Share

MENGASUH ANAK MAFIA
MENGASUH ANAK MAFIA
Author: Shu Maya

PENOLAKAN

"Nggak bisa! Alissa nggak mau nikah sama juragan Darso, Bu!"

Alissa meninggikan suaranya saat mendengar keputusan ibunya yang tidak masuk akal itu.

Wanita yang telah melahirkannya dua puluh dua tahun silam itu berdiri dari duduknya. Dia memegang kedua pundak Alissa, mencoba menenangkan putri satu-satunya itu.

"Kita tidak punya pilihan, Alissa. Kita berhutang dua ratus juta pada Juragan Darso. Ibu mohon, mengertilah."

Alissa menghembuskan nafasnya dengan kasar. Kini dia tahu kenapa orang tuanya bersikeras ingin menikahkannya dengan pria yang sudah beruban itu.

"Dua ratus juta? Uang sebesar itu buat apa pak, bu?" tanya Alissa dengan geramnya. namun, tak satupun dari orang tuanya yang membuka mulut untuk menjawab pertanyaannya itu.

Seorang pria paruh baya, yang sedari tadi duduk di kursi paling pojok di ruang tamu berdiri dan berjalan mendekat.

"Orang tuamu meminjam uang dariku untuk melunasi hutang adikmu, Angga yang kalah judi seratus delapan puluh juta." Katanya.

Alissa menggeleng. Dia melemparkan pandangan pada adik lelakinya yang sedang duduk santai berman game engan ponselnya. Raut wajahnya yang seolah tak berdoa itu membat Alissa sangat jengkel.

"Alissa nggak mau."

Pak Pono dan Bu Siti kaget dengan penolakan Alisa.

"Dengar, Alissa. Kamu tinggal nikah aja sama Juragan Darso. Hutang kita selesai. Bapak nggak mau kamu membantah. Ini sudah keputusan kami."

Alissa tersenyum kecut melihat bapaknya.

Dia meninggalkan ruang tamu begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Alissa menghempaskan tubuh mungilnya ke atas kasur busa yang sudah menipis itu. Kasur murah yang sudah dia pakai sejak sepuluh tahun yang lalu. Tak lagi empuk seperti spring bed empuk di kamar adiknya.

Jenuh, dia membuka media sosialnya. Sebuah postingan lowongan kerja menarik hatinya. Lagi pula, dia memang sedang membutuhkan pekerjaan.

Alisa membaca poin demi poin lowongan itu dengan seksama. Pengasuh anak. Alissa percaya diri bisa melakukannya. Dia kemudian segera menghubungi nomor yang tertera di postingan terebut.

"Bak Bu. Saya akan ke sana secepatnya. Terima kaih."

Alissa menutup teleponnya usai sedikit berbincang dengan pemiik lowongan tersebut. Sebuah alamat mendarat di chat whatsappnya. Alissa segera mencari tiket kereta dengan jadwal yang paling awal.

Alissa berhasil menemukannya. Sebuah jadwal kereta pukul tujuh pagi esok. Dia segera mengemas beberapa bajunya.

Cekreekk...

"Alissa, kita makan malam dulu ya nak," ajak ibu Alissa yang tiba-tiba masuk. Alissa mengangguk pelan sambil menyembunyikan tas ranselnya di balik selimut.

"Besok siang, kamu dandan yang cantik. Juragan Darso mau ke sini melamar kamu secara resmi. Minggu depan, kalian menikah." Ucap pak Pono singkat. Nampaknya dia memang sudah tak peduli dengan putrinya itu.

"Cie ... Mau nikah. Jangan lupa, kalau jadi orang kaya jangan songong. Harus ngasih jajan buat adeknya." Seru Angga.

Alissa tak menyaut. Dia hanya diam saja sambil tangannya sibuk menyuapkan makanan di piringnya. Sepotong ayam goreng lengkap dengan lauk sambal dan lalapan ada di hadapannya.

Biasanya, dia hanya akan berlauk tempe atau tahu goreng sepotong saja. Jika beruntung, dia bisa makan dengan ayam yang tersisa dari piring adiknya. Dan dia tahu betul, kenapa kini terhidang lauk istimewa itu di piringnya.

"Betul Alissa. Jadi istri juragan Darso pasti enak. Dia 'kan orang kaya. Ibu yakin kamu bakal berterima kasih nanti."

"Heh! Budek kamu?" Tanya Pono saat Alissa diam tak menjawab pertanyaannya.

Alissa hanya sedikit melirik ke arah bapaknya.

"Iya." jawab Alissa singkat.

Tak lama, dia pun berdiri dan menuju dapur untuk mencuci piringnya.

"Aku mau tidur. Jangan bangunin besok. Aku capek." Ucapnya singkat.

"Anak kamu itu harus dikasih pelajaran." Ucap Pono pada Siti.

"Udahlah Pak, jangan marah-marah. Sebentar lagi kita bakal jadi mertuanya orang kaya kan. Hehehe." Jawab Siti sambil terkekeh.

Alissa menutup pintu kamarnya. Air matanya tumpah, mengalir deras pada kedua pipinya yang halus tanpa jerawat itu. Dalam kamar gelapnya, dia menangis mengutuk nasibnya yang sedemikian malang.

Alissa tak mendapat kasih sayang dari orang tuanya sejak kecil. Apalagi saat Angga lahir, kedua orang tuanya hanya memprioritaskan adik lelakinya itu. Bagi mereka, anak perempuan tidak terlalu berarti.

Alissa harus berjalan kaki untuk ke sekolah saat SD. Dia bahkan tak pernah mendapatkan uang saku. Saat SMP, dia harus menaiki sepeda sambil menjajakan gorengan. Saat itu, Angga bahkan sudah membawa sepeda motor sendiri sejak kelas empat SD.

Alissa bahkan tak mampu mengenyam bangku SMA. Dia lebih memilih bekerja di luar kota sebagai asisten rumah tangga. Uang gajinya pun diminta oleh sang ibu untuk biaya sekolah adiknya.

Alissa memejamkan matanya setelah menyetel alarm di ponselnya. Hari ini terasa sangat melelahkan untuknya. Dia pun terlelap dibuai mimpi dengan mudahnya.

Tepat pukul tiga dini hari, Alissa telah berdiri di tepi jalan lapangan dekat rumahnya. Susah payah dia menyelinap keluar rumah saat semua tertidur.

Ojek online yang dipesannya dua menit lalu membawanya segera keluar dari kawasan kampungnya. Hati Alissa berdebar tak karuan. Namun dia juga merasa sedikit lega saat tukang ojek itu membawanya ke jalan raya menuju kota.

Butuh empat puluh menit untuk sampai di stasiun. Dan masih ada waktu hingga tiga jam lagi untuk keretanya tiba. Alissa memilh tidur di kursi tunggu bersama beberapa orang lainnya.

Kereta menuju ibukota membawa Alissa serta deraian air matanya. Dia sedih karena harus meninggalkan kampung halamannya seperti ini. Namun, akan lebih menyakitkan jika menyerah pada takdir.

Alissa memeriksa ponselnya saat sampai di tujuan. Seperti yang dia perkirakan, banyak telepon serta chat dari ibu, bapak, bahkan adiknya. Dia mengabaikan semua itu. Mencari satu chat dari nomor pemberi kerja yang semalam berkabar dengannya.

'Kalau sudah sampai, kamu ke parkiran. Mobil hitam di bawah pohon mangga dekat gerbang keluar.'

Alissa segera keluar menuju parkiran dan mencari keberadaan sang pengirim pesan. Dia bernafas lega saat menemukan mobil yang di maksud.

Seorang wanita muda dengan baju formal keluar dari mobil dan menghampirinya.

"Hai. ALissa?" Tanya wanita muda dengan rambut sebahu mirip Polwan itu.

"Iya, Bu. Saya Alissa." Jawab Alissa kikuk.

Wanita itu mengajak Alissa masuk ke bangku belakang mobil yang terlihat mahal itu. ALissas sedkit kaget karena di barisan depan, ada dua orang lelaki bertampang datar yang terlihat menyeramkan baginya.

"Aku Mira. Panggil aja Miss Mira. Kamu mau minum? Nih, makan roti dulu. Kita langsung ke rumah Bos." Kata wanita bernama Mira itu sambil mengulurkan sebotol air minuman yang masih bersegel dan sebuah roti dengan aroma yang nikmat. Alissa menerimanya dengan senang hati karena dia memang belum sempat makan apapun hari itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status