Kue dan handycam yang terjatuh ke lantai mengalihkan perhatian dua insan yang sedang sibuk memadu asmara di ranjang pengantin milikku. Aku terhenyak, tanganku gemetar begitu pula lutut ini yang seolah terkunci di lantai.
Aku ingin berteriak tapi tenggorokanku seolah dicekat, ingin kuluapkan emosi dan histeris saat itu juga tapi lidah ini keluh dan seolah-olah terkunci tidak mampu mengucapkan satu patah kata pun. Hanya tatapan mataku yang nanti kepada kedua insan yang akhirnya gelagapan mencari pakaian mereka, rania si wanita cantik dengan tubuh langsing dan seksi itu mengganti pakaiannya, sementara mas Hendra segera mengambil handuk lalu memakainya dengan panik. "Oh, luar biasa ..." Aku bertepuk tangan. "Lanjutkan saja, jangan berhenti, hebat sekali .. jadi ini ya kegiatan kalian ketika aku tidak menyadarinya. Sejak kapan?" Tanyaku dengan nafas tersengal. Aku tertawa, menertawai kebodohanku sekaligus air mata ini meluncur, hati ini bergejolak, mendidih seketika untuk ubun ini. Aku bingung antara harus mendahulukan marah ataukah tetap bersikap tenang dan bertanya kepada mereka secara baik-baik kenapa mereka lancang menghianatiku. Aku ingin menghujat, mencaci maki dan menghina, mereka tapi tidak satupun kata yang bisa terlintas di kepala atau terucap di lidah. Dadaku sakit, nyeri bukan main seakan aku terkena serangan jantung mendadak hingga membuat diri ini terjatuh duduk di lantai. Melihatku lemas seperti itu mas Hendra berusaha mendekat tapi aku mengangkat tangan dan memberi ultimatum padanya agar tidak mendekat karena aku sedang dalam emosi tingkat tinggi. Kupandangi wanita yang dengan santainya itu membuka lingerie milikku lalu menggantinya dengan baju formal yang tadi ia digunakan di kantor. Menjijikan sekali, sikapnya Rania benar-benar sangat menjijikan. "Hah, kau ... aku membantumu, aku mendukungmu, aku membela dan tidak peduli dengan apa yang kau lakukan di masa lalu, teganya kau...." "Se-sebenarnya begini ...." Mas Hendra merasa sangat malu, dia ingin membela Rania tapi melihatku mendelik, lelaki itu terdiam. Brak! Aku langsung melempar handycam ke kaca rias yang ada di dekat Rania hingga benda itu pecah berkeping keping, kacanya berserakan, salah satu kepingannya beterbangan dan menggores pipi Rania. Wanita itu mengadu, Mas Hendra ingin menolongnya dengan maju selangkah menghampirinya, tapi kemudian lelaki itu berhenti, diam di tempatnya. "Kamu baik baik aja kan?" tanya Mas Hendra pada wanita yang tergores pipinya dan berdarah itu. "Gak mas...." Aku tertawa melihat pemandangan itu, aku sedih karena sekarang Mas Hendra bahkan tidak memperdulikan hatiku. Dia peduli tentang jalang yang terluka wajahnya itu.Aku sedang hamil dan baru saja beberapa menit lalu ingin memberinya kejutan kehamilan. Tak kusangka, tak kuduga dan tak pernah terlintas sedikitpun kalau ia sedang buat anak dengan wanita lain. Fakta ini membuatku hampir gila saat itu juga. "Ayo duduk di ruang tamu, ayo bicara...." "Dengar Valen, aku sungguh khilaf dan minta maaf padamu, tolong biarkan Rania pulang agar aku dan kamu bisa bicara secara pribadi." "Loh, yang terlibat di sini adalah kalian berdua kenapa hanya kamu saja yang akan menanggung akibat perbuatan kalian." "Apa kau akan menghakimi kami?" "Menurutmu aku harus bagaimana?" tanyaaku sambil tertawa. Aku tidak menyangka dia dengan intinya bertanya kalau akankah aku akan menghakiminya. Enteng sekali. Sementara itu, Wanita yang sudah memakai jas berwarna coklat dan celana pipa senada tampak terdiam dan sedikit gelisah. * Sekarang di sinilah kami duduk di ruang keluarga. Ruang keluarga yang kutata dengan desain dan ornamen Jepang itu kini menjadi saksi bisu pertemuan kami, tiga orang yang seharusnya menjadi sahabat, tapi dua diantaranya menusuk diriku dari belakang. Kedua manusia itu duduk di hadapanku, aku memaksa mereka agar mau duduk denganku sebelum aku berteriak histeris dan lapor polisi. Aku punya bukti rekaman tentang mereka berdua di memory handycam, jadi, aku akan menyebarkannya kalau mereka tidak menuruti keinginanku. "Rania...." Dia yang kupanggil mendongak padaku sambil menatap mataku lalu kemudian mengalihkan pandangannya karena tak kuasa melawan tatapan ini. "Aku memberimu kehidupan dan menganggap yang seperti saudara. Kuberikan uangku bahkan benda-benda yang aku sukai, sebagai bentuk kasih sayangku kepada sahabat masa kecilku. 20 tahun aku mendampingimu sebagai sahabat bahkan aku memberikan apa yang ada di dalam mulutku untukmu. Kupikir kau tidak akan menusukku dengan mengambil apa yang paling kucintai tapi ternyata kau cukup ambisius dan nekat, hmm, apa kiranya dendammu padaku?" "Aku hanya tak sengaja ...." Brak! Aku langsung menggebrak meja dan menatapnya dengan tajam. "Bukan kali ini saja kau menggoda anggota keluargaku tapi kau beberapa tahun yang lalu pernah menggoda ayahku, apa kau tidak malu dengan fakta itu hingga kau mengulang lagi kesalahan yang sama?!" tanyaku dengan tegas. Sebenarnya dadaku mau ikut bergejolak dan ingin sekali aku mencekiknya tapi aku berusaha tetap tenang dan mengambil nafas dalam-dalam. Mas Hendra juga terkejut dengan fakta yang baru saja kupaparkan, dia terkejut karena selingkuhannya ternyata memang wanita jalang. " Aku membiayaimu aku menyisihkan setengah tabungan yang seharusnya aku pakai untuk menikmati hidupku demi agar kau tidak tumbuh jadi pelacur di kota ini. Aku menolongmu menampung mau di tempat tinggalku, beraninya kau ...." "Maafkan aku," ucap wanita itu pelan. Aku tahu meski dia bersikap pura-pura sedih dan menunduk tetaplah dia adalah ular pribahasa yang tidak akan kuampuni. Aku berencana untuk menghancurkan hidupnya sehancur-hancurnya. Dia belum tahu betapa aku adalah orang yang sangat kejam kalau sudah mau berbuat jahat. "Aku memang sudah menolong, dan banyak berkorban untukmu, tapi jangan kau kira itu kelemahanku, di tangan orang yang saya kebaikan akan diri kita secara brutal. Aku akan lakukan itu!" "Tolong jangan!" Wanita itu langsung berlutut dan menjatuhkan kepalanya di kakiku. "Kau ingat aku adalah atasanmu di kantor? Dulu aku juga anak majikanmu, mungkin kau iri dengan kehidupan kita tapi Faktanya setinggi apapun kau ingin naik, selamanya kau adalah babu.""Ikut denganmu sekarang juga, karena aku sudah muak!" ujarku sambil menarik Mas Hendra dengan paksa."Kemana kita?" tanya Pria itu dengan bingung."Akan kukembalikan kau ke rumah ibumu agar kau leluasa berbuat apa yang kau inginkan.""Jangan begitu Valentina, ini akan jadi masalah besar.""Masalah besar untukmu tapi bukan masalah untukku.""Kita akan malu.""Itu aibmu, bukan aibku!" balasku sambil meraih kunci mobil, kuseret dia dengan paksa. Ia tak berdaya bertahan, ia tahu kalau aku sudah marah, maka akan sulit meredakan perasaanku kecuali dia mengalah dan diam sampai aku reda."Tolong jangan begini, aku bisa bermalam di rumah temanku atau di hotel Tapi tolong jangan antarkan aku ke hadapan ayah dan ibuku. Mereka Bisa syok dan kena serangan jantung.....""Maka, kaulah penyebab dari semua itu mas Mengapa aku harus memikirkan dampaknya, kalau kau sendiri saja berbuat tanpa memikirkan konsekuensi?!""Astaghfirullah...." Lelaki itu sudah tidak berdaya berdebat denganku, mengikutiku yan
"Jadi kenapa kau diam saja Mas Apakah kau tidak bisa menjawab pertanyaanku? Kenapa kau bisa menyembunyikan uang sebanyak itu tanpa sepengetahuanku? bagaimana kalau terjadi apa-apa padamu? berarti uang itu hanya akan tertimbun saja di bank tanpa pernah jatuh ke tanganku sebagai istrimu yang sah?!" Aku mengutarakan semua pertanyaan panjang lebar itu dengan emosi."Lalu ... Kau tahu sendiri aku sangat tidak suka permainan yang berbau online karena itu adalah judi. Kenapa kau terlibat sejauh itu? Kalau sudah banyak kau menyembunyikan rahasia di belakangku dan sekarang kau malah berjudi dan berselingkuh, hah, lengkap sekali Mas!""Bukan begitu Sayang!""Diam!"Aku semakin emosi begitu dia menyebutku dengan ungkapan sayang. Aku benar-benar jijik padanya Kenapa bisa-bisanya dia ingin bersikap mesra padaku padahal aku sedang di mode serius berbicara padanya."Itu hanya sarana intertain, hanya hiburan, Aku sengaja menyimpannya dan aku tidak menyangka kalau aku akan punya keuntungan.""Bukankah
"sumpah aku tidak ingin merebut suamimu kami hanya tidak sengaja melakukan hal itu karena terbawa suasana, aku bersumpah kalau aku tidak punya rasa apa-apa pada dirinya.""Oh ya?""Ya.""Kumohon, jangan ambil dulu aset dan barangmu....""Demi apa, agar kau bisa menjual dan membawanya kabur?" tanyaku."Tidak, aku hanya sedang membutuhkannya kau tahu sendiri Ibuku sakit sehingga selama ini Aku gagal menabung dan tidak bisa membeli rumah.""Jadi kau halalkan semua cara agar tetap hidup? boleh aku tahu, apa yang kau dapatkan dari suamiku.""Tidak ada.""Di bank seseorang tidak dibenarkan untuk memeriksa rekening orang lain, tapi aku punya kemampuan dan akses untuk itu, karena punya orang-orang yang dekat denganku. Maukah aku memeriksa mutasi rekening ataukah aku harus memaksamu untuk jujur?""Jangan!" Wanita itu mengangkat tangannya sejajar dengan dada dengan maksud untuk menghentikan diriku. Aku memicingkan mata melihatnya lalu timbul sebuah pertanyaan di benakku, kenapa dia begitu pan
Bersama dengannya yang satu mobil denganku, aku menyeretnya ke ruanganku dan memaksa dia duduk di sana lalu ku panggil para staf dan akunting untuk jadi saksi percakapan kami."Lihat semua berkas-berkas ini lihat semua dana proyek itu ada banyak sekali dana yang Kau hilangkan dan kau selewengkan.""Aku tidak mengambil kecuali apa yang diberikan sebagai biaya operasional," jawabnya mengelak. Kan ku dan tetap berusaha tenang Padahal aku bisa menangkap di wajahnya kalau dia tengah panik."Lihat proyek iklan dan Videotron simpang enam tahun lalu, uang yang terpakai hanya 400 juta sementara dana anggarannya 450 juta, setelah kutotalkan, aku kemudian tidak menemukan laporan ke mana sisa uang itu. Ironisnya, kau adalah penanggung jawabnya, jadi aku ingin kau menjelaskan kepadaku ke mana uang itu kalau memang kau tidak korupsi!"Wanita cantik dengan rambut sepinggang itu menelan ludah, Iya menatapku menatap mataku yang penuh dendam dan kebencian. Dia tahu betul bahwa aku melakukan ini karena
Bersama dengannya yang satu mobil denganku, aku menyeretnya ke ruanganku dan memaksa dia duduk di sana lalu ku panggil para staf dan akunting untuk jadi saksi percakapan kami."Lihat semua berkas-berkas ini lihat semua dana proyek itu ada banyak sekali dana yang Kau hilangkan dan kau selewengkan.""Aku tidak mengambil kecuali apa yang diberikan sebagai biaya operasional," jawabnya mengelak. Kan ku dan tetap berusaha tenang Padahal aku bisa menangkap di wajahnya kalau dia tengah panik."Lihat proyek iklan dan Videotron simpang enam tahun lalu, uang yang terpakai hanya 400 juta sementara dana anggarannya 450 juta, setelah kutotalkan, aku kemudian tidak menemukan laporan ke mana sisa uang itu. Ironisnya, kau adalah penanggung jawabnya, jadi aku ingin kau menjelaskan kepadaku ke mana uang itu kalau memang kau tidak korupsi!"Wanita cantik dengan rambut sepinggang itu menelan ludah, Iya menatapku menatap mataku yang penuh dendam dan kebencian. Dia tahu betul bahwa aku melakukan ini karena
Aku tidak tidur sepanjang malam untuk mengatur rencana esok hari. Ku hubungi bosku dan meminta izin agar aku bisa memutasi Rania dari posisinya dan memindahkannya menjadi asisten pribadiku. Aku akan membuat Dia merasakan definisi menjadi pembantu yang sebenarnya. Dulu aku memperlakukan dia seperti saudaraku dan tidak pernah membiarkan orang lain memperlakukan dia sebagai pembantu apalagi merendahkannya tapi sekarang aku akan menjadikan dia budak di mana ia tidak akan bernapas kecuali atas izin ku.Melakukan perbuatan itu kepada suamiku bisa-bisanya dia menggali lelaki yang jelas-jelas adalah milikku di mana aku mencintainya dan dia tahu persis bahwa Hendra adalah milikku. Aku tidak menyangka pula kenapa suamiku mau terpincut dengan sahabatku. Tapi aku tidak bisa heran karena Rania memang punya kemampuan untuk menggoda dengan cara yang paling mematikan, ia luar berbisa, ia seperti mantra yang bisa membunuh tanpa menyentuh.Aku harus lakukan sesuatu."Aku sudah selesai dengan pekerjaa