Share

MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN
MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN
Author: Sazthree

Bab 1. Kita Cerai Aja, Mas!

Author: Sazthree
last update Huling Na-update: 2025-02-09 13:17:02

“Mas, bisa aku minta waktunya sebentar? Aku mau ngomong penting.” Suara Navya terdengar begitu tegas, tapi tak bergetar.

Pandangannya lurus menatap pria berstatus suaminya yang ada di hadapannya, tak sedikit pun ia menunduk atau merasa ragu.

Aldevaro Mahendra, yang biasa dipanggil Al, enggan untuk menatapnya, dia masih saja berfokus pada laptop di hadapannya. “Ya, ngomong aja, Nav.”

“Mas, tolong tutup laptop kamu dulu. Aku mau ngomong serius sama kamu!” Suara Navya mulai meninggi. Kesal karena merasa diabaikan.

“Ya ngomong tinggal ngomong aja, Navya. Biasanya juga begitu,” balas Al masih serius mengetikkan sesuatu di atas keyboard laptopnya.

Navya menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air matanya, lalu dengan penuh keyakinan ia berkata dengan tegas, “Kita cerai aja, Mas!”

Al seketika menghentikan gerakan tangannya yang sejak tadi jemarinya menari dengan lincah di atas keyboard. Kedua alisnya berkerut sambil mengangkat wajahnya, menatap Navya yang berdiri di depan meja kerjanya, sedang menatapnya dengan tatapan tegas, tapi sendu.

Wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan yang begitu kentara. “Apa?” Suaranya rendah, hampir seperti bisikan, namun penuh dengan ketegangan.

“Aku mau kita cerai, Mas,” ulang Navya, kali ini lebih dingin. Tak ada sedikitpun keraguan di wajahnya.

Al menutup laptopnya sedikit kasar, menatap tajam istrinya. “Kenapa tiba-tiba? Apa salahku? Selama ini aku selalu kasih kamu kebebasan. Aku nggak pernah melarang apa pun yang kamu mau, Navya." 

"Aku selalu memberikan nafkah untuk kamu. Aku bahkan menepati janji aku untuk berdonasi setiap bulannya di panti asuhan Kasih Bunda seperti yang kamu mau. Apa itu semua masih kurang?”

Navya adalah seorang gadis yang berasal dari panti, karena sejak bayi dia sudah ditinggalkan oleh orang tua kandungnya di depan gerbang panti. 

Panti asuhan Kasih Bunda adalah tempat Navya dirawat dan dibesarkan hingga menjadi seorang perawat yang bekerja di rumah sakit milik keluarga Mahendra. 

Namun, saat Al menikahinya, Al mengatakan bahwa dia tidak ingin Navya bekerja lagi sebagai asistennya. Dia ingin Navya fokus merawat kedua buah hatinya dari pernikahan sebelumnya dengan mantan istrinya, dan dia menjanjikan Navya untuk tidak perlu mengkhawatirkan tentang panti tempatnya tinggal sebelum menikah dengannya, karena dia akan memenuhi segala kebutuhan panti setiap bulannya, asal Navya menjadi istri yang baik dan patuh padanya.

“Kebebasan? Nafkah?” Navya tertawa kecil, tapi tak ada tawa dalam matanya. 

“Apa artinya kebebasan kalau aku cuma peran figuran dalam hidup kamu, Mas? Aku ... aku capek, Mas. Aku capek selalu dibayang-bayangi Zoya. Selama ini, kamu nggak pernah menganggap aku sebagai istri kamu, aku cuma kamu anggap sebagai pengasuh untuk Axel dan Lexa.”

“Jadi benar kata Zoya, kamu beneran cemburu sama dia? ... Navya, kamu tau situasinya nggak sesederhana itu.” Al berusaha menahan emosi yang mendesak dadanya. 

“Zoya cuma butuh waktu sama anak-anak karena sakitnya. Apa kamu benar-benar berpikir kalo aku lebih memilih dia daripada kamu?”

“Tentu!” jawab Navya tajam. 

“Istri mana yang nggak akan memiliki pemikiran sama seperti aku di saat suaminya selalu ada di sisi mantan istrinya. Setiap dia telfon kamu, kamu langsung lari. Setiap dia nangis, kamu yang hapus air matanya. Sementara aku? Aku hanya kamu anggap sebagai patung yang selalu menyaksikan kamu dan Zoya berperan sebagai pasangan sempurna yang seharusnya sudah berakhir bertahun-tahun lalu.”

“Zoya lagi sakit, Navya! Tolong mengerti!” Al akhirnya meninggikan suaranya, tak bisa lagi menahan. 

“Dia mungkin akan mati! Kamu mau aku mengabaikannya begitu aja?”

“Kalo dia memang sakit, aku bakalan ngerti,” kata Navya dengan tenang, tetapi matanya penuh luka yang dalam. 

“Tapi aku tau banget, Mas. Zoya nggak sakit, dia cuma pura-pura.”

“Apa?” Al terlihat terguncang, seakan tidak bisa menerima apa yang baru saja dikatakan Navya.

“Apa maksud kamu?”

“Dia cuma pura-pura sakit, Mas! Dia itu bohong!” tegas Navya lagi.

“Stop, Navya! Berhenti menuduh Zoya begitu! Aku muak setiap kamu berusaha memfitnah Zoya dengan pikiran-pikiran jelek kamu itu!” bentak Al yang berhasil meruntuhkan pertahanan Navya yang sejak tadi berusaha menahan air matanya. Cairan bening itu luruh di kedua pipinya. 

Namun, dia menghapusnya cepat dengan usapan kasar.

“Aku nggak pernah fitnah dia, Mas! Justru dia yang selalu memfitnah aku di depan kamu! Selama setahun ini aku berusaha membuktikannya, tapi kamu nggak pernah mau dengerin aku. Kamu selalu berpihak sama dia, selalu lebih percaya sama dia.”

Navya menatap Al, menantang suaminya dengan tatapan yang menusuk. 

“Aku nggak bisa lagi hidup kayak gini. Aku udah coba buat bertahan, tapi ... aku capek, Mas. Keputusan aku udah bulat. Aku yang bakal pergi dari hidup kamu.”

Al menggelengkan kepalanya keras-keras, matanya berkilat penuh amarah. “Kamu salah besar kalo kamu pikir aku akan melepaskan kamu begitu aja. Kamu milik aku, Navya. Aku nggak akan membiarkan kamu pergi hanya karena kamu merasa cemburu sama Zoya. Semua ini akan selesai begitu dia ... begitu dia ....”

“Begitu dia apa? Begitu dia mati? Iya?” Navya menyelesaikan kalimat Al dengan suara dingin.

“Sampai kapan aku harus nunggu, Mas? Sampai kapan aku harus menyaksikan dia memonopoli perhatian kamu?" 

"Sampai aku benar-benar hancur dan memutuskan untuk mengakhiri nyawaku sendiri? Dia nggak akan pernah mati karena dia nggak pernah sakit kanker, Mas. Justru aku yang bakal mati perlahan kalo terus memilih bertahan di rumah ini!”

Al terdiam. Pikirannya berputar liar, mencoba mencari jawaban yang bisa membuat Navya mengurungkan niatnya untuk bercerai, dan tetap berada di sisinya. Tapi semua alasan yang dulu terasa masuk akal, kini terdengar hampa. Zoya memang sakit, atau itulah yang dia percayai. 

Namun, apa benar dia sudah terlalu buta untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada pernikahannya dengan Navya?

“Aku nggak akan pernah menceraikan kamu, Nav,” kata Al akhirnya, suaranya tegas, memotong kebisuan yang mencekam. 

“Apapun alasannya, kita nggak akan pernah bercerai!”

Navya menghela napas kasar dan untuk kedua kalinya, air mata kembali menggenang di matanya. “Ini bukan tentang apa kamu setuju atau nggak, Mas. Ini tentang aku. Aku udah capek nunggu kamu bisa cinta sama aku."

"Dan, luka di hati aku udah terlalu dalam, Mas. Aku sekarang ngerti kenapa kamu nggak pernah sentuh aku selama tiga tahun pernikahan kita." 

"Aku tau kamu masih mencintai Zoya, Mas. Jadi, tolong ceraikan aku, dan rujuklah sama Zoya. Aku akan mengalah untuk kebahagiaan kamu dan anak-anak."

"Walau bagaimanapun, Zoya adalah ibu kandung Axel dan Lexa. Mereka pasti akan jauh lebih bahagia kalo kalian rujuk. Aku nggak mau jadi penghalang kebahagiaan kamu, Axel, dan Lexa.”

Al menatap Navya, bingung antara kemarahan dan ketakutan. Ia tak pernah berpikir bahwa Navya benar-benar akan berpikir untuk meninggalkannya. 

Bagi Al, semuanya hanya masalah waktu, bahwa semua ini akan kembali normal begitu Zoya tak ada lagi di dalam hidup mereka. Tapi kenyataannya sekarang memukulnya begitu keras.

“Aku nggak bisa cerai sama kamu,” ulang Al, nadanya seperti ancaman. 

“Kamu milikku. Selamanya kamu cuma akan jadi istri aku. Aku akan coba memperbaiki hubungan kita. Zoya tidak akan jadi masalah lagi. Aku akan menjaga jarak dengan dia. Dan aku akan memberikan nafkah batin yang kamu mau.”

Navya menatap Al dengan tatapan penuh kesedihan, seolah ia tahu bahwa janji itu hanyalah kata-kata kosong. “Udah terlambat, Mas. Aku nggak butuh lagi. Aku cuma mau bebas dari kalian ... dari Zoya, dari semua kesakitan yang kamu torehkan setiap harinya sama aku.”

Dengan satu langkah mundur, Navya berbalik, meninggalkan Al yang masih duduk terpaku di tempat. Sementara Al hanya bisa menatap kepergian istrinya, tiba-tiba merasa seolah ia kehilangan segalanya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 38. Sambutan Hangat

    Navya berdiri di sudut jalan yang sepi, sembari menggigit bibirnya cemas. Tempat ini cukup jauh dari pengawasan CCTV, namun ia terus memeriksa sekeliling dengan gelisah, takut Al akan menemukan jejaknya. Tak lama kemudian, Sean tiba, menepi dan turun dari mobilnya. Ia mendekat dengan wajah penuh kekhawatiran. “Nav, kamu baik-baik aja?” Sean mengamati Navya yang terlihat lelah dan penuh kecemasan. Navya mengangguk pelan, tetapi air mata sudah menggenang di matanya. “Sean … tolong bawa aku pergi dari sini. Aku nggak sanggup lagi tinggal di rumah itu. Mereka ... mereka makin gila. Mereka udah berani mesra-mesraan di rumah itu waktu aku lagi nganter anak-anak ke sekolah.” Sean terdiam sejenak, mencoba memahami betapa seriusnya permintaan Navya. “Kalo gitu, ayo ikut aku. Kamu tinggal di apartemen aku aja. Di sana kamu aman, dan Bang Al nggak akan tau—” “Nggak bisa, Sean.” Navya langsung menyela dengan suara tegas. “Kita nggak mungkin tinggal satu atap. Kita bukan muhrim. Lagian ... aku

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 37. Berbuat Nekat

    Setelah meninggalkan Navya yang masih menggedor pintu kamar sambil berteriak marah, Al berjalan turun dengan langkah tegas, sorot matanya penuh amarah bercampur dengan kebingungan. Saat tiba di lantai bawah, dia menemukan Mbok Ratih berdiri dengan ekspresi khawatir. “Mbok!” teriak Al memanggil, membuat Mbok Ratih segera mendekat. “Ada apa, Den Al?” tanya Mbok Ratih hati-hati, melihat raut wajah Al yang nampak kacau dan penuh emosi. Al menarik napas dalam sebelum berbicara. “Jangan biarkan Navya keluar dari kamarnya. Pastikan pintu kamar tetap terkunci. Siapkan makan siang buat dia nanti, bawa aja ke kamarnya pas jam makan siang.” Mbok Ratih terdiam, tampak ragu. “Tapi, Den Al … apa itu nggak terlalu berlebihan? Mbak Navya terlihat sangat marah tadi, nanti dia tambah ma—” Al menatap Mbok Ratih dengan sorot tajam, seakan mengunci segala bentuk protes yang keluar. “Tolong jangan bantah perintah saya, Mbok! Saya tau apa yang terbaik buat Navya.” Tanpa menunggu tanggapan lagi, Al ber

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 36. Kamu Yang Membuatku Gila

    Navya mengarahkan kamera ponselnya ke arah mereka dan memotretnya, membuat Al dan Zoya seketika menoleh karena mendengar suara kamera, lantas suara tepuk tangan Navya menggema di ruangan itu. "Makasih, Mas ... akhirnya aku dapetin bukti buat gugat cerai kamu di pengadilan." Al terperangah dan langsung menyingkirkan Zoya dari pangkuannya. "Navya … aku bisa jelasin. Ini nggak seperti yang kamu pikir." Navya berdecih dengan senyuman sinis yang terulas di wajahnya, meski dalam hati ia hancur melihat pemandangan itu. "Kalian berdua emang pasangan yang serasi!" katanya sambil berdiri di depan mereka dengan tatapan mencemooh. "Sama-sama nggak tau malu, cocok banget!" Zoya yang sudah berdiri dekat Al yang juga bangkit berdiri, mulai memainkan perannya sebagai ratu drama. "Navya, kenapa kamu tega ngomong gitu? Kamu nggak perlu bereaksi kayak gini. Ini bukan sesuatu yang serius. Tadi ... tadi aku cuma hampir jatuh, Al nahan aku, terus aku malah jatuh ke pangkuan dia." Navya menatap Zoya

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 35. Pemandangan Menyakitkan

    Setelah kegaduhan di depan kamar tamu berakhir, Al akhirnya kembali ke kamar utama dengan langkah berat. Ia merasa kelelahan, emosional, dan tak berdaya. Sesampainya di kamar, dia memandang bantal yang biasa digunakan Navya—tempat Navya menyandarkan kepalanya setiap malam, bantal yang kini tampak kosong dan kehilangan kehangatannya. Al menghela napas, merasakan kekosongan yang menusuk hati. Dia akhirnya berbaring dan memeluk bantal itu, mencoba mencari sedikit kenyamanan dalam keheningan, meskipun menyadari bahwa yang ia dekap hanyalah bayangan dari sesuatu yang kini menjauh darinya. Tanpa disadari, Al terlelap dengan rasa sesal yang mendalam. Sementara itu, di kamar tamu, Navya telah selesai mandi dan mengenakan piyama. Dia menyalakan laptopnya dan membuka berkas-berkas yang dibawanya. Sudah lama dia berpikir untuk mengambil langkah ini, tapi hanya sekarang, di tengah kehancuran hatinya, dia benar-benar merasa yakin. "Keputusan aku udah bulat, Mas. Aku udah bener-bener gak sanggup

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 34. Tidak Ada Lagi Air Mata

    Al menarik napas dalam dan menguatkan genggamannya di tangan Navya. Bersama Axel, mereka menaiki pelaminan, melewati para tamu untuk memberikan ucapan selamat kepada Cindy dan suaminya yang tengah berbahagia. Axel, dengan senyum lebar khas anak-anak, langsung menghampiri Cindy. “Tante Cindy, selamat, ya! Aku mau foto bareng, boleh, 'kan?” seru Axel dengan polos, membuat Cindy tertawa kecil. “Of course, ganteng!” Cindy meraih tangan Axel dan memposisikannya di depannya sambil memegang kedua belah bahunya. Cindy menatap Navya dan Al, mengangguk penuh terima kasih. “Navya, Dokter Al, makasih ya udah dateng.”Navya tersenyum lembut dan mencium kedua belah pipi Cindy. “Selamat, Cindy. Kamu cantik banget MasyaAllah ... selamat menempuh hidup baru, ya. Semoga jadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah.” "Aamiin ya Allah, Aamiin. Makasih banget doanya ya, Nav. Doa yang sama buat kamu sama Dokter Al," balas Cindy yang hanya dibalas senyuman getir oleh Navya. Dan Al menyadari itu. Al men

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 33. Ego Setinggi Langit

    Axel menarik lengan Navya dengan antusias, wajahnya terlihat tidak sabar. “Ma, Kalo nunggu Papa ganti baju kelamaan! Aku mau es krim coklatnya sekarang! Papa harus cepetan ganti bajunya biar kita bisa foto terus makan es krim. Aku udah nggak sabar, tau!” Navya menunduk, menatap Axel dengan lembut. “Iya, Nak, tolong sabar ya. Nanti habis foto, kita ambil es krim coklat buat kamu, okay?” Axel mendengus kesal dan melipat tangan di depan dada. “Papa ngapain masih bengong sih? Kenapa nggak cepetan ganti baju? Nanti es krimnya keburu habis!” Mendengar celotehan Axel, Al tersenyum geli. “Iya, iya, Papa cepet, kok. Kamu tunggu di sini, ya, sama Mama. Jangan pergi ke mana-mana.” “Papa beneran cepet, 'kan?” Axel menatap Al dengan ragu, seolah menantang ayahnya untuk menepati janji. Al mengangguk sambil tertawa kecil. “Beneran cepet. Papa cuma mau ganti baju sebentar, terus kita foto bareng sama Tante Cindy sama suaminya. Setelah itu, langsung kita ambil es krim coklat buat kamu.” Axel ter

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 32. Omelan Navya

    Al tiba di lobi hotel, tempat pernikahan Cindy dilangsungkan. Dengan langkah cepat, dia berjalan masuk ke hotel setelah memberikan kunci mobilnya pada petugas valet parkir. Hujan gerimis yang menyisakan jejak basah di tubuhnya membuat penampilannya semakin berantakan. Kemejanya tampak kusut, dan rambutnya yang sedikit basah terlihat acak-acakan. Wajahnya yang kusut semakin menambah kesan buruk pada imejnya yang selama ini selalu berpenampilan rapi dan berhasil menarik perhatian para wanita. Begitu tiba di depan ballroom, Al disambut tatapan heran dari para tamu yang berada di luar ruangan. Beberapa di antaranya berbisik-bisik melihat penampilannya yang jauh dari kesan profesional dan elegan yang biasanya ia tampilkan. Al tidak memperdulikannya. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal—Navya. Dia harus menemukan istrinya sebelum Navya kembali menghindarinya. Ketika hendak melangkah masuk ke dalam ruangan, dua petugas yang berjaga di pintu langsung menghentikan langkahnya. “Maaf,

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 31. Usaha Al

    Al berdiri di samping mobilnya, matanya masih terpaku pada jalanan basah oleh hujan. Gemericik suara gerimis seakan menyatu dengan rasa kacau di dalam dadanya. Dia mencoba menekan nomor Navya lagi, kali ini dengan lebih frustasi, berharap kali ini ada jawaban. Panggilan itu kembali berakhir dengan suara operator yang dingin. Ponsel Navya masih mati. Al mengumpat pelan, “Navya, kamu mau sampe kapan sih ngilang kayak gini?” Tangannya mengepal di samping tubuhnya. Dia merasa seperti terjebak di dalam mimpi buruk yang tidak kunjung berakhir. Seketika, ponselnya bergetar. Dengan cepat Al meraihnya, berharap itu adalah Navya. Namun, nama di layar bukan yang dia harapkan. Al menatap nama Axel yang tertera di layar ponselnya. Tenggorokannya tercekat, pikirannya berputar, mencari-cari alasan. Karena dia tahu siapa yang akan ditanyakan putranya itu. Siapa lagi jika bukan Navya yang sampai saat ini masih belum diketahui keberadaannya. Dia menarik napas panjang sebelum menjawab, berusaha

  • MENGEJAR CINTA ISTRI YANG KUABAIKAN    Bab 30. Gagal Bertemu

    Al melangkah kembali ke mobilnya, merasa semakin tenggelam dalam kebingungan dan kekhawatiran. Sementara hujan telah berhenti, dinginnya malam seolah mencerminkan kehampaan yang dirasakannya. Dia mulai bertanya-tanya, kenapa rasa cemas dan takut ini begitu menguasainya. Apakah ini karena dia sudah mulai mencintai Navya, atau sekadar rasa bersalah yang terus menghantuinya? Ketika dia menyusuri jalan menuju rumah, pikirannya dipenuhi bayangan Navya. Setiap momen yang pernah mereka lalui bersama berputar di benaknya—wajah Navya yang ceria saat selalu menyambutnya pulang, tangannya yang selalu sibuk mempersiapkan segala keperluannya tanpa keluh kesah. Al menghela napas panjang. “Apa aku bener-bener udah mulai cinta sama dia?” tanya Al dalam hati, tanpa mampu menemukan jawabannya yang pasti. Setiap kali dia memikirkan betapa hancurnya Navya saat ini, hatinya terasa semakin tertekan. Namun, dia tidak tahu apakah tekanan itu berasal dari rasa cinta, atau hanya sekadar rasa bersalah atas

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status