Share

MENGEJAR IMPIAN DAN BERTEMU CINTA SEJATI
MENGEJAR IMPIAN DAN BERTEMU CINTA SEJATI
Penulis: Sermiati mdk

Awal Kisah Hidup

Di sebuah desa terpencil, hiduplah sebuah keluarga yang hidupnya sangat pas-pasan. Pekerjaan mereka sehari-hari hanyalah bertani. Setiap hari, mereka selalu pergi ke kebun, untuk merawat tanaman mereka. Oh ia, sepasang suami istri itu mempunyai 3 orang anak yang pertama bernama Dimas, umurnya kini 21 tahun. Anak yang kedua bernama Raidi, dia berumur 17 tahun, dan baru tamat SMA. Lalu yang ketiga bernama Raya, dia berumur 13 tahun, dan sekarang sudah duduk di bangku kelas 2 SMP.

Mereka bertiga sangat menyayangi kedua orang tuanya. Bisa di bilang, kehidupan mereka sangat bahagia meskipun keadaan ekonominya sangat memprihatinkan.

Suatu hari, Raidi bertanya kepada kedua orang tuanya tentang kelanjutan pendidikannya, namun orang tuanya hanya menghela napas dikarenakan mereka tidak mampu membiayai Raidi.

“Ayah, ibu, apakah Rai bisa melanjutkan kuliah?” tanya Raidi.

“Nak, bukannya ayah tidak mau jikalau Rai melanjutkan kuliah, tapi ayah tidak mempunyai biaya,” ucap Pak Ridwan pada anaknya dengan penuh rasa bersalah.

Melihat ayahnya yang sedih, Raidi pun mengalihkan pembicaraan agar orang tuanya tidak terbebani dengan keinginannya itu.

“Ya sudahlah ayah, ibu, kalau aku tidak bisa melanjutkan kuliah, tidak apa-apa. Lagian aku sudah bahagia sekali bisa sampai pada tahap ini. Biarkan waktu yang menjawab setiap doa kita,” ucap Raidi sambil memeluk orang tuanya.

“Doa ayah dan ibu tidak akan pernah henti untuk anak-anaknya, karena kebahagiaan orang tua adalah ketika anaknya hidup bahagia,” ucap Bu Nana sambil memeluk aanaknya

Kini, pagi sudah kembali ke peraduannya, dan sebentar lagi mentari akan tenggelam dalam gelapnya malam. Dan di sebuah rumah yang sangat sederhana, penghuninya kini tengah berguarau. Tak seperti tetangga-tetangga yang lain, yang hidup berkecukupan, mereka hanya bisa menyantap makanan seadanya. Walau demikian, mereka tidak pernah mengeluh tentang hidup mereka, melainkan mereka selalu bersyukur atas apa yang di berikan oleh Tuhan.

“Ayah, ibu aku ingin pergi merantau mengadu nasib. Siapa tau Tuhan bisa mengubah hidup kita menjadi lebih baik lagi. Siapa tahu, inilah jalan yang Tuhan berikan supaya adik adik aku bisa sekolah. Bagaimana menurut ayah dan ibu?” tanya Dimas pada orang tuanya.

“Nak, ayah sudah tua. Ayah tidak mau kalau kalau Dimas pergi merantau. Siapa nanti yang akan mengurus kebun?” jawab pak Ridwan.

“Tapi bagaimana dengan sekolah Raidi dan Isda? Dimas tidak mau mereka berhenti sekolah seperti Dimas ayah,” ucap Dimas pada pak Ridwan.

“Kita berserah saja pada Tuhan Nak, biarkanlah sang pencipta yang mengurus semuanya Nak,” jawab pak Ridwan.

Malam pun berlalu, dan keluarga kecil itu menyambut hari yang baru dengan ucapan syukur. Sebelum berangkat ke kebun, mereka tidak lupa berdoa bersama. Tidak ada yang lebih penting bagi keluarga kecil itu kecuali sang penciptanya. Mereka pasti mendahulukan sang penciptanya sebelum melakukan aktivitas.

Hidup memang tidak bisa di tebak. Walaupun keluarga kita sederhana, tapi dengan kesederhanaan itu kita bahagia. Walaupun keluarga kaya, tapi tidak menutup kemungkinan kalau mereka tidak bahagia. Semuanya tergantung dari pribadi kita masing-masing.

Saat keluarga kecil itu tiba di kebun, mereka langsung menuju pondok untuk beristirahat.

“Ibu, hari ini cerah banget ya,” ucap Raidi pada ibunya

“Ia Nak,” jawab Bu Nana.

“Oh ia Bu, kenapa ya hidup kita serba kekurangan seperti ini? Padahal kan kita selalu bekerja keras dan tidak pernah mengenal menyerah,” tanya Raidi.

“Nak, setiap manusia itu punya takdir masing-masing. Semua sudah diatur sama sang pencipta. Kita hanya perluh bersyukur agar hidup kita bahagia dunia akhirat,” jawab Bu Nana sambil memeluk anaknya.

Tidak lama kemudian, pak Ridwan, Dimas dan Isda datang membawa sayur dan kayu bakar.

“Ibu, kakak, tadi aku melihat monyet berayun-ayun dari pohon satu ke pohon yang lain,” kata Isda sambil memperagakan gaya monyet. Mereka semua pun tertawa bahagia melihat tingkah Isda sambil duduk bersama.

                     Lantunan puisi Raidi

Tuhan...

Betapa indahnya hari ini

Hari di mana selalu ada canda tawa

Yang tertoreh dalam kisah hari ini

Tuhan...

Betapa bahagianya diriku

Melihat keluargaku bahagia dalam kesederhanaannya

Kebahagiaan yang terpancar dari sebuah ketulusan

Tuhan...

Ternyata harta tidak selamanya menjadi tolak ukur kebahagiaan

Hanya cinta dari keluarga

Yang mampu membahagiakan

Tuhan...

Terima kasih untuk hari ini

Semoga semuanya tetap bahagia

Seperti hari ini

Keluarga bahagia itu pun melanjutkan aktivitasnya. Ada yang memetik buah kopi, ada yang memasak, dan ada juga yang membersihkan kebun. Semua itu mereka lakukan dengan riang gembira dan selalu mengucap syukur. Sederhana dan bahagia, itulah kalimat yang cocok untuk keluarga kecil itu. Kehidupan yang jauh dari kata cukup, tidak menyurutkan semangat juang mereka untuk tetap melanjutkan hidup.

Hari sudah sore, keluarga kecil itu kemudian pulang ke istana kecil mereka. Walaupun sederhana, setidaknya mereka bisa berlindung dari panasnya sang surya dan dinginnya sang hujan. Bahkan, pencahayaan di rumah mereka tidak seterang dan seindah di rumah warga lain. Memang keluarga yang sangat sederhana namun selalu bahagia.

Ketika malam mulai menyelimuti jagat raya, keluarga kecil itu pun mulai menghentikan kegiatan dan duduk membentuk lingkaran sekedar untuk mendengar kelakar sang ayah.

“Apa kalian mau mendengar sebuah cerita?” tanya pak Ridwan.

“Mau...mau...,” jawab mereka serempak, kemudian pak Ridwan mulai bercerita.

“Dahulu kala, ada seorang pemuda yang sangat tampan namun sangat konyol. Suatu hari, dia di suruh ibunya untuk mengambil kayu bakar di hutan. Sih pemuda itu pun pergi kehutan mengambil kayu bakar sesuai perintah ibunya. Perjalanan yang di lalui sang pemuda itu sangatlah sulit. Namun, sang pemuda itu tidak mau menyerah, dan terus melanjutkan perjalanannya. Sesampainya di hutan, sang pemuda itu lalu mengumpulkan kayu bakar sedikit demi sedikit. Dan setelah di rasa sudah cukup, dia pun lalu beristirahat dan ingin makan. Dan kalian mau tau apa yang terjadi selanjutnya?” tanya pak Ridwan pada anak-anaknya dan istrinya.

“Apa yang terjadi selanjutnya ayah?” tanya Isda.

“Ia ayah, bagaimana selanjutnya?” tanya Raidi juga, lalu pak Ridwan pun melanjutkan ceritanya.

“Selanjutnya adalah saat sang pemuda itu membuka tempat bekalnya, ternyata tempat bekalnya itu kosong. Hahahaha,” lanjut pak Ridwan sambil tertawa. Lalu mereka semua pun tertawa bersama. Nah, inilah yang membedakan keluarga kecil itu dengan keluarga lain. Di saat mereka dalam kesulitan, mereka tetap bisa tertawa lepas tanpa adanya sebuah pertengkaran. Tidak seperti keluarga lain di desanya, yang setiap hari selalu bertengkar. Entah itu suami dengan istri, atau dengan anak anaknya.

              Lantunan puisi Raidi

Tuhan...

Betapa aku sangat bahagia

Berada di tengah mereka

Berbagi kisah bersama

Di kegelapan malam

Tuhan...

Jangan biarkan kebahagiaan ini berlalu

Ku tak ingin ada pertengkaran

Atau apa pun yang bisa merusak kebahagiaan ini

Senja kini menyapa dalam kehangatannya. Seorang gadis yang sangat sederhana sedang menikmati indahnya sore hari. Dia bosan di rumah, akhirnya dia memutuskan untuk keluar jalan jalan.

Di tengah jalan, dia melihat seseorang yang sedang di keroyok oleh preman kampung. Dia tidak tega melihat orang itu, kemudian dia memutuskan untuk menolong orang tersebut. Oh iya, sekedar info. Raidi itu jago belah diri, itu di wariskan oleh ayahnya. Ayahnyalah yang selalu mengajari anak anaknya untuk latihan ilmu bela diri. Tanpa pikir panjang, dia pun langsung menolong orang tersebut.

Perkelahian pun tak terelakkan lagi. Antara pihak yang satu dan pihak yang lain, semuanya sama-sama kuat. Tapi, tidak menunggu berapa waktu, preman-preman itu pun kalah dan pergi dari sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status