"Kenapa yah aku disuruh ke rumah Mama dan Papa?" gumam Aeera, berjalan cepat memasuki ruang mewah bernuansa klasik tersebut dengan perasaan waspada. Biasanya jika ada yang penting, mertuanya lah yang mendatangi Aeera ke rumah Alarich. Namun, mendadak hari ini Aeera yang disuruh ke sana. Ekspresi Aeera semakin kaku, gugup bercampur takut melihat semua orang di ruang tamu. Ketika Aeera memasuki ruangan tersebut, mata mereka langsung tertuju pada Aeera–menatap sinis bercampur marah. 'Aku lagi nggak ulang tahun, jadi nggak mungkin mereka berniat memberiku kejutan. Fix, aku melakukan kesalahan.' batin Aeera, meneguk saliva dengan kasar, menatap sayup bercampur ragu-ragu pada kumpulan orang-orang di sana. Aeera berdiri tegap, menghadap orang tua serta keluarga suaminya yang lain. Jantung Aeera sudah berdebar sangat kencang dalam sana, merasa jika masalah besar akan melandanya. Mereka di depan sana belum melakukan apa-apa pada Aeera, tetapi Aeera sudah gemetar. Tatapan mereka begitu meng
"Kalian tidak berhak menghakiminya. Aku-- suaminya, masih hidup untuk mengurusnya!" Suara yang begitu menusuk, mengalun dengan nada menggeram rendah–membuat hawa di sana semakin mencekik siapapun. Alarich menghempas cukup kasar tangan Ranti lalu beralih mencekal kuat tangan Aeera, menarik kasar perempuan itu dari sana–membawanya untuk pulang. Alarich marah! Sangat murkah malah, ketika mendapat pesan berisi foto perselingkuhan Aeera dengan seorang pria. Aeera begitu bahagia dalam foto, memberikan uang pada pria itu dan bahkan keduanya saling merangkul. Ada satu foto yang membuat Alarich hampir saja kehilangan kendali saat melihatnya, pria itu terlihat mencium pipi Aeera. Namun, melihat istrinya dihakimi seperti tadi, Alarich tidak tega dan rela. Hell! Hanya Alarich yang boleh marah dan kasar pada perempuan ini, siapapun tidak boleh! "Dia memang selingku …-""Diam!" bentak Alarich, mendorong Aeera secara kasar untuk masuk dalam mobil. Setelah itu, dia segera tancap gas–mengemudi de
Aeera menundukkan kepala dengan perasaan yang sangat kalut. Matanya sembab–akibat menangis sepanjang Alarich menghukumnya. Hukuman yang sama dengan hukuman yang sering ia terima selama ini dari Alarich. Namun, kali ini dengan tingkat kekejaman dan kekerasan yang jauh lebih tinggi. Saat ini Aeera duduk di ranjang, menyender ke kepala ranjang dengan kaki telentang lurus ke depan. Kepalanya terus menunduk dan tangannya saling meremas satu sama lain. Dia sedang dilanda ketakutan! Hukuman yang Alarich berikan padanya membuat Aeera merasa jika setelah ini semuanya akan hancur. Aeera takut diceraikan, dia takut berpisah dengan Alarich. Kenapa di saat dia telah merasakan sesuatu pada Alarich, masalah terus bermunculan? Dulu, Aeera berdoa supaya masalah datang supaya Alarich menceraikannya. Namun sekarang, dia selalu berdoa agar dirinya dan pria itu selamanya menjadi pasangan suami istri, terus bersama dan tak terpisahkan. Akan tetapi masalah ini muncul! Alarich murkah, begitu marah dan …
Dada Aeera bergemuruh hebat, terasa sesak luar biasa. Napasnya memburu dan berdesakan, bersamaan dengan bulir kristal yang jatuh dari pelupuk. Tes'Kristal bening tersebut berhasil jatuh ke atas kertas, bersamaan dengan bibir Aeera yang melengkung ke bawah. Jantungnya hampir tak berdetak melihat tulisan yang tertera di sana. Bug'Dengan kesal bercampur lega, Aeera memukul kertas melempar kertas tersebut secara kasar pada Alarich. "Kenapa dilempar? Tidak mau menandatanganinya, Heh?" sinis Alarich, beralih duduk di depan Aeera–membuat perempuan itu memalingkan wajah, pipi memerah padam. Aeera mengunci rapat bibir, sengaja untuk menahan diri tak tersenyum. Tidak lucu jika dia menangis tetapi bibirnya malah tersenyum. Dasar bajingan! Jantung Aeera sudah hampir copot tetapi ternyata …-Foto Alarich pamer ABS! Yah, isi dari map tersebut bukan surat cerai, melainkan foto Alarich sedang mengenakan handuk–pamer dada dan roti sobek yang menggoda. Bayangkan saja, dari jantung yang ingin
"Ini--" Aeera meletakkan sebuah kotak bekal di depan Alarich, "sarapanmu, Pak," lanjutnya. Pak' berarti mereka berada di kantor, tepatnya di ruangan Alarich itu sendiri. Setelah menyelesaikan masalah– tadi pagi, Alarich lebih dulu berangkat ke kantor. Sedangkan Aeera, dia beralasan menyiapkan bekal sarapan serta makan siang untuknya dan Alarich. Padahal sejujurnya, Aeera sedang menata hati dan diri. Sejak berurusan dengan Alarich, Aeera merasa jika dia tak pernah bisa lari dari masalah. Aeera sejujurnya lelah, tetapi Alarich mengatakan …- 'Aku rumahmu.' Kalimat singkat yang diucapkan suaminya tersebut berhasil membuat Aeera punya alasan untuk bangkit dari rasa lelahnya. Setelah meletakkan kotak bekal dan botol minum di depan Alarich, Aeera segera beranjak dari sana. Namun, baru satu langkah, tangannya mendadak dicekal–membuat langkah kaki Aeera tertahan seketika. Aeera menoleh, menatap tangan besar dan kekar yang mencekal pergelangannya kemudian menatap sayup ke arah pemilik tang
"Kak Karl, selingkuhan Aeera datang ke rumah Om dan Tante. Dia mengacau di san …-" Mendengar suara tersebut, Aeera begitu terkejut. Dia reflek mendorong Alarich untuk melepas bibirnya. Tadi, pria ini tiba-tiba menyambar bibirnya dan Aeera tidak bisa menghindar. Sedangkan Alarich, dia menyempatkan diri untuk menyapu lembut bibir ranum serta manis istrinya. Setelah itu baru melepasnya, langsung berdecak kesal–menggeram sembari menatap ke arah para pengganggu di depan sana. "Tidak bisahkah kalian mengetuk pintu?!" tegur Alarich dengan nada datar, membiarkan Aeera turun dari pangkuannya. Hell! Padahal jarang-jarang Aeera mau duduk di pangkuannya tanpa ada penolakan serta tak memberontak. Biasanya Aeera selalu mengeluh risih. Namun, sekalinya Alarich mendapatkan momen yang pas, seseorang hadir sebagi pengganggu. "Ma--maaf, Kak," cicit Nadien pelan, menatap gugup serta takut pada Alarich. Dia bisa merasakan kemarahan besar yang menguar dari diri Alarich, aura pekat yang mengerikan kelu
"Jadi itu yang namanya Leo?" sinis Alarich, menatap dingin ke arah Aeera. Namun, ketika Aeera menyuapkan makanan–dari kotak bekal sarapannya, Alarich dengan semangat menerima suapan tersebut. Oh God, masakan istrinya sangat enak, sangat enak dan begitu enak! Enak! Namun, harus Alarich akui jika memakan Aeera itu jauh lebih enak dan nikmat dibandingkan masakan Aeera sendiri. "Iya." Aeera menjawab setengah ketus, "sekali lagi Mas nanya, Mas dapat kulkas!" tambah Aeera, gemas sebab sudah enam puluh empat kali Alarich menanyakan hal itu. Aeera sampai bosan mendengarnya! "Humm." Alarich hanya berdehem dingin. "Dia berniat menikahimu," dongkol Alarich, mengadu pada Aeera; layaknya anak kecil yang mengadukan masalahnya pada Mommynya. "Leo hanya bercanda, Mas. Leo orangnya memang suka bercanda," jawab Aeera dengan stok kesabaran yang semakin menipis. Namun, jika dia lihat-lihat …- sikap menyebalkan suaminya ini ternyata cukup menggemaskan. Seperti pria yang tengah mencemburui wanitanya.
"Karl, Aeera pulang lebih dulu," adu Audriana pada putranya, menatap khawatir pada Alarich. Dia takut sekali karena masalah Nadien dan Aeera, imbasnya pada hubungan pernikahan putranya. Alarich menatap dengan kening mengerut ke arah Mamanya. "Pulang?" beonya. Aeera pulang lebih dulu? Hell, pasti telah terjadi sesuatu dengan istrinya. Audriana mengangukkan kepala, berniat menjelaskan tetapi Nadien lebih dulu bersuara."Ini salahku, Kak Karl. A--aku yang menyebabkan Aeera pergi. Ha-harusnya aku tak di sini," cicitnya dengan nada bergetar dan lirih, menundukkan kepala secara dalam. Seperti biasa, Nadien selalu memperlihatkan raut muka sedih untuk menarik simpati Alarich dan keluarganya. "Aku hanya meminta maaf ka-karena aku yang menyebarkan foto itu. Tapi … Aeera sepertinya sangat marah, Kak. Aku benar-benar meminta maaf," lanjutnya, berkata lebih mendayu dan lebih menyentuh. "Nak, ucapan Nadien itu benar. Nadien tadi hanya meminta maaf, tetapi Aeera tiba-tiba marah. Dia pergi begit