Home / Rumah Tangga / MEMILIH BERPISAH / BAB 7 : Pertanyaan Yusuf

Share

BAB 7 : Pertanyaan Yusuf

Author: Ray
last update Last Updated: 2023-04-15 10:31:50

Sudah tiga hari wanita malang yang tengah hamil itu, dirawat di Rumah Sakit. Sampai sekarang tidak ada seorangpun dari keluarga Anton, termasuk Anton sendiri yang menjenguknya.

Ratna, wanita paruh baya itu selalu menitikkan air mata saat melihat putri semata wayangnya. Meskipun Sarah Al-ghina selalu berusaha tegar, tapi tetap saja ia belum bisa menyembunyikan kepedihan hatinya dengan sempurna.

Tok... Tok... Tok... Pintu ruang rawat Sarah di ketuk.

"Silahkan, masuk." Sahut Ratna sembari menghapus cepat sisa air mata di pipinya.

"Maaf, Bu, Saya mau mengantarkan sarapan" ucap seorang wanita yang berprofesi sebagai petugas pengantar makanan, sambil meletakkan makanan tepat di atas nakas samping ranjang Sarah.

"Terima kasih, Dek" jawab Ratna dengan suara sedikit parau.

Wanita petugas pengantar makanan itu mengangguk cepat sambil tersenyum, dan beringsut pergi melanjutkan tugasnya ke ruang-ruang lainnya. Sedang Sarah, masih tertidur dengan pulas, sebab semalaman ia menangis dalam tidurnya. Hingga dada Sarah kembang kempis menahan sesak yang teramat sangat.

Malam tadi, wanita hamil itu menutup erat mulutnya dengan tangan kanan, sedang tangan kiri mencengkeram kuat dadanya yang sesak tak tertahan. Matanya menatap ke langit-langit dengan pandangan yang begitu memilukan. Ia tak ingin kedua orang tuanya mendengar isak tangisnya juga mengetshui apa sebenarnya yang telah terjadi pada dirinya.

Meski kelopak matanya tertutup, sangat jelas matanya sembab sebab tangis semalam suntuk.

"Apa sebenarnya yang terjadi padamu, Nduk?" Lirih Ratna berucap mengelus rambut putri semata wayangnya itu.

"Hmmm ... Ibu, Sarah kesiangan Bu" ucapnya dengan suara parau.

"Iya, Nduk. Kamu sarapan dulu ya, ini makanannya sudah datang" ucap Ratna duduk di tepi ranjang sambil memegang sarapan untuk Sarah.

Sarah menganggukkan kepalanya, wanita itu sudah berubah, ia sudah tidak seperti Sarah yang dulu, yang terlihat selalu riang. Pancaran raut wajahnya kini bermuram durja. Seperti memiliki kekhawatiran yang mendalam.

Sudah berulang kali Ratna bertanya padanya, tentang apa sebenarnya yang terjadi. Namun, Sarah selalu bungkam. Tidak pernah sekalipun ia menjawab pertanyaan Ratna.

"Nduk, kamu sudah tiga hari dirawat, suamimu dan keluarganya kok belum datang juga?"

Akhirnya pertanyaan itu ke luar juga, Ratna yang sudah bersusah payah menahan diri untuk tidak kembali mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi, tanpa sadar pertanyaan itu terlontar begitu saja.

Mendengar pertanyaan ibunya, Sarah yang sebelumnya sedang mengunyah pelan makanannya, seketika berhenti mengunyah. Matanya mengembun, namun Ia hanya diam seribu bahasa.

Hening seketika

"Huft" Sarah menarik nafas panjang.

"Mungkin Mas Anton masih sibuk bekerja, Bu"

Sarah masih saja menyembunyikan apa yang telah terjadi. Semua itu Ia lakukan karena rasa cintanya pada Anton. Karena Sarah masih begitu berharap agar bisa kembali bersama dengan suaminya itu.

"Setidaknya Ibu dan Adiknya datang, Nduk. Menjenguk kamu dan bayi kalian di sini."

"Mungkin mereka sedang banyak kegiatan yang tidak bisa di tinggal, Bu." Suara Sarah jelas terdengar bergetar.

"Hmmm ... Ya sudah, Nduk"

Ratna memilih tidak melanjut pertanyaannya meskipun ada banyak sekali tanya dalam benaknya yang sangat membutuhkan penjelasan.

=====

"Mba Sarah, bagaimana kondisinya? Sudah merasa lebih baik kan? Sekarang sudah boleh pulang ya." Tanya sang Dokter yang merawat Sarah.

"Terima kasih banyak, Dokter" jawab sarah sembari tersenyum.

"Sama-sama"

Setidaknya sekarang wanita hamil itu sudah menjadi lebih sehat dari hari-hari sebelumnya. Ia juga telah membesarkan hatinya untuk menerima keadaan yang begitu pahit dalam hidupnya. Sebab ternyata menikah dengan orang yang paling di cinta dan diingini, bukanlah menjadi jaminan untuk mendapat kebahagiaan.

Ratna, membereskan semua pakaian juga barang-barang yang mereka bawa selama di Rumah Sakit ini.

"Bu, Sarah sudah bisa pulang?" Tanya pak Yusuf yang baru saja datang.

Seperti biasanya, lelaki paruh baya itu datang ke Rumah Sakit, setelah semua pekerjaan di rumah dan sawah ia selesaikan.

"Alhamdulillah, sudah Pak." Jawab Ratna pada sang suami.

"Rah, bagaimana sekarang perasaan kamu nduk? Sudah lebih baik?" Tanya Pak Yusuf.

"Alhamdulillah, Pak" jawab Sarah singkat.

Ratna berusaha mencolek suaminya, agar tidak bertanya yang bukan-bukan. Apalagi terkait perasaan. Meskipun Ratna sudah bisa membaca saat ini kondisi Sarah memang telah lebih baik dari hari-hari sebelumnya, tetap saja ia tidak ingin anak semata wayangnya itu tiba-tiba merasa sedih kembali.

Sedangkan Sarah hanya tersenyum getir melihat ke arah kedua orangtuanya.

"Sarah sudah sehat Bu, Pak." Ucapnya singkat.

Sesampainya di rumah, para tetangga datang berbondong-bondong berkunjung. Seperti biasanya di desa tempat tinggal Sarah, masih sangat kental rasa persaudaraannya. Meskipun ada beberapa yang datang hanya sekedar untuk mencari info bahan gunjingan saja.

"Rah, kok kamu pulang dari Taiwan bukannya ke rumah suamimu, malah ke rumah orang tua dulu? Terus, si Anton mana? Kok gak ikutan pulang bareng kalian?" Ujar seorang tetangga yang berkunjung.

"Pak ...." Ratna menarik nafas hingga ucapannya terhenti sambil memegang pergelangan tangan suaminya.

Jujur saja Ratna tidak suka dengan pertanyaan tetangganya itu yang tidak memperhatikan situasi dan kondisi.

"Tenang Bu, Bapak yakin anak kita pasti bisa menghadapi semuanya dengan baik"

"Maaf Ibu-ibu semuanya, saya masih belum begitu pulih. Saya masih butuh istirahat yang cukup. Apalagi sebelumnya kehamilan saya cukup lemah. Untuk saat ini saya belum bisa bergabung di sini ya, lain kali saya usahakan jika sudah lebih baik lagi. Saya pamit beristirahat dulu" jawab Sarah, karena Ia belum yakin memiliki hati yang kuat untuk menjawab semua pertanyaan tetangga nantinya.

Sebagian dari mereka menyetujui sebab merasa benar-benar prihatin, dan sebagian lagi terlihat garis kekecewaan dari wajah mereka.

"Mba Ratna, Mas Yusuf, kami pamit pulang ya, semoga Sarah secepatnya pulih seperti sedia kala" Ucap Bu RW yang mewakili.

"Terima kasih banyak untuk ibu-ibu semuanya, yang telah meluangkan waktu menjenguk anak kami, semoga Allah membalas kebaikan ibu-ibu semuanya dengan pahala yang berlimpah" jawab Yusuf sembari menyatukan kedua telapak tangannya.

=====

Sudah hampir tiga bulan Sarah tinggal bersama Ratna dan Yusuf. Namun tidak pernah sekalipun Anton juga keluarganya datang berkunjung. Ratna dan Yusuf semakin cemas apalagi HPL Sarah sudah sangat dekat.

Setelah merasa Sarah cukup kuat fisik dan kandungannya, Yusuf dan Ratna berusaha bertanya dari hati ke hati kepada Sarah. Berharap Sarah mau menjawab jujur dan membuka hati.

Entah sudah berapa ratus kali Yusuf menghubungi Anton, namun tidak sekalipun panggilan juga pesannya di jawab oleh sang menantu.

"Sarapan dulu, Nduk" ucap Ratna pada Sarah yang sedang duduk termenung seraya mengelus perutnya yang sudah membuncit maksimal di tepi ranjang.

"Eh ... Iya, Bu" jawab Sarah yang tersentak seketika.

Sarah dan Ratna berjalan beriringan menuju dapur, di sana ada meja makan kecil dengan empat kursi plastik yang sudah usang. Warnanya saja sudah menghitam. Lelaki paruh baya itu, sudah lebih dahulu duduk dan menunggu anak beserti istrinya.

Yusuf melemparkan senyum ke arah Ratna juga Sarah. Senyum khas yang sangat terlihat begitu tulusnya.

"Yok kita makan bersama" ucap Yusuf.

"Nggih Pak" jawab Sarah dan Ratna kompak.

"Makan yang banyak, Nduk. Bayimu membutuhkan nutrisi yang sangat banyak" ucap Yusuf pada Sarah.

Sarah tersenyum dan mengangguk mendapatkan perhatian dari sang Ayah. Menurutnya, saat ini lelaki yang paling baik di dunia dan tidak pernah menyakiti hanyalan sang Ayah saja.

Seusah semuanya makan siang, akhirnya Yusuf pun memulai pembicaraan yang ingin ia tanyakan serius pada Sarah.

"Nduk, sebenarnya ada yang ingin sekali bapak dan ibu tanyakan padamu"

Sarah yang semula santai kini duduk menegakkan tubuhnya, seolah ada rongga yang harus ia renggangkan agar tidak timbul rasa sesak yang mendalam.

"Sarah, ini terkait ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MEMILIH BERPISAH   Bab 23 Bu Ratna meninggal

    hari demi hari, Sarah di Taiwan semakin berat. Ia bekerja sebagai asisten rumah tangga, mengurusi seorang nenek lansia yang sudah tidak bisa lagi berjalan. Sarah harus memandikan dan membersihkan kotoran nenek itu setiap harinya, belum lagi mengurusi pekerjaan rumah, dan lain-lain. Apalagi majikannya tidak mengizinkannya untuk menggunakan mesin cuci, apalagi untuk sarapan, ia hanya diperbolehkan majikannya mengkonsumsi sepotong roti saja, dengan dalih harus hemat. Sekarang tubuhnya makin kurus. Kelelahan sering membuatnya jatuh terduduk di lantai Namun setiap kali hendak menyerah, ia selalu mengingat wajah Saka."Aku harus kuat demi Saka… demi Anton… demi keluarga," gumamnya sambil menahan air mata.Suatu malam, Sarah menerima kabar dari Pak Yusuf. Suara bapaknya serak, terdengar menahan tangis.“Sar… bapak nggak tahu harus bilang apa. Ibukmu makin parah keadaannya. Hampir tiap malam ia duduk di pos ronda, nyebut-nyebut nama Saka. Orang kampung udah kasihan banget lihatnya. Kadang i

  • MEMILIH BERPISAH   Bab 22 Mulai ragu

    Angin malam mulai berhembus, terasa sangat dingin menembus tulang, apalagi sore tadi hujan turun. Di rumah kontrakan Bu Dewi terasa lengang. Hanya lampu neon tua yang menggantung di ruang tamu, memantulkan cahaya redup ke wajah Anton yang murung. Lelaki itu duduk bersandar, rokok yang sudah padam masih terjepit di jarinya. Pikirannya kacau. Hubungan gelapnya dengan seorang perempuan seksi yang semula ia anggap pelarian dari kesepian, baru saja berakhir. Wanita itu memilih pergi. Anton merasa hampa, kecewa, dan marah pada keadaan. Meskipun awalnya hanya pelarian, nyatanya Sri mampu mengisi sela-sela di hatinya. Hingga ia melupakan istri sahnya, yaitu Sarah al ghina.____Sarah, istrinya adalah Perempuan sederhana yang kini bekerja sebagai TKW di Taiwan. Hampir tiga tahun Sarah berada di negeri orang, menahan rindu demi bisa membiayai keluarga kecilnya. Sarah rutin mengirim uang untuk kebutuhan rumah, termasuk biaya sekolah anak-anak. Tapi apa yang ia dapat? Anton justru mencari penghib

  • MEMILIH BERPISAH   bab 21

    Sore itu, di warung kecil dekat sawah, Sri menatap Anton dengan wajah muak. Tangannya melipat dada, matanya menatap tajam.“Ton, aku sudah pikir panjang. Aku nggak bisa terus sama kamu.” ucap Sri tegasAnton menunduk, pura-pura tidak paham.“Kenapa lagi, Sri? Kamu nggak percaya sama aku?”Sri menyeringai “Percaya? Gimana aku mau percaya, kalau kamu cuma modal mulut manis. Kamu janji macam-macam, bilang udah ceraikan istrimu, bilang mau nikahin aku. Tapi kenyataannya? Kamu masih nganggur, tinggal numpang sama ibumu. Kere, Ton! Aku capek denger janji doang.”Anton terkejut, dadanya panas.“Sri! Kamu hina aku? Apa cuma uang yang kamu lihat dari aku?” “Aku butuh hidup layak, Ton. Bukan laki-laki pemalas yang cuma bisa minta dari istrinya di luar negeri. Kamu pikir aku mau jadi kayak Sarah itu, kerja banting tulang sementara kamu ongkang-ongkang kaki?”Kata-kata Sri seperti pisau menusuk harga diri Anton. Ia mengepalkan tangan, tapi tak bisa menyangkal.Anton yang berusaha menahan emosi “

  • MEMILIH BERPISAH   BAB 20

    Mobil bus terus melaju menuju kota B, di mana kota B itu menjadi titik kumpul mereka. Titin masih berpikir bagaimana caranya membuktikan pada Sarah. Di satu sisi ia tidak ingin ikut campur urusan urusan Sarah, di sisi lain ia juga iba dengan wanita sebaik Sarah yang harus tersakiti hatinya terus-menerus."Aku akan buktikan!. Ya, aku harus cari buktI" Ucap Titin lirih.Wanita itu melihat Sarah yang tersenyum sepanjang perjalanan dalam bus. Bertambahlah rasa iba dalam diri Titin terhadap wanita yang bernama Sarah itu. "Mba Titin, kok jadi gantian ngelamun, sih?." ucapan Sarah membuat Titin terkejut. Titin kembali tersenyum getir."Bukan kenapa-kenapa, mba. Cuma ada sedikit masalah keluarga aja.""Hmm, semoga masalahnya cepat terselesaikan ya, Mba." timpal Sarah lagi.TItin hanya membalas dengan anggukan kepala.*****Sesampainya di Taiwan, Sarah segera menghubungi Ratna dan Yusuf. Bagaimana pun juga tentu ia rindu dengan buah hatinya.Tut .... tut ...Pangggilan pertama Sarah tidak

  • MEMILIH BERPISAH   BAB 19

    "Sudah siap, sayang?" ucap Anton cepat."udah dong, Sayang. Liat aku mas, aku udah cantik belum?" Tanya Sri manja."Tentu pacar mas Anton cantik sekali." Jawab Anton sambil mentoel dagu wanita itu."Mas Anton bisa aja, Sri jai tambah sayang" Balas Sri menggombal.Anton membawa Sri jalan dan makan di sebuah kafe yang paling bagus di desa itu. Pelayan kafe datang membawa menu makanan. Anton memperhatikan setiap harga yang tertera dalam daftar menu. Untuk air putih saja di bandrol dengan harga seribu rupiah, sedangkan menu yang lain seperi nasi goreng, mie goreng di hargai dengan dua puluh lima ribu rupiah."Sial!" batin Anton.Anton menjadi tidak tenang duduknya, ia takut Sri memesan yang aneh-aneh dan ngambek jika tidak dituruti."Mas, mau pesan apa?" tanya Sri tersenyum."Kamu aja dulu, sayang. Mas udah makan tadi" jawab Anton beralibi.Padahal bukan karena Anton sudah makan, melainkan ia hanya punya uang lima puluh ribu rupiah di dompetnya. Jika ia juga ikut memesan sebelum Sri, ia

  • MEMILIH BERPISAH   BAB 18

    "Rah, kamu dengar ibu?" Tanya Ratna lagi."Dengar, Bu." Jawab Sarah sambil menarik nafasnya, " Tapi ini demi kebaikan Saka, Bu. Supaya Saka dapatkan kasih sayang dari mas Anton, selaku ayah kandungnya." Jelas Sarah lagi.Padahal Anton belum datang ke rumah Ratna mengambil Saka, hanya sekedar berita keinginan yang disampaikan Sarah. Tapi Ratna sudah begitu sangat sedih hatinya. Ia sangat takut jika harus dijauhkan dari Saka. Karena selama ini, Ratna lah yang selalu mengurusi Saka penuh kasih sayang."Tapi ...," Ucapan Ratna terhenti.Semuanya tidak baik-baik saja, apalagi hatinya saat ini. Berucap dan membujuk pun rasanya percuma, seperti kesia-siaan saja. Ratna putuskan untuk tidak berbicara lagi, ia pasrahkan semuanya pada Tuhan.Yusuf tahu istrinya sedang tidak baik-baik saja, pun ia juga sama. Sama sedihnya jika haru berpisah dengna sang cucu. Tapi Yususf jelas berpikir logika, semuanya demi 'Saka'. Yusuf rangkul tubuh istrinya yang tengah menangis sesugukan dan berusaha menenang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status