Share

MENAKLUKKAN BOS AROGAN
MENAKLUKKAN BOS AROGAN
Penulis: Kandil Sukma Ayu

PERTEMUAN PERTAMA

“Sekarang kemarilah, Nona Manis.” 

Seseorang yang sejak tadi merangsek di dekat Shiera menarik tubuh Shiera semakin rapat padanya dan langsung melumat paksa bibir Shiera. Tangan kekarnya menahan tengkuk Shiera agar tidak menjauh.

“L-lepas!” teriak Shiera saat ia berhasil menjauhkan wajahnya, sekaligus menarik paksa dirinya. 

Sementara itu, pria di depannya menyeringai buas.

“Memberontak lah terus, dan kau semakin membuatku bergairah, Sayang!”

Shiera mengertakkan gigi dengan marah. Dalam hati ia menyesal telah tertipu muslihat Ron, yang membawanya ke tempat laknat itu dengan dalih menghadiri pesta pribadi kawannya.

Siapa sangka kalau kekasihnya tersebut justru mengumpankan Shiera pada buaya.

“Tidak! Lepaskan aku. Tolong!” Sheira berteriak kencang, kembali memberontak. Ia berusaha meloloskan diri dari cengkraman pria kekar yang mengapitnya.

“Nikmati saja, Shiera, jangan banyak berteriak.”

Shiera menoleh kaget mendengar suara Ron. Kekasihnya itu duduk di bangku sudut, menatap Shiera sembari menyulut nikotin di tangannya.

“Apa?!” tanya Shiera tidak percaya. Tetapi Ron hanya tersenyum hambar, tidak menjawab.

“Kekasihmu itu sudah tidak peduli lagi padamu, Nona. Lebih baik sekarang kau layani kami dengan baik atau kau akan berakhir dengan tidak baik.”

“Tidak! Lepas …!” teriak Shiera histeris. Ia masih mencoba meminta tolong pada sang kekasih.  “Ron!”

Pria yang tengah memeluk paksa Shiera itu tertawa. “Asal tahu saja, dia telah menjual mu kepada kami karena pacar kesayanganmu itu tidak mampu melunasi hutang-hutangnya dari kekalahan judi!” ucap pria itu dengan seringai beringas. “Dia memberikanmu pada kami, untuk dinikmati!”

Cuih! Shiera meludah di wajah pria asing itu. Wajah gadis tersebut memerah, menahan malu dan marah akibat perlakuan yang ia terima.

Pria itu memicing, mengusap ludah Shiera menggunakan punggung tangannya, kemudian menahan kedua lengan Shiera di atas kepala.

“Itu lebih baik, Nona. Ayo teriak dan memberontak lebih keras lagi! Aku suka teriakan manja mu.” 

Pria itu langsung menyerang Shiera kembali. Cengkeraman tangannya keras dan kuat, membuat Shiera menggigit bibirnya untuk menahan erangan kesakitan agar tidak lolos.

“Aaah … sakit. Lepaskan aku!” pekik Shiera saat pria itu memaksanya membuka mulut dengan mencengkram rahangnya.

Shiera terus berjuang menampar dan menendang, hingga sebuah botol wine yang berada di atas meja terjatuh ke lantai dan pecah di dekat tangan Shiera.

“Bodoh! Kau pikir berapa harga satu botol minuman itu, hah?” teriak pria lain yang sedari tadi hanya mengamati. Pria itu berdiri, berjalan mendekati Shiera. “Kau harus membayarnya dengan tubuhmu!” 

“Lepaskan aku, kalian semua bajingan!” teriak Shiera histeris.

Namun, sia-sia. “Betul, Nona manis. Dan aku sangat suka liukan tubuhmu juga teriakan mu yang menggoda. Suaramu terdengar serak dan mengundang selera, sayang.” Pria yang baru mendekatinya kini meraih tubuh Shiera dan mendorongnya di atas sofa.

Tidak berhenti di sana, Shiera terus berjuang hingga saat beberapa kancing bajunya terlempar, Shiera meraih botol wine yang pecah dan memukulkannya ke kepala pria yang terus mencoba menembus pertahanannya.

“Awwww ….” Pria itu berteriak histeris, pelipisnya berdarah. Ron dan beberapa temannya segera berlari mendekat, sementara Shiera melompat bangun.

Shiera berlari ke arah pintu, membukanya sambil mengacungkan pecahan botol di tangan, sebelum berlari keluar villa, menyusuri lorong panjang jalanan kosong yang menghubungkan tempat laknat itu dengan jalan utama.

Lorong kosong itu terasa sangat panjang. Shiera terus memacu kaki telanjangnya hingga mencapai tepi jalan utama. Nafasnya tersengal, dadanya terasa nyeri. Matanya menatap nyalang pada jalanan kosong. Dengan perasaan panik Shiera memindai sepanjang sisi jalan, berharap ada seseorang yang bisa ia minta pertolongan.

Shiera menggigit bibir dengan perasaan hancur. Sepanjang jalan itu kosong dan sepi, tidak ada satu orang pun yang sedang berjalan atau sekedar melintas di sekitarnya. Shiera bersiap memacu kembali kaki mungilnya saat dengan tiba-tiba sebuah mobil sport mewah menepi tepat di hadapannya.

Bluk!

Tanpa pikir panjang, Shiera menarik terbuka pintu di depannya, masuk tanpa izin dan mengunci pintu dari dalam.

"Jalan!" perintah Shiera dengan tubuh gemetar. Matanya menatap cemas ke arah gang sempit yang menghubungkan jalan utama dengan villa besar di balik ruko. Beberapa orang pria berlarian keluar dari gang, menatap buas ke arah jalanan.

Merasakan mobil belum bergerak, Shiera menoleh panik. Tangannya menarik-narik lengan baju pria tak dikenal yang duduk dibalik kemudi, agar segera melajukan mobilnya.

"Ayo jalan. Cepat lah, ku mohon!" desis Shiera tertahan.

Pria di samping Shiera hanya menatap dingin, tanpa bergerak atau berkedip sedikit pun.

Shiera kembali menoleh ke luar, tatapannya langsung terjatuh pada sorot mata penuh amarah milik Ron. Panik, Shiera meraih leher pria di sampingnya, mengalungkan kedua lengannya dan mencium pria itu dengan brutal.

"Cepat jalan, please ...." bisik Shiera, melepas ciumannya dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pria tak dikenal itu. “Bantu aku … ku mohon. Mereka–”

"Tenanglah," ucap pria asing itu datar. Ia mendorong tubuh Shiera menjauh darinya dengan gerakan lembut  dan hati-hati, meski tatapannya masih sedingin es. "Mereka tidak akan bisa melihatmu dari luar. Kembali duduk di tempatmu."

“Tapi kami tadi beradu pandang," bisik Shiera. Bibirnya bergetar panik dan ketakutan. Ia tidak berani menatap ke luar jendela, ke arah Ron yang sedang fokus mengamati mobil.

“Percayalah padaku." 

Perlahan Dave menjejak pedal gas, mobil meluncur tenang. Shiera mengintip ke arah belakang, menatap tubuh Ron dan kedua temannya yang semakin mengecil.

"Ke mana aku harus menurunkanmu?" tanya Dave dingin. Shiera memutar kepala, kembali menatap Dave. Dalam keremangan malam, wajah Dave tak begitu jelas terlihat, apalagi sebagian tertutup rambutnya yang acak-acakan akibat ulah Shiera barusan.

"Halte. Turunkan aku di halte depan saja.”

Dave menghentikan mobilnya di depan halte, 400 meter dari persimpangan jalan. Shiera turun, meninggalkan selembar uang 100$ di kursi yang baru saja didudukinya, dan melangkah menjauh.

Setelah itu, pria asing tersebut melaju dengan tenang meninggalkan Shiera, menahan senyum melihat selembar uang yang tergeletak di atas kursinya. Ia meraih ponsel, menghubungi seseorang.

"Temui wanita dengan setelan berwarna ungu di halte 507 km 3. Antarkan dia sampai di rumah, terima saja kalau dia membayar. Bersikaplah seperti sopir taksi."

Jeda sejenak.

“Pastikan wanita itu sampai di rumah dengan selamat.”

**

"Hahaha ... dia telah menjual mu kepada kami! Ron tidak mampu melunasi hutang-hutangnya dari kekalahan judi, maka dia memberikanmu kepada kami semua untuk dinikmati, sebagai gantinya!"

Kalimat itu membayangi otak Shiera, membuatnya kesulitan tidur dan cemas kalau-kalau kekasih dan para preman itu mendobrak masuk ke rumahnya.

Hingga akhirnya, Shiera berangkat bekerja dengan wajah sembab dan kusut.

Selain itu, ia juga memikirkan tentang pria yang telah menolongnya. Ada rasa sesal di dalam hati Shiera karena tidak sempat bertanya siapa nama pria itu. Ia juga tidak bisa mengingat wajahnya karena keremangan malam membuatnya tampak samar.

Akan tetapi, untungnya, Shiera tidak dibiarkan terlalu lama berlarut dalam pikiran-pikiran tersebut sesampainya ia di kantor.

"Cepatlah, Shiera. Ini hari penting! Jangan sampai bos baru itu memandang sebelah mata padamu dan memecat mu sebagai sekretaris direktur utama!"

Ah ya. Hari ini kedatangan bos baru.

Kabarnya, bos pengganti Tuan Jordan adalah putra sulungnya yang selama ini berada di Jerman untuk menyelesaikan pendidikan S3. Mengingat jenjang pendidikannya saja, Shiera merasa mual. 

Biasanya, orang dengan pendidikan yang terlalu tinggi akan lebih cerewet dan perfeksionis. Tapi semoga saja putra sulung keluarga Hale ini semuanya sama seperti ayahnya. Karena Tuan Greek Hale, putra kedua Tuan Jordan pun hampir sama seperti Tuan Jordan, tidak banyak berbicara dan pembawaannya tenang.

"Selamat pagi, Shiera."

Shiera mendongak di kursinya dan segera berdiri saat melihat Tuan Jordan telah berdiri di hadapannya.

"Selamat pagi, Tuan Hale." Shiera menunduk sopan.

"Apakah seluruh staf telah siap di ruang meeting?"

"Ya, Tuan. Sudah," jawab Shiera sopan.

"Baik. Ayo. Ah, ya ... ini Dave, putra sulung ku. Dia yang akan berada di sini menggantikan aku mulai hari ini."

Shiera menatap ke arah pria di samping Jordan Hale, tersentak sedikit melihat tatapan dingin pria itu. Seolah ada yang memutar waktu secepat gasing, tatapan mata Dave Hale seketika mengingatkannya pada pria penolongnya semalam.

"Ah, dia–”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status