Share

BAB 7 : Pertanyaan Yusuf

Sudah tiga hari wanita malang yang tengah hamil itu, dirawat di Rumah Sakit. Sampai sekarang tidak ada seorangpun dari keluarga Anton, termasuk Anton sendiri yang menjenguknya.

Ratna, wanita paruh baya itu selalu menitikkan air mata saat melihat putri semata wayangnya. Meskipun Sarah Al-ghina selalu berusaha tegar, tapi tetap saja ia belum bisa menyembunyikan kepedihan hatinya dengan sempurna.

Tok... Tok... Tok... Pintu ruang rawat Sarah di ketuk.

"Silahkan, masuk." Sahut Ratna sembari menghapus cepat sisa air mata di pipinya.

"Maaf, Bu, Saya mau mengantarkan sarapan" ucap seorang wanita yang berprofesi sebagai petugas pengantar makanan, sambil meletakkan makanan tepat di atas nakas samping ranjang Sarah.

"Terima kasih, Dek" jawab Ratna dengan suara sedikit parau.

Wanita petugas pengantar makanan itu mengangguk cepat sambil tersenyum, dan beringsut pergi melanjutkan tugasnya ke ruang-ruang lainnya. Sedang Sarah, masih tertidur dengan pulas, sebab semalaman ia menangis dalam tidurnya. Hingga dada Sarah kembang kempis menahan sesak yang teramat sangat.

Malam tadi, wanita hamil itu menutup erat mulutnya dengan tangan kanan, sedang tangan kiri mencengkeram kuat dadanya yang sesak tak tertahan. Matanya menatap ke langit-langit dengan pandangan yang begitu memilukan. Ia tak ingin kedua orang tuanya mendengar isak tangisnya juga mengetshui apa sebenarnya yang telah terjadi pada dirinya.

Meski kelopak matanya tertutup, sangat jelas matanya sembab sebab tangis semalam suntuk.

"Apa sebenarnya yang terjadi padamu, Nduk?" Lirih Ratna berucap mengelus rambut putri semata wayangnya itu.

"Hmmm ... Ibu, Sarah kesiangan Bu" ucapnya dengan suara parau.

"Iya, Nduk. Kamu sarapan dulu ya, ini makanannya sudah datang" ucap Ratna duduk di tepi ranjang sambil memegang sarapan untuk Sarah.

Sarah menganggukkan kepalanya, wanita itu sudah berubah, ia sudah tidak seperti Sarah yang dulu, yang terlihat selalu riang. Pancaran raut wajahnya kini bermuram durja. Seperti memiliki kekhawatiran yang mendalam.

Sudah berulang kali Ratna bertanya padanya, tentang apa sebenarnya yang terjadi. Namun, Sarah selalu bungkam. Tidak pernah sekalipun ia menjawab pertanyaan Ratna.

"Nduk, kamu sudah tiga hari dirawat, suamimu dan keluarganya kok belum datang juga?"

Akhirnya pertanyaan itu ke luar juga, Ratna yang sudah bersusah payah menahan diri untuk tidak kembali mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi, tanpa sadar pertanyaan itu terlontar begitu saja.

Mendengar pertanyaan ibunya, Sarah yang sebelumnya sedang mengunyah pelan makanannya, seketika berhenti mengunyah. Matanya mengembun, namun Ia hanya diam seribu bahasa.

Hening seketika

"Huft" Sarah menarik nafas panjang.

"Mungkin Mas Anton masih sibuk bekerja, Bu"

Sarah masih saja menyembunyikan apa yang telah terjadi. Semua itu Ia lakukan karena rasa cintanya pada Anton. Karena Sarah masih begitu berharap agar bisa kembali bersama dengan suaminya itu.

"Setidaknya Ibu dan Adiknya datang, Nduk. Menjenguk kamu dan bayi kalian di sini."

"Mungkin mereka sedang banyak kegiatan yang tidak bisa di tinggal, Bu." Suara Sarah jelas terdengar bergetar.

"Hmmm ... Ya sudah, Nduk"

Ratna memilih tidak melanjut pertanyaannya meskipun ada banyak sekali tanya dalam benaknya yang sangat membutuhkan penjelasan.

=====

"Mba Sarah, bagaimana kondisinya? Sudah merasa lebih baik kan? Sekarang sudah boleh pulang ya." Tanya sang Dokter yang merawat Sarah.

"Terima kasih banyak, Dokter" jawab sarah sembari tersenyum.

"Sama-sama"

Setidaknya sekarang wanita hamil itu sudah menjadi lebih sehat dari hari-hari sebelumnya. Ia juga telah membesarkan hatinya untuk menerima keadaan yang begitu pahit dalam hidupnya. Sebab ternyata menikah dengan orang yang paling di cinta dan diingini, bukanlah menjadi jaminan untuk mendapat kebahagiaan.

Ratna, membereskan semua pakaian juga barang-barang yang mereka bawa selama di Rumah Sakit ini.

"Bu, Sarah sudah bisa pulang?" Tanya pak Yusuf yang baru saja datang.

Seperti biasanya, lelaki paruh baya itu datang ke Rumah Sakit, setelah semua pekerjaan di rumah dan sawah ia selesaikan.

"Alhamdulillah, sudah Pak." Jawab Ratna pada sang suami.

"Rah, bagaimana sekarang perasaan kamu nduk? Sudah lebih baik?" Tanya Pak Yusuf.

"Alhamdulillah, Pak" jawab Sarah singkat.

Ratna berusaha mencolek suaminya, agar tidak bertanya yang bukan-bukan. Apalagi terkait perasaan. Meskipun Ratna sudah bisa membaca saat ini kondisi Sarah memang telah lebih baik dari hari-hari sebelumnya, tetap saja ia tidak ingin anak semata wayangnya itu tiba-tiba merasa sedih kembali.

Sedangkan Sarah hanya tersenyum getir melihat ke arah kedua orangtuanya.

"Sarah sudah sehat Bu, Pak." Ucapnya singkat.

Sesampainya di rumah, para tetangga datang berbondong-bondong berkunjung. Seperti biasanya di desa tempat tinggal Sarah, masih sangat kental rasa persaudaraannya. Meskipun ada beberapa yang datang hanya sekedar untuk mencari info bahan gunjingan saja.

"Rah, kok kamu pulang dari Taiwan bukannya ke rumah suamimu, malah ke rumah orang tua dulu? Terus, si Anton mana? Kok gak ikutan pulang bareng kalian?" Ujar seorang tetangga yang berkunjung.

"Pak ...." Ratna menarik nafas hingga ucapannya terhenti sambil memegang pergelangan tangan suaminya.

Jujur saja Ratna tidak suka dengan pertanyaan tetangganya itu yang tidak memperhatikan situasi dan kondisi.

"Tenang Bu, Bapak yakin anak kita pasti bisa menghadapi semuanya dengan baik"

"Maaf Ibu-ibu semuanya, saya masih belum begitu pulih. Saya masih butuh istirahat yang cukup. Apalagi sebelumnya kehamilan saya cukup lemah. Untuk saat ini saya belum bisa bergabung di sini ya, lain kali saya usahakan jika sudah lebih baik lagi. Saya pamit beristirahat dulu" jawab Sarah, karena Ia belum yakin memiliki hati yang kuat untuk menjawab semua pertanyaan tetangga nantinya.

Sebagian dari mereka menyetujui sebab merasa benar-benar prihatin, dan sebagian lagi terlihat garis kekecewaan dari wajah mereka.

"Mba Ratna, Mas Yusuf, kami pamit pulang ya, semoga Sarah secepatnya pulih seperti sedia kala" Ucap Bu RW yang mewakili.

"Terima kasih banyak untuk ibu-ibu semuanya, yang telah meluangkan waktu menjenguk anak kami, semoga Allah membalas kebaikan ibu-ibu semuanya dengan pahala yang berlimpah" jawab Yusuf sembari menyatukan kedua telapak tangannya.

=====

Sudah hampir tiga bulan Sarah tinggal bersama Ratna dan Yusuf. Namun tidak pernah sekalipun Anton juga keluarganya datang berkunjung. Ratna dan Yusuf semakin cemas apalagi HPL Sarah sudah sangat dekat.

Setelah merasa Sarah cukup kuat fisik dan kandungannya, Yusuf dan Ratna berusaha bertanya dari hati ke hati kepada Sarah. Berharap Sarah mau menjawab jujur dan membuka hati.

Entah sudah berapa ratus kali Yusuf menghubungi Anton, namun tidak sekalipun panggilan juga pesannya di jawab oleh sang menantu.

"Sarapan dulu, Nduk" ucap Ratna pada Sarah yang sedang duduk termenung seraya mengelus perutnya yang sudah membuncit maksimal di tepi ranjang.

"Eh ... Iya, Bu" jawab Sarah yang tersentak seketika.

Sarah dan Ratna berjalan beriringan menuju dapur, di sana ada meja makan kecil dengan empat kursi plastik yang sudah usang. Warnanya saja sudah menghitam. Lelaki paruh baya itu, sudah lebih dahulu duduk dan menunggu anak beserti istrinya.

Yusuf melemparkan senyum ke arah Ratna juga Sarah. Senyum khas yang sangat terlihat begitu tulusnya.

"Yok kita makan bersama" ucap Yusuf.

"Nggih Pak" jawab Sarah dan Ratna kompak.

"Makan yang banyak, Nduk. Bayimu membutuhkan nutrisi yang sangat banyak" ucap Yusuf pada Sarah.

Sarah tersenyum dan mengangguk mendapatkan perhatian dari sang Ayah. Menurutnya, saat ini lelaki yang paling baik di dunia dan tidak pernah menyakiti hanyalan sang Ayah saja.

Seusah semuanya makan siang, akhirnya Yusuf pun memulai pembicaraan yang ingin ia tanyakan serius pada Sarah.

"Nduk, sebenarnya ada yang ingin sekali bapak dan ibu tanyakan padamu"

Sarah yang semula santai kini duduk menegakkan tubuhnya, seolah ada rongga yang harus ia renggangkan agar tidak timbul rasa sesak yang mendalam.

"Sarah, ini terkait ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status