Share

BOS BARU

“Ah, dia–”

Namun, Shiera tidak melanjutkan gumamannya dan buru-buru menunduk, membungkuk hormat.

“Tidak mungkin. Pria semalam rambutnya lebih gondrong,” batin Shiera. “Tidak mungkin dia. Aku pasti hanya terkejut karena tatapan dinginnya yang sama.”

Kemudian, Shiera memasuki ruang pertemuan bersama Tuan Hale dan Tuan Hale Junior, Dave Hale.

"Saya, David Rolex Hale. Terima kasih Bapak Ibu telah memberi saya kesempatan untuk bergabung dan memimpin perusahaan yang telah kami rintis secara turun temurun ini. Ayah, sudah saatnya beristirahat dan menikmati masa tuanya, maka saya lah di sini yang akan menggantikannya untuk memutar roda ekonomi perusahaan ini."

Dalam hati, Shiera mencibir. Memberi kesempatan? Siapa yang dia maksud memberi kesempatan. Bukankah karyawan-karyawan di sini di paksa untuk mematuhi dan menerima siapa pun pimpinan yang akan menggantikan generasi sebelumnya, batin Shiera malas.

Melihat cara berbicara Dave, sepertinya pria ini akan terlalu rumit untuk di layani. 

Usai pertemuan singkat perkenalan Dave dengan para staf eksekutif perusahaan, Dave memasuki ruang kerja barunya. 

"Shiera."

Shiera mengulurkan jari, menekan tombol interkom.

"Ya, Tuan."

"Kalau aku memanggilmu, kau tidak perlu menjawab melalui interkom!"

Shiera menatap bingung. "Lalu bagaimana?" desisnya pelan, tanpa menekan tombol jawab pada saluran interkom.

"Masuk!" teriak Dave dari dalam ruangan.

Mengertakkan gigi, Shiera memakai sepatunya dan mengetuk pintu ruangan Dave, lalu masuk.

"Lama sekali! Kau ini seorang sekretaris, seharusnya jangan terlalu lamban menanggapi panggilan."

Shiera menelan ludah dengan kasar. "Maaf, Tuan," katanya, menahan kesal.

"Tanda tangani ini!" Dave menyodorkan selembar kertas di atas meja, berbicara dengan nada perintah.

"Apa ini, Tuan?"

"Apa kau buta huruf?" tanya Dave dingin.

Ingin mengumpat, tetapi Shiera masih ingat posisinya sebagai sekretaris. Jadi Shiera menarik nafas panjang, lalu duduk di depan Dave dan mulai membaca.

Peraturan sekretaris pribadi. Ada 12 poin yang harus Shiera ikuti. 

Apa-apaan ini. Dulu Tuan Jordan tidak pernah membuat perjanjian konyol seperti ini. Tidak berkeluarga, tidak hamil, tidak memiliki anak (kandung maupun adopsi), tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan perusahaan, tidak mengajukan cuti di akhir tahun, bekerja di bawah tekanan, di luar jam kerja, ke luar kota tanpa batasan waktu, bisa berkendara jauh, mampu menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat jika dibutuhkan, mampu menggunakan gadget, mengikuti perkembangan teknologi dengan baik.

"Bagaimana jika saya keberatan?" tanya Shiera, menatap datar Dave.

"Maka silahkan mengajukan surat pengunduran dirimu sekarang juga ke bagian HRD."

"Tapi saya tidak akan mengundurkan diri."

"Kualifikasi yang dibutuhkan sekretaris baru kami seperti yang sudah kau baca."

"Saya memenuhi kualifikasi, tetapi saya tidak setuju."

"Kalau begitu kamu dianggap tidak memenuhi kualifikasi."

"Kalau begitu pecat saya."

Dave mengulum senyum sinis di sudut bibirnya. "Kau cukup cerdik sebagai seorang sekretaris Bos Besar. Apa yang sudah kau lakukan selama ini kepada ayahku, sehingga pria tua itu mempertahankanmu selama ini?"

"Saya tidak pernah melakukan apa pun untuk memanipulasi pekerjaan saya terhadap Tuan Jordan. Saya hanya bekerja sesuai kemampuan dan kualifikasi yang saya miliki, dan dibutuhkan oleh perusahaan," jawab Shiera dingin dan tegas.

"Jadi, kau merasa bahwa kau telah memenuhi seluruh kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan?"

"Ya."

"Kalau begitu tanda tangani itu."

"Saya tidak setuju."

"Tapi kau harus. Ini peraturan perusahaan yang baru."

"Sejak kapan?" tantang Shiera tanpa rasa takut sedikit pun.

"Sejak saya duduk dibalik meja kerja ini sebagai bos mu!"

"Kalau Tuan merasa saya tidak memenuhi kualifikasi yang Tuan inginkan, kenapa tidak memecat saya saja?" tantang Shiera berani.

"Karena memecatmu, itu artinya kami harus mengeluarkan pesangon yang tidak sedikit. Aku yakin dengan kecerdasan yang kau miliki, kau pasti memahami itu."

Shiera kembali mendengus keras. Ya, tentu saja Shiera mengerti. Itu kenapa dia meminta di pecat, alih-alih membuat surat pengunduran diri. Shiera hanya tidak menyangka bos barunya ini akan mengatakannya secara terang-terangan bahwa perusahaan tidak ingin memberinya pesangon.

"Baik. Saya akan tanda tangani perjanjian ini, namun dengan syarat.”

“Kau ini karyawan, tidak perlu mengajukan syarat.”

“Kalau begitu saya tidak akan menandatangani perjanjian konyol ini. Maaf, tetapi silahkan pecat saya kalau saya memang dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan.” Shiera meletakkan kembali lembar perjanjian ke atas meja, kedua tangannya bersedekap, menunggu.

Dave menatap tajam Shiera. Di balik sorot mata tajam dan wajah dinginnya terdapat kilat ketertarikan pada sikap Shiera yang tidak biasa. Keberanian Shiera menantangnya dengan mengajukan syarat untuk penandatanganan perjanjian itu, menunjukkan dia memiliki seseorang di dalam perusahaan yang pasti akan melindungi posisinya, dan itu membuat Dave penasaran.

“Baik. Ajukan syarat yang kau inginkan,” kata Dave, akhirnya. Rasa penasaran membuatnya mengalah pada permintaan wanita itu.

Shiera menahan senyum tipis di sudut bibir, mendapati kemenangannya.

“Apa yang kau inginkan?”

“Pembayaran uang lembur dihitung per jam dari tiap pekerjaan di luar jam kerja. Uang jalan untuk setiap perjalanan ke luar kota, tambahan uang lembur di hari non efektif dan di luar schedule. Kompensasi hidup mandiri dan tidak berkeluarga. Serta  konsekuensi sebesar 20% dari total gaji, pada tiap keterlambatan pembayaran gaji yang dilakukan oleh perusahaan.”

Dave membelalak kaget. “Apa kau sudah gila?!” teriaknya marah.

Shiera tersenyum sinis. “Syarat yang saya buat, tidak lebih gila dari Syarat yang Tuan ajukan,” jawabnya tenang. Dalam hati ia tertawa keras atas kemenangan yang akan segera diraihnya. 

Dave menatap marah Shiera, wajahnya memerah menahan kekesalan. “Baik. Aku setuju dengan syarat mu!” jawab Dave.

Shiera terkesiap, kedua bola matanya membulat. Bukan ini yang ia inginkan dari pengajuan syarat yang ia usulkan.

“Aku setuju dengan seluruh syarat yang telah kau ajukan. Aku akan mengganti isi perjanjiannya.”

Dave mengetik dengan lincah di balik layar komputernya. Sebentar kemudian alat cetak di sampingnya berbunyi, tanda sedang mencetak kertas.

“Tanda tangani ini!”

Shiera menelan ludah. “Maaf, saya harus membacanya ulang,” katanya, mencoba mengulur waktu untuk mencari celah. Shiera menerima kertas perjanjian yang telah diperbarui Dave dan mulai membacanya ulang. 

Setelah membaca keseluruhannya, Shiera tidak memiliki pilihan lain selain membubuhkan tanda tangannya di atas kertas. Setelah menandatangani perjanjian konyol itu, Shiera mendorong kembali kertas perjanjian ke hadapan Dave.

"Dasar iblis! Bisa-bisanya baru hari pertama di kantor, sudah sangat menyebalkan. Bagaimana kalau dia berada di sini selama belasan tahun. Bisa gila aku dibuatnya." Shiera menggerutu sendiri di balik laptop, membuka email satu per satu untuk mengecek pekerjaan yang berhubungan dengan bos barunya.

"Shiera." Intercom kembali menyala dan suara Dave menggema keluar.

Shiera berdiri, berjalan masuk ke ruangan Dave, membuka pintu tanpa mengetuknya.

"Ada yang bisa di bantu, Tuan?" tanya Shiera, berusaha mati-matian menekan nada kekesalan di dalam suaranya.

"Ayahku bilang ada beberapa dokumen kontrak yang baru ditandatanganinya, dan dia ingin aku mempelajarinya."

Shiera berjalan pelan ke depan meja Dave, membuka tumpukan dokumen di sudut meja dan menggesernya ke depan Dave.

"Ini semua dokumen yang sedang berjalan, Tuan. Semuanya sudah ditandatangani oleh Tuan Jordan."

Dave mengangguk menatap tumpukan dokumen di depannya.

"Kau boleh keluar."

Shiera berbalik keluar, membuka pintu.

"Eh, dan buatkan aku kopi. Gulanya 0.1 gram, kopi 3 gram, creamer 1 gram. Di seduh dengan air pada suhu titik didih 100°C, jangan menggunakan gelas kaca, pakai gelas keramik."

Shiera menoleh, menatap heran pada Dave sampai tak terasa kedua alisnya tertaut.

"Kenapa?" tanya Dave, mengangkat satu alisnya.

"Tidak," jawab Shiera datar, lalu melanjutkan langkah keluar ruangan Dave.

Shiera berjalan dengan langkah kesal, menuju dapur untuk memesankan kopi Dave pada OB yang bertugas.

"Wah, yang punya snack mahal, senang sekali kelihatannya. Brondong, manis, mahal, berkelas. Pasti sangat lezat dinikmati di sela-sela penatnya pekerjaan, bukan?" celetuk Vania, bersandar di dinding lorong kamar mandi menatap Shiera yang berjalan kembali dari dapur.

Shiera tidak menghentikan langkah, terus berjalan melewati Vania seolah tidak mendengar apapun.

Shiera kembali duduk di tempatnya, menatap tubuh Vania yang berjalan melewatinya dengan pantat dan dada yang di tonjolkan. Wanita binal itu memang terlihat sangat cantik dengan tubuh seksi yang dimilikinya, yang Shiera yakin bisa membuat Dave meneteskan liur jika melihatnya duduk dengan kaki menyilang dan paha terbuka.

"Kalau kau mau, ambil saja bayi bongsor berdasi itu untukmu, Vania. Kau belum tahu saja betapa merepotkannya dia dengan segala permintaannya yang aneh-aneh." Shiera membatin, masih dengan hati dongkol dan perasaan kesal yang membara di dadanya.

Shiera meraih ponsel dari laci meja, menekan satu nomor kemudian menekan tombol panggil.

“Hai, Tasya. Apa kau sibuk?”

“Sedikit. Apa apa, Shie?”

“Kita makan siang di luar. Aku ingin bercerita banyak padamu.”

“Kau sepertinya sedang sangat kesal. Apa yang terjadi?”

“Bos Junior itu membuatku kesal. Jangan ditanya di sini, atau aku akan mengumpatnya sekarang juga!”

“Baiklah, baiklah. Tahan emosimu sepuluh menit lagi. Aku akan ke tempatmu nanti.”

Sambungan terputus, Shiera mengembalikan ponsel ke dalam laci mejanya.

“Lihat saja, Hale. Aku akan mencari kelemahanmu, dan aku akan membalas perlakuan aroganmu padaku. Sudah saatnya ada yang menundukkan kepalamu yang sekeras batu itu agar kau bisa melihat betapa kusam ujung sepatumu!” Shiera berdesis kesal, sementara tangannya membereskan barang-barang ke dalam tasnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status