SELAMAT MEMBACA AEMUANYA
...Sore yang membosankan bagi Ares. Ia hanya berdiam diri di rumah—ya, seperti biasanya juga begitu."Mbak, Yes mau jalan," adu Ares pada Nita yang sedang menyiapkan bahan masakan."Jalan ke mana, Dek?" tanya Nita sambil tetap sibuk mengolah bahan-bahan di dapur."Ke taman. Yes mau, Mbak," katanya."Taman, ya?" Nita mengulang sambil melirik ke jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul tiga sore. "Boleh," putusnya akhirnya."Tapi... boleh nggak, Mbak masak sebentar dulu?" tanya Nita sambil merunduk, menyamakan tinggi badannya dengan Ares.Ares mengangguk setuju. "Boleh, Mbak. Tapi jangan lama ya, Mbak," pintanya.Nita terkekeh pelan. "Tentu! Mbak akan mengeluarkan jurus kilat Mbak buat masak sore ini!"Ares tertawa geli. "Iya, Mbak! Halus kelualkan julusnya!"***Ares dan Nita sudah berada di luar gerbang rumah. Mereka berdua menuju taman dengan menaikiSELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Angin sore dari balkon kamar hotel membawa aroma susu coklat yang samar. Dinda duduk di tepi ranjang, jemarinya memainkan ujung selimut tanpa sadar. Langkah cepat Cindy terdengar mendekat, diikuti bunyi pintu yang terbuka tergesa. "Bagaimana?" tanya Dinda pelan, matanya mencari jawaban di wajah sahabatnya. Cindy menarik napas panjang, lalu menatap Dinda dengan sorot ragu. "Maaf, Din... lo nggak jadi ikut. Tiketnya harus dikasih ke Pak Harry." Senyum tipis mencoba menghiasi wajah Dinda, meski dadanya mengeras. "Iya, nggak apa-apa. Lagian, itu memang hak beliau," ujarnya, suaranya nyaris tak terdengar. "Tapi kan lo ikut gue karena mau nonton seminar itu," Cindy terdengar penuh penyesalan. Matanya memanas, tapi Dinda tetap diam. Cindy menatap ke arah jendela, kesal. "Lagian, si Harry ini kenapa plin-plan banget? Katanya nggak mau ikut, eh sekarang malah mau. Itu pun bilangnya mendadak!"
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam setengah, Putra akhirnya menepikan mobilnya di sebuah rumah makan untuk makan siang.Ia menoleh sekilas, mendapati ketiga penumpangnya masih terlelap. Bahkan Dinda baru saja ikut tertidur sekitar setengah jam lalu. “Dinda, bangun sebentar,” panggil Putra pelan. Dinda mengerjap, matanya masih berat. “Sudah sampai, Mas?” tanyanya dengan nada linglung. “Kita makan siang dulu,” jawab Putra singkat. “Bangunkan temanmu.” Dinda mengangguk pelan, lalu menyentuh bahu Cindy untuk membangunkannya. Sementara itu, Putra memilih langsung mengangkat Ares ke gendongannya. Bocah itu masih terlelap, kepalanya bersandar di bahu ayahnya, saat mereka melangkah masuk ke dalam rumah makan. Begitu masuk, Putra langsung mengarahkan langkah ke pojok ruangan, memilih meja yang cukup luas untuk mereka berempat. Tak lama, Dinda dan Cindy menyusul lal
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA ... Dinda yang baru saja keluar dari rumah terlonjak kaget. "Hai, Ares," sapanya sambil tertawa kecil saat melihat mobil berhenti tepat di depan rumahnya, disusul pekikan semangat dari Ares. "Miss Dindaaa!" teriak Ares lagi dari dalam mobil, masih duduk di atas car seat-nya. "Ye ye ye Miss Dinda!" ujarnya penuh semangat, seperti menyambut idola. Putra menggeleng pelan, tak habis pikir dengan anaknya. "Sabar, Boy..." gumamnya pelan. Flashback on: Putra menarik napas sebentar sebelum melanjutkan, "Masalahnya... Ares ingin kamu juga ikut." Perkataan Putra membuat Dinda terdiam sejenak. "Maksudnya... Ares ngajak aku, ya, Mas?" tanyanya memastikan. Putra mengangguk pelan. Dinda tampak ragu. "Mmm... bagaimana ya, Mas..." Putra buru-buru menanggapi, suaranya terde
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Setelah mempertimbangkan beberapa hal, akhirnya Putra memutuskan untuk mempertimbangkan permintaan Ares. Dua hari yang lalu, Ares memintanya untuk pergi berlibur—bermain ke Dufan. Flashback On "Papa, tadi Kakak Lia celita kalau dia pelnah main di Dufan," cerita Ares pada Putra. Saat ini mereka sedang berbaring di atas kasur Ares. "Terus, apa lagi kata Kakak Lia?" tanya Putra penasaran. Ares memandang wajah ayahnya dengan seksama. "Kata Kakak Lia, di sana banyak pelmainannya. Telus nanti kita bebas main sepuasnya, Papa," jelasnya lagi. Putra mengangguk setuju mendengar ucapan tersebut. Ia mengelus kepala Ares dengan lembut. "Jadi anak Papa ini mau main ke sana juga, ya?" ucapnya, peka terhadap ketertarikan Ares yang tampak ingin mengunjungi Dufan. Putra pun menyadari bahwa ia memang belum pernah sekalipun mengajak Ares ke tempat itu.
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Hari ini, Ares dan Nita kembali pergi ke taman. Tepatnya, hanya Ares yang akan bermain, sementara Nita hanya mengawasi dari kejauhan.Ares terlihat sangat senang. Ia duduk di bangku taman bersama Nita sambil memperhatikan anak-anak lain yang bermain. Padahal, Nita sudah mempersilakan Ares untuk bergabung, tetapi Ares memilih tetap duduk di dekatnya. Hingga akhirnya, seorang anak perempuan mendekatinya dan mengajak Ares bermain bersama."Halo, adik kecil," sapa anak perempuan itu pada Ares.Ares yang disapa tiba-tiba langsung memeluk Nita sambil menunduk malu.Nita terkekeh pelan. "Aduh, Adek Ares-nya malu, nih, sama Kakak," godanya sambil mengelus kepala Ares."Ayo, Sayang, sapa balik dong. Gak boleh malu terus gini," bujuk Nita lembut.Anak perempuan itu masih berdiri di hadapan Ares, memandangi wajahnya dengan tatapan gemas."Ah, namanya Ares, ya? Nama Kakak Amelia," ucap
SELAMAT MEMBACA AEMUANYA...Sore yang membosankan bagi Ares. Ia hanya berdiam diri di rumah—ya, seperti biasanya juga begitu."Mbak, Yes mau jalan," adu Ares pada Nita yang sedang menyiapkan bahan masakan."Jalan ke mana, Dek?" tanya Nita sambil tetap sibuk mengolah bahan-bahan di dapur."Ke taman. Yes mau, Mbak," katanya."Taman, ya?" Nita mengulang sambil melirik ke jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul tiga sore. "Boleh," putusnya akhirnya."Tapi... boleh nggak, Mbak masak sebentar dulu?" tanya Nita sambil merunduk, menyamakan tinggi badannya dengan Ares.Ares mengangguk setuju. "Boleh, Mbak. Tapi jangan lama ya, Mbak," pintanya.Nita terkekeh pelan. "Tentu! Mbak akan mengeluarkan jurus kilat Mbak buat masak sore ini!"Ares tertawa geli. "Iya, Mbak! Halus kelualkan julusnya!"***Ares dan Nita sudah berada di luar gerbang rumah. Mereka berdua menuju taman dengan menaiki