Share

DIKI DAN JAKA

Genap sudah tiga minggu Alissa bekerja. Mengasuh bayi besar ternyata tidak semudah yang dipikirkannya. Apalagi, membangunkan Rafael setiap pagi selalu membuat tenggorokannya lelah. Belum lagi bau alkohol yang sering keluar dari mulut pria muda dengan rambut bercat sedikit coklat itu.

Namun, Alissa masih mampu menahannya. Tiga juta gaji yang ditawarkan William termasuk besar.  Apalagi sudah termasuk kamar pribadi super mewah, makan sepuasnya dan kebutuhan pribadinya yang sudah ditanggung.

"Aku akan menemui seseorang yang berbahaya, kau tunggu di mobil bersama Jhon." Titah Rafael sembari mengamati pemandangan dari luar jendela mobil.

Alissa menyanggupi. Lagipula, menunggunya berdua dengan sang supir di mobil sudah bukan hal baru baginya.

Mobil hitam pabrikan Inggris yang berisi tiga orang termasuk Alissa berhenti di sebuah bangunan besar yang terbengkalai. Sebuah mobil berwarna merah terparkir disana dengan seorang pria berumur yang berdiri di sisi kirinya.

"Ingat, jangan keluar dari sini. Jhon, jaga Alissa."

Rafael keluar dari mobil dan berjalan santai menghampiri mobil itu. Pria yang berdiri di samping mobil itu menyalami dan membukakan pintu mobil untuk Rafael masuk.

Alissa menghela nafas dalam. Dia melirik ke arah kursi supir. Nampak Jhon memegang senjata api laras pendeknya.

"Kali ini, siapa?" Tanya Alissa pada Jhon. Dia merasa aneh karena Jhon jarang memegang senjatanya seperti itu.

"Tuan Rafael sedang menemui pemimpin gangster besar. Dia berbahaya."

Alissa mengangguk tanda mengerti. Satu jam kemudian, Rafael keluar dari mobil itu dan kembali ke mobilnya.

"Cari makan yuk. Ayam goreng aja."

Mereka bertiga meluncur ke restoran cepat saji kesukaan Rafael. Memesan paket ayam, nasi dan sebuah minuman bersoda. Tak lupa, Rafael juga memesan paket burger untuk anak.

"Mau buat siapa Raf?" Tanya Alissa keheranan.

"Ya buat Tuan sendiri. Dia kalau kesini sukanya emang pesen itu. Ada mainannya. Hehehe."

Jhon tertawa cekikikan sambil menyuapkan sepotong paha goreng ke mulutnya.

Alissa hanya diam menikmati makanannya sambil mendengarkan dua lelaki itu bergurau. Namun, ujung mata hitam gadis itu menangkap sesuatu. Dua orang bocah lelaki berumur sekitar sepuluh tahun ada di luar pintu kaca sambil mengintip ke dalam restoran itu.

"Apa aku boleh mengajak mereka masuk?" Tanya Alissa pada Rafael. Mata coklat Rafael mengamati dua bocah itu. Bocah tanpa sepatu dengan pakaian lusuh. Salah satunya membawa kotak khas pedagang asongan.

Tanpa sepatah katapun, Rafael bangkit dari duduknya dan menghampiri dua bocah itu. Terlihat mereka sedikit menolak saat Rafael mengajaknya masuk.

"Duduk dulu. Aku pesankan. Kalian mau minum apa?"

Kedua bocah itu saling memandang, nampak bingung dengan pertanyaan Rafael.

"Gimana kalau minumnya es coklat?" Alissa memberikan saran untuk memecah kebingungan mereka.

Saat Rafael pergi memesan, dua bocah itu hanya tertunduk.

"Kalian namanya siapa?"

"S-saya Diki, ini adik saya Jaka." Jawab si bocah yang tadi membawa kotak asongan. Belum puas dengan jawaban mereka, Alissaa melemparkan pertanyaan kembali.

"Kalian dagang? Nggak sekolah?"

Kedua bocah itu kompak menggeleng. Dari sorot mata kecil mereka, Alissa menangkap sesuatu. Apalagi, ada beberapa memar di tangan dan kaki mereka.

"Makan dulu. Ini semua buat kalian. Jamgan malu-malu. Kalau kurang nanti Om belikan lagi." Rafael datang membawa nampan berisi penuh makanan. Dua piring putih masing-masing berisi nasi dan dua buah ayam, dua kotak nugget, dan dua gelas es coklat.

Diki dan Jaka kompak melahap makanan yang di belikan oleh Rafael. Ada rasa iba saat Rafael melihat dua bocah kurus itu.

"Kalian tinggal di mana? Mau diantar pulangnya?"

Diki menggeleng. Dia bilang jika akan meneruskan menjual dagangannya dan mengamen dalam bus.

"Nih, uang buat kalian. Habis ini pulang, istirahat." Ucap Rafael sambil menyelipkan tiga lembar uang nominal seratus ribu ke saku baju Diki.

"Terima kasih Om."

Usai makan, mereka berpisah. Diki dan Jaka menyeberang jalan dengan wajah yang gembira. Alissa dan lainnya juga segera masuk ke mobil untuk pulang.

"Bentar Om Jhon." Tanpa aba-aba, Alissa keluar dari mobil dan berlari menyebrang jalan.

"Hei, ngapain kalian? Lepasin mereka!"

Dua orang lelaki bertampang seram dengan pakaian ala preman menatap garang. Mereka mencengkeram lengan Diki dan Jaka yang tampak kesakitan.

"Siapa kau? Kalau masih sayang nyawa, minggir sana!" Seru seorang yang bertubuh gempal.

Mereka kemudian menyeret Diki dan Jaka ke gang sempit.

Alissa mengejar mereka. Teriakan dan tangis kesakitan dua bocah itu terasa memilukan baginya.

Para preman itu menghentikan langkahnya. Seorang uang bertubuh kurus dengan kedua lengan penuh tato melepaskan cengkramannya pada Jaka. Dia berjalan maju dan mengeluarkan sebuah pisau.

"Dasar perempuan sok pahlawan!" Ujarnya sambil setengah berlari menghunuskan pisau itu ke arah Alissa.

Brug!

Alissa menjatuhkan preman kurus itu setelah menangkap tangannya yang memegang pisau dan langsung meninju perutnya dengan sekali pukulan. Tak berhenti disitu, Alissa menendang jauh pisau yang dijatuhkan si preman kurus itu.

Melihat temannya jatuh dan meringis kesakitan, si preman yang bertubuh lebih besar itu nampak geram. Dia maju dua langkah mendekat. Sayangnya, tangan kirinya masih memegang tangan Diki dengan kuatnya.

"Kalau kau berani ikut campur, aku akan mematahkan lengan anak ini sekarang." Ancamnya sambil tersenyum mengejek Alissa.

Tak gentar, Alissa hanya berdiri santai melipat tangannya dan memandang pria gempal itu dengan tatapan menjijikkan.

"Menggunakan anak kecil sebagai tameng? Sungguh memalukan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status