Home / Rumah Tangga / MENANTU AMBURADUL / MENGHADAPI MERTUA JULID DENGAN ELEGAN

Share

MENGHADAPI MERTUA JULID DENGAN ELEGAN

Author: Vina Achfas
last update Last Updated: 2023-06-13 23:15:16

BAB 2

“Suf, istrimu itu dikasih tahu  supaya jangan permalukan Ibu lagi di depan tetangga kita.”

Aku yang tengah berada di dalam kamar secara sadar dan sengaja menguping pembicaraan ibu dan suamiku di ruang tv. Kebetulan jaraknya dekat dengan kamar tidur kami.

Tiba-tiba terdengar gerakan kaki seseorang hendak masuk ke kamar. Pasti itu kelakuan Mas Yusuf, mungkin sedang mengecek istrinya sudah tidur apa belum? Untungnya diriku sudah hapal gelagatnya, segera Aku pura-pura memejamkan mata, lalu sedikit mendengkur. Setelah kudengar gerak langkah kakinya berjalan  menjauhi kamar kami, barulah aku kembali mendengarkan obrolan mereka dengan santai. 

Setiap kali ibunya membahas tentangku, Mas Yusuf sepertinya tidak mau Aku mendengar percakapan mereka. Jadi dia berusaha keras untuk menutupinya  dariku. Mungkin  takut nanti akan  terjadi perang dunia di rumah ini. 

“Memangnya Nisa kenapa, Bu?” tanya Mas Yusuf bingung.

“Itu loh, Ibu sudah capek masak, nyapu, cuci baju. Kenapa semua diulangin lagi sama Nisa istrimu. Nanti apa kata tetangga tentang ibu, Suf?” keluh mertua kesal.

“Iya, nanti Yusuf kasih tahu Nisa, bu, supaya tidak lagi begitu.” jawab Mas Yusuf nurut seperti bayi kanguru yang selalu bersembunyi di ketiak emaknya. Lagi dan lagi, ia menjadi anak penurut yang tidak punya pembelaan sama sekali terhadap istrinya. Terlepas dengan rasa bakti dan hormatnya kepada orang tua, harusnya dia bisa menasehati jika memang apa yang dilakukan oleh ibunya adalah sesuatu yang salah atau sesuatu hal yang bisa menyakiti hati istrinya. Bukan malah berdiam diri ditengah dengan alasan tak mau ribut. 

Memang Mas Yusuf selalu begitu. Selalu membenarkan setiap perkataan ibunya terhadapku. Seakan membenarkan bahwa aku selalu salah di mata ibunya. Awalnya Aku terima saja,tapi sekarang caraku menyikapi sudahlah berubah. aku tak butuh pembelaan  darinya, karena membela diriku sendiri demi kebenaran adalah hal yang enteng. Aku tidak mau nanti malah dia dan ibunya yang ribut hanya karena aku. Ini bukan masalah membangkang atau tidak mematuhi orang tua. Tapi aku hanya ingin memberitahu ibu mertuaku untuk lebih memanusiakan manusia. Itu lebih tepatnya.

*********

Pagi sekali pukul 06.00 aku sudah selesai memasak dan mengerjakan semua pekerjaan rumah. Hari ini adalah jadwalku berkunjung ke rumah orang tuaku. Rasa bahagiaku ibaratnya seperti burung yang sudah di kurung lama dan hendak dilepaskan dari sangkarnya. Perasaanku pun senang berbunga-bunga melebihi apapun. Aku memasak makanan kesukaan Mas Yusuf. Semua sudah terhidang rapi di meja makan. Kutinggalkan semua hidangan lalu aku bergegas mandi.

“Waaahhh baunya sedap sekali. Ada ikan asin.” suara Mas Yusuf terdengar jelas di telingaku. Kulanjutkan menyikat gigi sambil menguping percakapan. Tak lama kemudian ada suara ibu menimpali. “Bukannya kamu enggak doyan ikan asin, Suf?” tanya ibu mertua.

“Suka kok, Bu.” sangkal suamiku. 

“Sejak kapan? Dulu kamu enggak suka loh, ibu masakin ikan asin. Muntah malah kamu habis makan. Soalnya keasinan juga bisa bikin naik tensi darahmu, kan? Ini juga tempe gorengnya gosong. Nih, makan masakan Ibu saja. Biar nanti Nisa yang makan masakannya.” pinta ibu mertua.

Ku lanjutkan aktivitasku di dalam kamar mandi. Menyelesaikan acara keramas secepatnya supaya tidak kedinginan. Moodku lagi bagus pagi ini, jadi tidak semudah itu dirusak oleh omongan mertua.

Lagian apa salahnya masak urap alias kuluban disertai ikan asin? juga kusertakan petai muda kesukaan Mas Yusuf, dan tempe goreng. Itu sudah paket komplit sarapan yang bagi sebagian orang sangat menarik nafsu makan. Apalagi ditambah dengan kerupuk. 

Apa katanya? Gosong? Kayaknya biasa aja deh. Maksain banget emaknya Yusuf. batinku.

Mertuaku memang tipe orang yang menganggap segala yang beliau lakukan dan beliau masak itu benar dan enak juga bagi orang lain. Makanya mulutnya suka dengan gampang mengomentari kerjaan dan masakan orang lain. Yang tidak beliau suka juga harus tidak disukai orang. Yang beliau suka harus juga disukai seluruh penghuni rumah.

“Nggak ah, Bu. Yusuf mau makan urap saja. Masak pagi-pagi suruh makan sayur bening. Nggak cocok.” sahut suamiku yang ternyata lebih tertarik dengan masakanku dari pada masakan ibunya.

Aku biasa memaklumi segala yang kumasak tidak di makan oleh mertua. Beliau lebih suka memakan hasil masakannya sendiri yang menurut beliau memang pas rasanya di lidah, meski bagiku rasanya selalu  hambar. Aku sering mencicipi masakannya diam-diam karena saking penasarannya dengan masakan nyonya sultan. Hahahaha. Ups, maksudku masakan mertua.

Akupun keluar dari kamar mandi dan berjalan dengan rasa percaya diri yang melambung tinggi. Mendengar anak sendiri lebih memilih masakan istrinya, kuyakin membuat hati mertuaku teriris-iris perih. Apalagi aku mendengar sendiri percakapan mereka karena kamar mandi dan ruang makan memang bersebelahan.

 Aku paham betul niatan ibu mertua hanya ingin membuatku kecewa atas kerja kerasku sejak pagi yang harusnya tidak dihargai oleh anaknya. Aku sangat mengerti itu maksud dia. Tapi apalah daya, anaknya bukanlah seorang bayi lagi dan kini sudah bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri. Termasuk memilih menikahi gadis cantik yang dulunya menjadi pujaan hati banyak lelaki sepertiku. Hahaha. Bercanda loh. Maksudnya anak lelakinya sudah bisa menentukan mana yang ia sukai atau tidak sukai. 

Secepat jilat aku berganti pakaian. Sengaja sarapan terlebih dahulu sebelum akhirnya berdandan. 

“Mari sarapan urap, Bu, sambalnya mantab loh... pedas, cocok di lidah Nisa.” pamerku kepada ibu mertua. Mas Yusuf tampak lahap memakan masakanku. Muka mertuaku semakin terlihat masam.

“Ibu belum lapar. Mau menjemur cucian.” sahutnya judes dan berniat meninggalkan keberadaan kami berdua di meja makan.

“Bajunya sudah Nisa jemurkan, Bu. Halaman sudah Nisa sapu. Nisa tidak mengulangi pekerjaan rumah,, hanya saja, Nisa lebih pagi mengerjakan semuanya. Ibu istirahat saja.” jawabku santai dengan rasa percaya diri yang sedang melambung tinggi.

“Iya benar Bu, istirahat saja. Kan Ibu sendiri yang nasehati Yusuf supaya Nisa tidak mengulang pekerjaan Ibu. Begitu juga sebaliknya dong.” sahut Mas Yusuf polos tanpa menatap ekspresi wajah pucat emaknya.

Sebisa mungkin kutahan rasa ingin tertawa. Aku kembali fokus dengan makanan di piring. Ibu mertua masuk ke kamar, mungkin dengan patahan hati berkeping-keping. Entah mimpi apa semalam? Tiba-tiba anak lelakinya seperti mendapat hidayah harus melindungi istri dari tekanan ibunya. Padahal sih enggak. Ini hanya sebuah kebetulan saja.

*********

“Annisa pamit dulu, Bu, mau menginap di rumah Mama Papa.” pamitku kepada ibu Ilma Meriana. Alias ibu mertua.

“Iya.” jawab beliau dengan muka penuh amarah dan ketidaksukaannya.

Ya, memang selalu begini setiap kali aku pamit pulang ke rumah orang tuaku. Jadi aku pun sudah mulai terbiasa. Awalnya aku masih sering sakit hati dengan sikap mertua semacam ini, tapi kini semua sudah ku maklumi. Sudah biasa dan bakalan terjadi berulang kali. 

Berat hati rasanya kulihat mertua melepas anak lelakinya ikut bersamaku menginap di rumah orang tuaku. Seperti mengkhawatirkan sesuatu yang tidak sepatutnya dikhawatirkan. Anakmu aman bersama orang tuaku, Bu. Lain halnya diriku yang tidak aman berada di rumah ini. 

Kami, aku dan Mas Yusuf memang belum memiliki rumah sendiri. Jadi itulah alasan kami harus bergantian menginap di rumah orang tuaku dan orang tua Mas Yusuf. Tapi jangan samakan sikap orang tuaku dan ibu Mas Yusuf, beda jauh. Aku yang merupakan anak tunggal di keluarga membuat Mas Yusuf diperlakukan bak raja di keluargaku. Rasa bahagia kedua orang tuaku yang memang sejak lama menginginkan anak lelaki akhirnya terbayar dengan kehadiran anak menantu kesayangan mereka ini. Jangankan pegang piring kotor, pegang sapu lantai saja Mas Yusuf tidak pernah. Semua pekerjaan rumah kulakukan sendiri bersama Mama.

Sudah hampir satu tahun pernikahan, Aku dan Mas Yusuf belum kunjung dikaruniai keturunan. Mungkin kami memang harus lebih sabar lagi. Kata Dokter jangan terlalu stress dan jangan terlalu menunggu juga. Biasa saja, jika waktunya tiba pasti bakalan dikasih.

Orang tuaku juga sedih, mereka selalu berdoa untuk kami, katanya. Tanpa pernah bertanya sedikitpun masalah kehamilan. Mereka mungkin berpikir akan lebih baik tidak terlalu menekan psikis anak dan menantunya.

Berbeda dengan mertuaku yang selalu membicarakan tentang diriku di depan para tetangga yang katanya rahimku tidak subur. Ibu bilang bahwa dalam keluarganya semua subur dan punya banyak anak, termasuk anak kandung Ibu pasti subur semua. Semua keburukan hanya Ibu limpahkan kepadaku tanpa perdulikan bagaimana perasaanku. Jahat ya? Banget. Tapi yakinlah di luar sana banyak makhluk bernama mertua yang memang begini kelakuannya. Jadi solusinya tetap jaga kewarasan hati dan jiwa supaya enggak cepat gila. Karena hanya itulah yang bisa menyelamatkan mental kita para menantu yang jiwa dan raganya tertekan oleh sikap buruk dari keluarga suami, terutama mertua. 

*********

Baru sehari kami berada di rumah orang tuaku, ibu mertua mengirimi pesan di handphone

Mas Yusuf.

[Nak, kepala Ibu pusing sekali. Tetangga kita ada yang nikahan dan suara musiknya keras sekali. Ibu tidak bisa tidur dari semalam, sekarang pusing sekali rasanya] ibu mulai mengadu. Dahsyat sekali memang keluhan beliau. Seperti sedang merasa menjadi pasien gawat darurat di UGD rumah sakit saja. 

Mas Yusuf sedang tidur siang. Buru-buru jariku membalas pesan dari ibu. Tidak ada rahasia untuk masalah handphone bagi kami berdua. Bahkan password layarpun kami saling tahu.

[Maaf Bu, Yusuf sedang memberi pelajaran pada Annisa. Sementara Yusuf dan Annisa tinggal di rumah mertua Yusuf dulu agak lama, sampai istri yusuf benar kelakuannya di mata Ibu. Nanti Mas Rama akan jemput Ibu supaya tidur di rumahnya. Biar Ibu tidak pusing lagi]

Pesan terkirim.

Mas Rama adalah kakak tertua di keluarga Mas Yusuf. Jarak rumahnya tidak begitu jauh dari tempat mertuaku. Hanya saja berbeda kecamatan. Membayangkan harus tinggal di rumah Mas Rama seharian pasti membuat Ibu mertua merinding disko. karena istri Mas Rama sangat galak dan tegas menurut Ibu mertua.

“Ting”

Secepat kilat Ibu mertua membalas.

[Tidak usah. Tinggal saja selamanya di rumah mertuamu. Jangan pedulikan ibumu lagi!]

“Hahahahaaa,”

Aku tertawa sepuasnya sampai hampir terjungkal dari atas kasur ke lantai membaca balasan dari mertuaku sebegitu amazingnya. 

**********

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENANTU AMBURADUL   SELAMAT JALAN IBU (ENDING)

    MENANTU AMBURADUL 161 (ENDING)Setiap manusia selalu punya pilihan untuk selalu bersikap baik kepada sesama atau justru sebaliknya.___________Takdir hidup terkadang memang mengejutkan. Apalagi dengan terjadinya pendekatan dan rencana pernikahan antara Mimi dan Raihan. Semua orang bahkan diriku sendiri juga kaget. Apalagi mereka yang baru saja tinggal satu rumah dalam hitungan hari. Mimi dulu sempat ingin diadopsi sebagai anak oleh Ibu setelah kematian Mia, tapi rencana Ibu gagal karena tidak mendapatkan persetujuan dari anak-anak lelaki Ibu, kini Ia malah akan dijadikan istri oleh Raihan. Seseorang yang pernah menjadi menantu Ibu.Herannya si Mimi juga bersedia dengan permintaan Raihan yang ingin mempersuntingnya. Entah apapun itu motifnya yang jelas doa terbaik selalu untuk mereka berdua.Jika dengan menikah dengan Raihan membuat Mimi akan bersikap lebih penyayang kepada Fajarina dan Ibu, sungguh itu ide yang bagus. Karena selama ini Ibu sudah di rawat dengan Mimi dengan sepenuh ha

  • MENANTU AMBURADUL   KEJUTAN DI RUMAH RAIHAN

    MENANTU AMBURADUL 160Kulihat betapa senangnya Daffa diperhatikan oleh Mama dan Papa. Daffa juga sangat bahagia karena Mama dan Papa beberapa hari ini tinggal di rumah kami. Dua orang yang memang sejak Daffa kecil sangat dekat dengan Daffa.Dulu, si Sulungku justru malah sering kutinggalkan bersama kedua orang tuaku karena banyak hal. Itu sebabnya suatu waktu Mama pernah memarahiku karena hal tersebut. Karena kesibukanku di duniaku sendiri sehingga sering meninggalkan anakku di tempat Mama.Sering juga kutinggalkan Daffa karena ulah Ibu mertua. Atau masalah keluarga Mas Yusuf yang tak jarang menyita waktuku. Tentang almarhumah Mia, tentang Ibu, atau masalah lainnya.Dari sebab inilah Daffa menjadi lebih dekat dan intensitas kebersamaannya dengan Grandma dan Grandpanya sangat sering."Lagi pada asyik ngapain?" tanyaku pada Papa dan Daffa yang sedang bercengkerama di ruang Tv."Lagi jawab teka-teki silang nih Mom." jawab Daffa."Siapa yang menang?""Nggak ada yang menang, kami jawab b

  • MENANTU AMBURADUL   TAKJIL DARI MERTUA

    MENANTU AMBURADUL 159Mas Rama, Mbak Rini, Khaity dan Mama Papa berpamitan untuk pulang. Berhubung acara buka bersama telah usai. Sebenarnya ingin tarawih berjamaah juga, tapi takutnya kemalaman.Ibu mengamankan diri di kamar, mungkin sedang menyelesaikan beberes barang-barang. Begitu juga Mimi, dia digaji untuk mengikuti kemanapun Ibu akan tinggal.Mungkin tidak lama lagi Mimi bisa bekerja dengan Ibu, karena umur dia sekarang sudah menunjukkan umur seorang wanita yang pantas untuk menikah. Kedua orang tuanya sudah sering mendesak Mimi untuk segera menikah. Tidak peduli bagaimana senangnya Mimi mencari uang.Mungkin kedua orang tua Mimi takut jika nanti Mimi menikah terlalu tua. Apalagi di kampung pasti banyak yang akan ikut berkomentar jika ada anak gadis salah satu warga yang menikah terlalu tua.Aku berpesan kepada Mimi untuk jangan lebih dulu bilang sama Ibu jika memang sudah mau resign dari pekerjaan ini. Karena tahu sendiri pasti Ibu akan merasa gelisah jika diberi tahu di awal.

  • MENANTU AMBURADUL   PERPISAHAN

    MENANTU AMBURADUL 158Tidak ada yang bisa merubah watak seseorang, kecuali dirinya sendiri yang ingin merubahnya.Betapa sulitnya menuruti semua kemauan Ibu. Dari hal sepele, sampai hal yang paling berat sekalipun. Dari waktu yang bersahabat atau waktu yang sedang tidak bersahabat. Jika si Ibu sudah berkehendak, maka keinginan itu harus terwujud."Ibu jadinya puasa atau enggak, Bu?""Mana kuat Ibu puasa, Ibu kan enggak sahur Nis. Ada-ada aja kamu.""Oooh, gegara menu sahur enggak sesuai keinginan Ibu, Ibu jadi mutusin buat nggak puasa ya.""Ngomong apa sih kamu ini." Elak Ibu. Mungkin si kanjeng ratu malu mau jujur."Ibu minta menu apa buat nanti sahur. Biar bisa puasa bareng kita.""Apa ya, nanti Ibu kasih tahu deh kalau sudah dapat menu yang Ibu pingin.""Sekarang saja Bu. Nggak usah nanti-nanti. Yang mau belanja dan yang masih jualan lauk mentah siapa kalau sudah sore. Ini bentar lagi juga orang sibuk nyari takjil. Bukan sayur mayur atau lauk mentah." cerocosku mendesak Ibu agar me

  • MENANTU AMBURADUL   PERMINTAAN IBU SAAT SAHUR PERTAMA

    MENANTU AMBURADUL 157"Marhaban ya Romadhon. Marhaban Syahrossiyam."Selamat menunaikan Ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga kita semua diberikan kesehatan sehingga bisa beribadah dengan maksimal di bulan suci ini. Aamiin.____________"Nek, maafkan Rina. Nenek jangan marah." kata Rina di balik pintu kamar neneknya sambil ketok-ketok.Ibu mengunci pintu kamar beliau dari dalam, sehingga tidak ada seorangpun yang bisa masuk, termasuk Mimi."Pergi saja semua. Jangan perdulikan Nenek lagi.""Kami semua masih peduli kok sama Nenek.""Bohong. Buktinya kamu tidak mau tinggal sama Nenek. Kamu malah memilih tinggal bersama Ayahmu.""Nenek boleh ikut sama kami. Kata Ayah, kita akan tinggal bersama."Hening... tidak ada balasan dari dalam ruangan yang pastinya berantakan itu akibat ulah dari Ibu. Segala barang yang ada di dalam selalu dirusak saat Ibu marah. Itu sebabnya kami tidak banyak meletakkan barang-barang berbahan kaca yang mudah pecah. Salah satu alasannya ya karena itu. Tidak i

  • MENANTU AMBURADUL   IBU MENGAMUK MENDENGAR KEPUTUSAN DARI CUCUNYA

    MENANTU AMBURADUL 156Kami masih di Supermarket langganan. Cuman beda posisi saja. Aku, Fateh, Rina, Daffa dan Mbak Karti sedang menunggu Ibu dan Mimi yang masih ada di dalam. Mas Yusuf entah menghilang kemana?Daffa awalnya membantu Neneknya mendorong troli belanjaan, tapi dia antarkan troli tersebut sampai kasir lalu pamit mencari Daddynya agar bisa membantunya membawakan belanjaan si nenek. Sudah Daffa cari kemana-mana, batang hidung Daddynya belum juga nongol, akhirnya Daffa menemukan keberadaan kami dan menunggu Mas Yusuf bersama kami di sini."Loh, kok kalian pada di sini? Ibu dimana?" tanya Mas Yusuf yang mendadak care dengan keberadaan ibunya."Helloooo kemana aja dari tadi Mas?" batinku mengomel.Entah dari mana asalnya Mas Yusuf tiba-tiba muncul begitu saja. Bilangnya sih dari toilet. Entah ngumpet atau ngapain dia sejak tadi di sana? Kami saja sudah duduk di sini sekitar 15 menit. Berarti Mas Yusuf berada di toilet hampir 45 menitan. Hahahaha mustahil sekali Mas. Alasan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status