Flash back satria bertengkar dengan Bintang Beberapa saat sebelumnya,Bintang terdiam setelah membaca pesan whatsapp dari Laila. Diremasnya ponselnya sampai buku-buku tangan Bintang memutih. "Ini tidak mungkin. Kak Satria pasti tidak pernah tidur dengan Laila. Laila pasti ngeprank aku, kan?" gumam Bintang dengan hati yang masygul. "Aku harus memastikan nya sendiri."Bintang lalu keluar dari kamarnya di lantai dua rumahnya lalu menuju ke arah ruang kerja kakak nya yang berada di lantai tiga. Ruang kerja kakaknya berdekatan dengan perpustakaan rumahnya yang mengkoleksi berbagai macam buku dengan berbagai genre. Di seberang ruang kerja kakaknya itu terletak kamar Satria, yang bersebelahan dengan ruangan yang mempunyai berbagai alat gym. Bintang memelankan langkah nya saat sudah berada di hadapan Satria yang sedang asyik mengotak atik laptop nya. Kakak lelakinya itu menoleh padanya dengan mengangkat satu alis nya lalu menoleh ke arah jam yang menempel di tembok. "Ada apa? Tumben kamu
Mendadak salah seorang preman membekap wajah dan mulut Bintang dengan sapu tangan yang telah dibubuhi obat bius. Sementara dua orang lainnya dengan cepat memegangi tangan Bintang. Dan preman lain memegangi kedua kakinya. Dan tak lama kemudian, Bintang pun terkulai lemas."Dia sudah pingsan!" ujar salah seorang preman yang bertugas membekap mulut dan hidung Bintang. "Angkut ke mobil! Cepetan! Keburu bangun nanti!"Ketiga preman lantas menggotong tubuh Bintang yang sedang lemas itu ke dalam mobil. Lalu salah satunya segera menghidupkan mobil milik Bintang dan melajukannya. Sementara preman yang lain mengendarai motor mereka mengikuti mobil itu. Motor dan mobil yang sedang melaju itu akhirnya berhenti setelah menempuh jarak selama satu jam di salah satu vila pinggir pantai. Bintang lalu dibawa keluar dari mobil dan dimasukkan ke vila itu. "Bagus! Pekerjaan kalian bagus sekali. Tidak ada saksi mata yang melihat kejadian ini kan?" tanya Satria yang duduk di dalam sebuah kamar besar.
Andre melanjutkan proses hipnoterapi nya. "Dengarkan sugesti saya. Kalau pun kamu bertemu dengan perempuan dalam foto itu, kamu akan melihat dia sebagai perempuan buruk rupa yang berwajah tua," instruksi Andre sambil menatap mata dan memegang pundak Bintang. **Satria menatap ke arah pintu kamar adiknya yang tertutup dengan was-was. Dia berjalan mondar mandir di depan kamar besar itu, sampai saat pintu terbuka, di hadapannya, Satria menatap penuh harap ke arah ahli hipnoterapi itu. "Bagaimana pak Andre?"Andre tersenyum dan mengacungkan kedua ibu jarinya. "Semua sudah selesai. Adik kamu akan melupakan perempuan itu. Hanya ketika aku menarik kembali hipnotis ku padanya, adik kamu baru bisa teringat pada kekasih nya. Selain aku yang mencabut sugesti ku pada adikmu, maka tidak ada yang bisa membuat nya teringat pada perempuan itu," ujar Andre tersenyum. "Wah, anda memang yang terbaik! Terima kasih!" seru Satria mengulur kan tangannya ke arah Andre dan menjabat tangan lelaki setenga
"Kak Bintang," sapa Laila tersenyum.Bintang mengerutkan keningnya menatap ke arah Laila. Dan jawaban dari mulut Bintang, membuat Laila tercengang. "Maaf, Ibu ini siapa ya? Kok bisa mengenal saya?"Laila mendelik mendengar ucapan Bintang. "Kak Bintang, ini aku, Laila! Apa kamu lupa?" tanya Laila dengan nada tak percaya. Dia merasa ada dua kemungkinan penyebab Bintang tidak mengenalnya. Satu, karena Bintang ingin mengusili dan membuat prank padanya. Kedua, karena Bintang bisa mengalami kecelakaan sehingga bisa mengakibatkan amnesia. Tapi jika kecelakaan nya menyebabkan amnesia, kenapa saat ini Bintang masih bisa mengendarai motornya? Setahu Laila, jika terjadi kecelakaan dan pengendara sampai amnesia, biasanya opname dulu di rumah sakit. Bukan malah kelayapan seperti Bintang saat ini. Jadi apa yang sebenarnya terjadi pada Bintang?"Ibu siapa ya? Ada perlu apa dengan saya dan memang nya kita kenal dimana?" tanya Bintang membuat badan Laila gemetar. Ditatapnya Bintang lekat-lekat.
Akhirnya, baru saja dia sampai di depan rumah nya, Laila terkejut karena melihat seorang perempuan di ruang tamunya. Perempuan yang sangat dikenalnya. Mami Rosa!Laila menepikan motor nya ke halaman rumahnya. Tampak Mami Rosa tersenyum padanya. Mami Rosa memang masih tetangga satu desa dengan Laila, dan Laila penasaran dengan alasan Mami Rosa ke rumahnya sekarang. "Selamat sore, Tante! Apa kabar? Kok nggak masuk ke dalam rumah?" tanya Laila pada Tante Rosa, karena perempuan itu duduk di kursi teras sendirian. Baju Tante Rosa lebih sopan dari pada saat dia menjadi seorang mucikari, yang mengenakan tank top dan celana pendek saja. Tapi sekarang Tante Rosa tampak rapi dengan mengenakan kaus lengan panjang dan rok yang juga panjang warna ungu. Tampak sopan meskipun tidak berjilbab. Laila menyunggingkan senyum dengan menjabat tangan tetangganya itu. Gadis itu lalu duduk di kursi bambu di teras rumahnya bersebelahan dengan Tante Rosa. "Ayo masuk ke dalam rumah, Te," ajak Laila ramah.
Suasana sore yang indah dengan udaranya yang segar menyapa Laila dan Noval saat berboncengan ke rumah Iqbal, teman sebangku Noval yang mempunyai orang tua pengusaha bebek. "Hm, rasanya lama sekali ya kita nggak pernah jalan-jalan bareng, Mbak?" tanya Noval. Rambutnya yang mulai panjang berantakan ditiup angin sore. Laila tersenyum lalu mengangguk di boncengan belakang. Sadar bahwa Noval tidak dapat melihat anggukan kepala nya, Laila pun berdehem. "Ehem, iya. Rasanya kita sudah lama tidak jalan-jalan berdua. Dan rasanya aku sudah lama banget nggak ngebawelin kamu soal rambut kamu yang mulai panjang," ujar Laila seraya menjewer telinga sang adik. "Awww! Aduh, sakit lho, Mbak!" protes Noval merasakan telinga nya yang mulai panas karena jeweran sang kakak. Novel lalu mengusap telinga kanan dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang lain masih memegang stang motor. "Makanya kalau punya rambut itu jangan dibiarkan panjang. Segera potong saja rambut mu sebelum disuruh gurumu! Nanti kala
Laila tercengang melihat status wa salah satu teman di jurusan yang sama dengannya. Mendadak hatinya terasa diremas dan begitu sakit sampai rasanya susah untuk bernapas. "Ya Tuhan, aku tahu kalau kak Bintang terlalu baik untukku, dia memang berhak untuk mendapatkan yang lebih baik dariku. Tapi kenapa rasa-rasanya tetap saja hatiku sakit!"Mata Laila mulai berkaca dan berembun, tapi dengan cepat dihapusnya air matanya itu. "Nduk, adik-adikmu masak ap ... Lho kamu kenapa, Nduk?" tanya Ibunya Laila saat keluar dari kamar dan menuju ke ruang tengah rumahnya. Perempuan berumur lebih dari lima puluh tahun itu tercengang melihat anak sulung nya sedang menangis di kursi kayu depan tivi. "Eh, Ibu! Laila nggak apa-apa!" Dengan cepat Laila mengusap air matanya dan tersenyum pada ibunya. Tapi perempuan yang telah melahirkan nya itu tetap mendekat dan duduk di hadapannya. "Cerita saja pada Ibu, Nduk. Kita memang tidak punya apa-apa, tapi kita kan saling memiliki. Kalau kamu tidak cerita pada
Bu Yuni melongo mendengar ucapan Laila. "Kamu beneran mau membayar utang mereka? Utang mereka banyak, La," ujar Bu Yuni. "Mending kamu simpan saja uang kamu untuk keperluan kamu sendiri. Mereka kan sudah berlaku tidak baik padamu, masa kamu harus membayar utang mereka?" tanya Bu Yuni tak percaya. Laila menghela nafas panjang. "Beneran, Bu. Biar kubeli mulut-mulut orang yang menghina ku dan keluarga ku," ujar Laila tenang. "Duh, kamu mau bayarin hutang kami? Nggak usah deh, kami nggak mau apes karena dibayarin dengan uang haram," ujar Bu Ina. Lalu Bu Ina menoleh ke arah ketiga temannya. "Ya kan, Bu? Kalian juga tidak mau kan kalau Laila membayar utang kalian dengan uang haram? Nanti malah bikin apes!" Seru Bu Ina. Tapi tampak nya ketiga temannya tidak sependapat dengan nya. Mereka bahkan saling pandang dan saling sikut satu sama lain. "Yaa, gimana ya. Aku sih seneng-seneng saja kalau utang ku lunas. Toh yang menanggung dosanya kan bukan aku? Yang punya uang haramnnya kan dia?" tan