“Sekarang kemarilah, Nona Manis.”
Seseorang yang sejak tadi merangsek di dekat Shiera menarik tubuh Shiera semakin rapat padanya dan langsung melumat paksa bibir Shiera. Tangan kekarnya menahan tengkuk Shiera agar tidak menjauh.“L-lepas!” teriak Shiera saat ia berhasil menjauhkan wajahnya, sekaligus menarik paksa dirinya. Sementara itu, pria di depannya menyeringai buas.“Memberontak lah terus, dan kau semakin membuatku bergairah, Sayang!”Shiera mengertakkan gigi dengan marah. Dalam hati ia menyesal telah tertipu muslihat Ron, yang membawanya ke tempat laknat itu dengan dalih menghadiri pesta pribadi kawannya.Siapa sangka kalau kekasihnya tersebut justru mengumpankan Shiera pada buaya.“Tidak! Lepaskan aku. Tolong!” Sheira berteriak kencang, kembali memberontak. Ia berusaha meloloskan diri dari cengkraman pria kekar yang mengapitnya.“Nikmati saja, Shiera, jangan banyak berteriak.”Shiera menoleh kaget mendengar suara Ron. Kekasihnya itu duduk di bangku sudut, menatap Shiera sembari menyulut nikotin di tangannya.“Apa?!” tanya Shiera tidak percaya. Tetapi Ron hanya tersenyum hambar, tidak menjawab.“Kekasihmu itu sudah tidak peduli lagi padamu, Nona. Lebih baik sekarang kau layani kami dengan baik atau kau akan berakhir dengan tidak baik.”“Tidak! Lepas …!” teriak Shiera histeris. Ia masih mencoba meminta tolong pada sang kekasih. “Ron!”Pria yang tengah memeluk paksa Shiera itu tertawa. “Asal tahu saja, dia telah menjual mu kepada kami karena pacar kesayanganmu itu tidak mampu melunasi hutang-hutangnya dari kekalahan judi!” ucap pria itu dengan seringai beringas. “Dia memberikanmu pada kami, untuk dinikmati!”Cuih! Shiera meludah di wajah pria asing itu. Wajah gadis tersebut memerah, menahan malu dan marah akibat perlakuan yang ia terima.Pria itu memicing, mengusap ludah Shiera menggunakan punggung tangannya, kemudian menahan kedua lengan Shiera di atas kepala.“Itu lebih baik, Nona. Ayo teriak dan memberontak lebih keras lagi! Aku suka teriakan manja mu.” Pria itu langsung menyerang Shiera kembali. Cengkeraman tangannya keras dan kuat, membuat Shiera menggigit bibirnya untuk menahan erangan kesakitan agar tidak lolos.“Aaah … sakit. Lepaskan aku!” pekik Shiera saat pria itu memaksanya membuka mulut dengan mencengkram rahangnya.Shiera terus berjuang menampar dan menendang, hingga sebuah botol wine yang berada di atas meja terjatuh ke lantai dan pecah di dekat tangan Shiera.“Bodoh! Kau pikir berapa harga satu botol minuman itu, hah?” teriak pria lain yang sedari tadi hanya mengamati. Pria itu berdiri, berjalan mendekati Shiera. “Kau harus membayarnya dengan tubuhmu!” “Lepaskan aku, kalian semua bajingan!” teriak Shiera histeris.Namun, sia-sia. “Betul, Nona manis. Dan aku sangat suka liukan tubuhmu juga teriakan mu yang menggoda. Suaramu terdengar serak dan mengundang selera, sayang.” Pria yang baru mendekatinya kini meraih tubuh Shiera dan mendorongnya di atas sofa.Tidak berhenti di sana, Shiera terus berjuang hingga saat beberapa kancing bajunya terlempar, Shiera meraih botol wine yang pecah dan memukulkannya ke kepala pria yang terus mencoba menembus pertahanannya.“Awwww ….” Pria itu berteriak histeris, pelipisnya berdarah. Ron dan beberapa temannya segera berlari mendekat, sementara Shiera melompat bangun.Shiera berlari ke arah pintu, membukanya sambil mengacungkan pecahan botol di tangan, sebelum berlari keluar villa, menyusuri lorong panjang jalanan kosong yang menghubungkan tempat laknat itu dengan jalan utama.Lorong kosong itu terasa sangat panjang. Shiera terus memacu kaki telanjangnya hingga mencapai tepi jalan utama. Nafasnya tersengal, dadanya terasa nyeri. Matanya menatap nyalang pada jalanan kosong. Dengan perasaan panik Shiera memindai sepanjang sisi jalan, berharap ada seseorang yang bisa ia minta pertolongan.Shiera menggigit bibir dengan perasaan hancur. Sepanjang jalan itu kosong dan sepi, tidak ada satu orang pun yang sedang berjalan atau sekedar melintas di sekitarnya. Shiera bersiap memacu kembali kaki mungilnya saat dengan tiba-tiba sebuah mobil sport mewah menepi tepat di hadapannya.Bluk!Tanpa pikir panjang, Shiera menarik terbuka pintu di depannya, masuk tanpa izin dan mengunci pintu dari dalam."Jalan!" perintah Shiera dengan tubuh gemetar. Matanya menatap cemas ke arah gang sempit yang menghubungkan jalan utama dengan villa besar di balik ruko. Beberapa orang pria berlarian keluar dari gang, menatap buas ke arah jalanan.Merasakan mobil belum bergerak, Shiera menoleh panik. Tangannya menarik-narik lengan baju pria tak dikenal yang duduk dibalik kemudi, agar segera melajukan mobilnya."Ayo jalan. Cepat lah, ku mohon!" desis Shiera tertahan.Pria di samping Shiera hanya menatap dingin, tanpa bergerak atau berkedip sedikit pun.Shiera kembali menoleh ke luar, tatapannya langsung terjatuh pada sorot mata penuh amarah milik Ron. Panik, Shiera meraih leher pria di sampingnya, mengalungkan kedua lengannya dan mencium pria itu dengan brutal."Cepat jalan, please ...." bisik Shiera, melepas ciumannya dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pria tak dikenal itu. “Bantu aku … ku mohon. Mereka–”"Tenanglah," ucap pria asing itu datar. Ia mendorong tubuh Shiera menjauh darinya dengan gerakan lembut dan hati-hati, meski tatapannya masih sedingin es. "Mereka tidak akan bisa melihatmu dari luar. Kembali duduk di tempatmu."“Tapi kami tadi beradu pandang," bisik Shiera. Bibirnya bergetar panik dan ketakutan. Ia tidak berani menatap ke luar jendela, ke arah Ron yang sedang fokus mengamati mobil.“Percayalah padaku." Perlahan Dave menjejak pedal gas, mobil meluncur tenang. Shiera mengintip ke arah belakang, menatap tubuh Ron dan kedua temannya yang semakin mengecil."Ke mana aku harus menurunkanmu?" tanya Dave dingin. Shiera memutar kepala, kembali menatap Dave. Dalam keremangan malam, wajah Dave tak begitu jelas terlihat, apalagi sebagian tertutup rambutnya yang acak-acakan akibat ulah Shiera barusan."Halte. Turunkan aku di halte depan saja.”Dave menghentikan mobilnya di depan halte, 400 meter dari persimpangan jalan. Shiera turun, meninggalkan selembar uang 100$ di kursi yang baru saja didudukinya, dan melangkah menjauh.Setelah itu, pria asing tersebut melaju dengan tenang meninggalkan Shiera, menahan senyum melihat selembar uang yang tergeletak di atas kursinya. Ia meraih ponsel, menghubungi seseorang."Temui wanita dengan setelan berwarna ungu di halte 507 km 3. Antarkan dia sampai di rumah, terima saja kalau dia membayar. Bersikaplah seperti sopir taksi."Jeda sejenak.“Pastikan wanita itu sampai di rumah dengan selamat.”**"Hahaha ... dia telah menjual mu kepada kami! Ron tidak mampu melunasi hutang-hutangnya dari kekalahan judi, maka dia memberikanmu kepada kami semua untuk dinikmati, sebagai gantinya!"Kalimat itu membayangi otak Shiera, membuatnya kesulitan tidur dan cemas kalau-kalau kekasih dan para preman itu mendobrak masuk ke rumahnya.Hingga akhirnya, Shiera berangkat bekerja dengan wajah sembab dan kusut.Selain itu, ia juga memikirkan tentang pria yang telah menolongnya. Ada rasa sesal di dalam hati Shiera karena tidak sempat bertanya siapa nama pria itu. Ia juga tidak bisa mengingat wajahnya karena keremangan malam membuatnya tampak samar.Akan tetapi, untungnya, Shiera tidak dibiarkan terlalu lama berlarut dalam pikiran-pikiran tersebut sesampainya ia di kantor."Cepatlah, Shiera. Ini hari penting! Jangan sampai bos baru itu memandang sebelah mata padamu dan memecat mu sebagai sekretaris direktur utama!"Ah ya. Hari ini kedatangan bos baru.Kabarnya, bos pengganti Tuan Jordan adalah putra sulungnya yang selama ini berada di Jerman untuk menyelesaikan pendidikan S3. Mengingat jenjang pendidikannya saja, Shiera merasa mual. Biasanya, orang dengan pendidikan yang terlalu tinggi akan lebih cerewet dan perfeksionis. Tapi semoga saja putra sulung keluarga Hale ini semuanya sama seperti ayahnya. Karena Tuan Greek Hale, putra kedua Tuan Jordan pun hampir sama seperti Tuan Jordan, tidak banyak berbicara dan pembawaannya tenang."Selamat pagi, Shiera."Shiera mendongak di kursinya dan segera berdiri saat melihat Tuan Jordan telah berdiri di hadapannya."Selamat pagi, Tuan Hale." Shiera menunduk sopan."Apakah seluruh staf telah siap di ruang meeting?""Ya, Tuan. Sudah," jawab Shiera sopan."Baik. Ayo. Ah, ya ... ini Dave, putra sulung ku. Dia yang akan berada di sini menggantikan aku mulai hari ini."Shiera menatap ke arah pria di samping Jordan Hale, tersentak sedikit melihat tatapan dingin pria itu. Seolah ada yang memutar waktu secepat gasing, tatapan mata Dave Hale seketika mengingatkannya pada pria penolongnya semalam."Ah, dia–”Dave terbahak melihat wajah kesal Shiera. Baru pertama kalinya dia berhasil membuat Shiera begitu kesal."Aku senang sekali melihatmu begitu kesal. Wajahmu yang cemberut itu sangat manis sekali."Plak! Shiera memukul tangan Dave yang berusaha mencubit dagunya yang lancip."Nah, begitu lebih manis, Sayang. Semakin kau sulit ditaklukkan, kau semakin menarik."Shiera menatap marah pada Dave sebelum kembali menatap keluar jendela.Dave mengemudi dengan senyum lebar, beberapa kali matanya melirik ke arah Shiera yang masih cemberut kesal.Lima puluh menit, mobil keluar dari pintu tol."Di mana ini?""Kota Milea.""Kau membawaku keluar kota hanya untuk makan siang?""Kau tidak mau seseorang menemukan kita, kan?"Shiera kembali cemberut."Ada kedai mie yang sangat aku sukai di rest area.""Rest area? Tapi ini sudah keluar tol.""Hmm. Kita akan berputar dan masuk kembali, karena rest area yang akan kita tuju berada di sisi perjalanan pulang.""Astaga ...!" Shiera menepuk dahinya.Dave tertawa
"Pak Dave, tolong ijinkan saya mengikuti presentasi itu sekali ini saja. Saya berjanji akan memberikan yang terbaik untuk perusahaan, dan saya akan membuat Anda memenangkan tender itu." Vania mengiba di depan Dave, saat pria itu berjalan keluar ruangan.Tiba-tiba saja Dave mendadak tuli. Pria itu berjalan menjauh dari Vania, diikuti Shiera."Dave, kau bilang tender itu untuk perusahaan pribadimu, kan?" tanya Shiera, begitu keduanya berada di dalam lift dan bebas dari jangkauan telinga panjang Vania."Hm," jawab Dave singkat."Tetapi kau maju menggunakan nama perusahaan ini?""Tidak. Aku mengatasnamakan perusahaan cabang.""Bodoh!" umpat Shiera.Dave membelalak kaget, menatap Shiera tidak setuju."Kau ini Direktur Tinggi Perusahaan, tetapi begitu bodoh.""Kenapa kau mengatakan itu?""Apa perusahaan itu masih membuka kesempatan untuk tender lain?""Ya. Waktunya masih dua hari lagi.""Kalau begitu biarkan Vania melakukan presentasinya untuk perusahaan ini, atau perusahaan cabang mana pun
Shiera berjalan memasuki gedung kantor yang sudah satu minggu ia tinggalkan. Rasanya agak asing, datang ke tempat ini sebagai orang lain."Shiera! Kau ke mana saja, hah? Ku pikir kau benar-benar mengundurkan diri."Shiera tersenyum menatap sahabatnya."Bukankah sudah aku katakan aku sakit, waktu mengunjungi kakak ku?""Ya, sih.""Nah, kalau begitu ayo sekarang kembali bekerja sebelum bos galak kita datang.""Kau tahu, Shie, satu minggu ini dia begitu uring-uringan seperti buaya kelaparan.""Oh, ya?" tanya Shiera, menatap ingin tahu."Hm. Karena dia memintaku menggantikanmu sebagai sekretaris, tetapi pak Steve memberinya Vania, dengan alasan aku terlalu vital untuk dikeluarkan dari bagian keuangan.""Jadi Vania menempati ruanganku?""Oh, tidak. Aku juga bertanya-tanya soal itu. Pak Dave memintanya tetap bekerja dari tempatnya. Mungkin karena pak Dave malas berada dekat-dekat dengan Vania," jelas Tasya, sahabat Shiera.Shiera nyengir puas. "Baguslah," katanya.Shiera kembali pada pekerja
Pagi menjelang acara pernikahan. Sebuah acara pernikahan tertutup dan tersembunyi, hanya dihadiri beberapa tokoh pernikahan dan tiga saksi yang tak lain adalah orang kepercayaan Dave sendiri. Bahkan kakak Shiera tidak bisa hadir karena pekerjaannya tidak dapat ditinggalkan sama sekali. Pria itu hanya menjadi saksi virtual menggunakan ponsel."Selamat atas pernikahan kalian."Shiera dan Dave menoleh kaget, saat keduanya bersiap memasuki mobil dan pulang."Papa?!"Pria tua beruban itu berjalan mendekat, mengangguk lemah."Tuan." Shiera menyapa takut, pria yang juga merupakan mantan bosnya di perusahaan itu."Maaf aku datang terlambat.""Tidak apa. Semuanya sudah selesai," jawab Dave dingin."Aku hanya ingin menyampaikan ini padamu, Dave. Mungkin bisa berguna kalau suatu saat nanti ibumu mengetahui perihal pernikahan kalian." Ayah Dave mengeluarkan amplop coklat lebar dan menyerahkannya pada Dave."Apa ini?" tanya Dave, menerimanya."Jangan di buka sekarang. Nanti saja kalau sudah di ruma
Perlahan Dave menarik dagu Shiera hingga wajah manis itu mendongak menatapnya, lalu dengan lembut ia menempelkan bibirnya pada bibir ranum Shiera."Aku mencintaimu, Shiera. Apa pun yang terjadi, aku akan tetap mencintaimu," bisik Dave di antara lumatan bibirnya yang tak pernah ingin dia lepaskan."Dave ....""Hm."Tidak ada lagi kata yang mereka ucapkan, hanya hati mereka yang saling berbicara. Tanpa Shiera mengatakannya pun, Dave tahu Shiera telah jatuh cinta padanya, sama seperti dirinya."Shiera. Aku akan menikahimu," bisik Dave, melepas pagutan mereka dan menghapus sisa basah pada bibir Shiera."Bagaimana dengan orang tuamu, Dave? Apa mereka setuju?"Dave diam."Dave?"Dave kembali menatap Shiera. Tanpa pria itu mengucapkan kalimatnya, Shiera mengangguk. Tatapan mata Dave sudah cukup berbicara dan membuat Shiera mengerti."Aku tidak tahu, Dave. Apakah baik menikah tanpa persetujuan orang tuamu.""Aku sudah dewasa, Shiera. Di sini, pria
Dave membeku di kursinya, mendengar penolakan keras kedua orang tuanya tentang wanita pilihannya."Kau ini putra pengusaha terpandang, Dave. Pemilik perusahaan terbesar di kota. Apa kata orang kalau kau menikah dengan wanita murahan seperti dia," cerca ibu Dave dengan wajah kesal."Mama! Shiera bukan wanita murahan, Ma. Dia wanita baik-baik.""Dan berasal dari golongan rendah. Memangnya kamu tahu latar belakang orang tuanya? Bukankah dia tinggal sendirian di sini?""Shiera memiliki kakek, Ma.""Pria pembersih kaca gedung itu?"Dave menghela nafas panjang."Dave, Dave ... kau itu sudah mama jodohkan dengan Vania. Itu kenapa papa kamu memberikan perusahaan itu padamu, supaya kau bisa lebih dekat dengan Vania.""Tapi aku tidak menyukai dia, Mama. Dia gadis manja yang tidak bisa apa-apa. Sangat berbeda dengan Shiera.""Aah! Memang seharusnya Papa mengganti posisi wanita itu sebelum kau masuk. Papa juga begitu, sih. Jelas-jelas Vania memiliki pendidikan yang lebih baik dan lebih tinggi, ke