis itu merengut sebab rajuknya, Ia bahkan tidak ingi
Sarah, wanita itu kini resmi menyandang status sebagai ibu muda yang baru saja melahirkan bayinya, namun kebahagiaannya sebagai seorang ibu belumlah sempurna. Apalagi suaminya, Anton, meninggalkannya begitu saja. Anton meninggalkannya dengan kejam, membuangnya seperti kotoran yang menjijikkan. Wanita itu tidak bisa pungkiri kesedihan hatinya yang begitu mendalam."oeee ... oeee ..." tangis bayi Sarah memecah kesunyian malam. Bayi yang saat ini berusia 3 hari itu menangis kejar. Padahal baru dua jam lalu Sarah berhasil membuatnya tertidur.Sebagai seorang ibu baru, tentu Sarah merasakan kelelahan yang teramat sangat. Ya, lelah fisik juga mental membuat wanita itu sangat sulit untuk berfikir jernih."Kenapa Nduk? sini bayinya biar ibu yang jaga. Kamu istirahat saja" ucap Ratna pada putri semata wayangnya."Hmm, ndak apa-apa, Bu. Biar Sarah saja. Ibu istirahat saja" Sarah menolak tawaran ibunya, sebab ia tak ingin repotkan Ratna. Benak wanita itu dipenuhi rasa tidak percaya kepada si
"Sarah ... Istighfar Nduk" Yusuf dengan sigapnya menjuahkan Sarah dari si bayi mungil tanpa dosa sembari memeluk sang putri demi menenangkan.Wanita malang yang kini tengah sakit mentalnya itu menangis sesunggukan. Ia sadar telah berbuat salah karena ingin mencelakai buah hatinya. Namun terkadang itu begitu spontan, halusinasi yang tiba-tiba membuat wanita itu berubah menjadi seseorang yang sangat aneh.Sementara Ratna hanya bisa menangis dengan tubuh gemetar seraya membopong sang cucu. Dua kali sudah ia menyaksikan sendiri bahwa Sarah bisa tidak terkontrol jika ditinggal sendiri. Hal Itu menjadi pertimbangan wanita paruh baya itu tidak bisa membiarkan sang cucu bersama-sama dengan ibunya, tanpa pengawasan. Kini Ratna yang masih gemetar hebat, seolah kakinya terasa berat tidak mampu membopong berat tubuh yang tidak seberapa. Wanita paruh baya itu memilih duduk di tepian teras rumahnya, yang terbuat dari semen kasar tanpa plesteran."Tuhan, sembuhkan Anakku. Sembuhkan Sarah." Hanya a
Usai menyuapi Saka makan, Sarah memutuskan menemui kedua orang tuanya. Ada hal yang ia pertimbangkan untuk masa depan anak semata wayangnya. Sarah menggendong Saka ke luar rumah menemui kedua orang tuanya.Di halaman rumah mereka yang cukup luas, terlihat Ratna dan Yusuf menjemur padi. Keringat yang tak henti mengucur dari setiap kening mereka, sebab matahari bersinar sangat terik siang ini."Bu, Pak" panggil Sarah seraya berjalan mendekati Ratna dan Yusuf."Ada apa, nduk?" tanya Ratna menghentikan pekerjaannya yang tadinya membolak balik padi yang tengah ia jemur."Ada yang ingin Sarah sampaikan, Bu, Pak"Ratna dan Yusuf saling melempar pandangan. Pikiran kedua paruh baya itu bergelayut dipenuhi tanda tanya tentang apa yang ingin putri semata wayang mereka sampaikan.Yusuf menganggukkan kepala memberi kode agar Ratna terlebih dahulu menyusul Sarah. Setelah beberapa saat Ratna dan Sarah beranjak kembali ke rumah, akhirnya Yusuf menyusul anak dan istrinya."Assalamu 'alaikum" ucap Yusu