Share

MENANTU AMBURADUL
MENANTU AMBURADUL
Author: Vina Achfas

PEKERJAAN RUMAH DIULANG-ULANG OLEH MERTUA

BAB 1

“De’, yang cuci piring siapa tadi? Kok, Ibu sekarang cuci piring lagi?” tanya Mas Yusuf dengan suara berbisik kepadaku.

“Aku. Kenapa memangnya? Enggak bersih? Diulangi lagi sama Ibu?” sahutku jutek karena emosi mulai meradang.

Aku kesal setiap kali melakukan pekerjaan apapun di rumah mertuaku ini selalu saja kena komplain oleh suami, dengan alasan yang beragam. 

“Hehehe, Mas cuma tanya, kok. Ya sudah ndak apa-apa, biarkan saja Ibu.” jawab Mas Yusuf tanpa dosa.

Hatiku mulai memanas, karena untuk kesekian kalinya hasil cuci piringku diulangi lagi oleh ibu mertua. Awalnya aku tak tahu masalah ini, kebetulan saudara Mas Yusuf waktu itu memberitahuku, bahwa piring, gelas dan peralatan dapur yang baru saja selesai kucuci akhirnya dicuci ulang oleh mertua saat aku sedang pergi dengan suami. Padahal menurutku sudah kucuci dengan bersih hingga ku sabun berulang, lalu kucium baunya berkali-kali, supaya tidak meninggalkan jejak bau amis atau bau apapun yang sekiranya mengganggu indera penciuman mertua, namun melakukan pekerjaan di rumah ini selalu berakhir dengan kekecewaan. 

Harus sesabar apa aku menghadapi tingkah beliau yang rumit untuk difahami? Belum lagi cucian baju beliau yang sudah kering dan sudah kulipat, besoknya dicuci ulang lagi. Atau halaman rumah yang menurutku sudah bersih selepas kusapu, ternyata masih diulangi disapu kembali. Benar saja ipar yang lain tak sanggup menghadapi ibu dari suamiku ini. batinku mengomel. 

Kebetulan anak dari ibu mertua 3 orang. Dua pria dan satu perempuan yaitu si bungsu. Ketiganya sudah menikah. Mas Yusuf anak kedua dari ketiga saudaranya itu. 

********

Pagi ini entah kenapa perasaanku tidak enak. Rasa bosan dan jenuh sudah mulai menghampiri, apalagi rasanya seperti sedang dipaksa melakukan hal-hal yang tak sesuai kehendak hati setiap harinya di rumah mertuaku ini. Kalau bukan sebagai bentuk baktiku kepada suami, mungkin sudah kabur saja dan memilih untuk kembali berkarir seperti dulu lagi. 

“Kasian ya, bu Ilma, sudah ada menantu tapi tetap kerjakan semua pekerjaan rumah sendiri.” sindir bu Ijah tetangga sebelah rumah waktu aku sedang memilih kangkung di tukang sayur langgananku pagi ini.

Aku diam seribu bahasa, tak mau banyak berdebat dengan manusia, karena selain buang-buang waktu, juga bikin capek hati. 

“Iya loh, saya sering lihat bu Ilma menyapu halaman rumahnya sendiri. Entah pada kemana anak dan menantunya?” sahut bu Rohmah yang juga bertetanggaan dengan rumah ibu mertua.

Entah komplotan atau apa sebenarnya mereka berdua itu? Yang  jelas sindiran itu sepertinya  ditujukan untukku. Begitu dahsyatnya Ibu mertuaku membuat semua orang di sekitar sini merasa iba kepadanya. Seakan-akan aku tak becus saja jadi anak menantu. Tetangga fikir Aku tak mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Padahal semua sudah kulakukan, tetapi selalu beliau ulang-ulang.

Kuacuhkan beberapa orang yang berusaha mengacaukan moodku pagi ini, dengan harapan diriku tidak akan merasakan sakit hati yang berlebih. Aku ngelunyur saja pergi, dari pergulatan para emak-emak yang hobi mencari tema ghibahan pagi hari. Mencari permasalahan keluarga orang lain dari ujung barat sampai ujung timur. Dari makhluk bumi hingga makhluk luar angkasa. Bahkan yang sudah di alam kubur pun kadang ikut dibahas. Sungguh keterlaluan. Aku bergidik ngeri. 

🌿🌿🌿🌿🌿🌿

Pagi hari, biasanya setelah salat subuh aku memulai pergulatanku di dapur. Ada saja yang harus ku kerjakan. Entah menyapu, mencuci piring, atau mempersiapkan bahan makanan untuk membuat sarapan. Setelah memasak selesai biasanya ku lanjutkan untuk mencuci pakaian. Kali ini aku tidak keluar kamar hingga pukul 07.00 pagi. Suamiku yang baru saja tersadar akan keberadaan istrinya yang masih ada di dalam kamar langsung menegur.

“Hei, Nisa... kok, kamu masih ada di kamar? Enggak bantuin ibu?” tanya Mas Yusuf serius.

“Enggak, Mas. Nanti saja Nisa bantunya.” ucapku menimpali.

“Loh, kenapa? Kamu sakit?” tanya Mas Yusuf penasaran. 

“Enggaaakk.” balasku  agak nyolot.

“Ya sudah terserah kamu saja.” jawabnya pasrah. Aku melanjutkan kegabutan ini di dalam kamar tanpa menghiraukan siapapun di rumah ini.

Akupun kini sedang menunggu bagaimana respon mertuaku tercinta, karena menantunya tak kunjung membantunya di dapur. Ku dengar berkali-kali suara sindiran keras dari peralatan dapur yang sengaja beliau bunyikan.

“Glompraaang…”

“praaakkk!!”  

"Trenggg..."

Aku tetap cuek, menahan sangat keras godaan setan untuk menertawainya. Akupun akhirnya keluar dari kamar, mendekati keberadaan ibu mertua di dapur yang baru saja selesai mengerjakan pekerjaan rumah. Ya, memang sengaja ku tunggu dan ku intai hingga urusan dapur selesai dikerjakan. 

“Ehm... Loh, sudah selesai semua ya, Bu.” sapaku basa-basi tanpa merasa malu kepada ibu mertuaku.

Tak ada balasan. Beliau hanya manyun sejadinya. Mungkin kesal dan pingin  nampar mukaku pakai sapu lidi. Hahahaha, puas rasanya melihat ekspresi kesalnya. batinku.

Kutatap kepergian Bu Ilma dengan ekspresi cengengesan. Bodo amat dan enggak peduli. Memangnya enak. Kukabulkan apa yang para tetangga sebutkan tentangku, yang pastinya omongan semacam itu memang berasal dari mulut mertuaku. Siapa lagi yang bisa menyebarkan masalah di rumah ini selain orang yang tinggal di sini? Jin? Vampir? Nggaklah gila apa. 

Akhirnya kulihat beliau pergi jalan-jalan pagi sesuai jadwal sehari-hari. Meskipun kali ini jadwalnya sedikit mundur alias kesiangan. Karena siapa lagi kalau bukan karena menantu yang beliau anggap tidak becus dalam segala hal ini. Menantu yang selalu salah di mata Bu Ilma lebih tepatnya. 

🌿🌿🌿🌿🌿

Pulang dari jalan-jalan pagi, ibu mertua tampak  terkejut melihat pemandangan anak menantunya yang teelihat sibuk mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Mungkin Ibu takut pamor rajinnya hilang di kalangan para tetangga dan anak lelakinya karena sudah membiarkan menantunya mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri. Tiba-tiba Ibu mendekat dan menegurku. 

“Loh, Nis, Ibu kan sudah kerjakan semua pekerjaan rumah tadi pagi. Kenapa kamu ulangi lagi?” tanya Ibu keheranan sambil celingak-celinguk melihat situasi sebelah rumah.

Kebetulan ada beberapa tetangga di samping rumah yang memang sedang mengobrol, termasuk bu Ijah dan bu Rohmah. Sengaja ku lantangkan suaraku untuk menjawab pertanyaan ibu mertua sembari menghentikan gerakan sapu lidi yang sedang ku pegang.

“Nisa cuma kepingin jadi menantu yang patuh sama mertua, Bu. Bukannya ibu selalu kasih contoh ke Nisa, bahwa ibu selalu ulangi semua pekerjaan rumah yang sudah Nisa kerjakan. Ya, sekarang ini Nisa lagi ulangin semua yang sudah ibu kerjakan tadi pagi.”

Saking malunya Ibu akhirnya masuk ke dalam rumah. Entah apa yang akan beliau ratapi. Semoga saja tidak menyesal karena memiliki menantu sepertiku, menantu amburadul seperti yang pernah beliau katakan kepada tetangga. Para tetangga hanya melongo mendengar penjelasanku barusan yang sama sekali tidak mereka ketahui sebelumnya.

🌿🌿🌿🌿🌿

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sakka Semmang
cerita menantu yg tdk tahan ditindas metua
goodnovel comment avatar
Idruk
hahaha.. mantapssss
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status