Share

6. Rumah Tangga Ajaib

"Aku mau ke rumah ibu. Kunci motor?" Tangan menengadah saat sampai di persimpangan jalan kemarin waktu dia memaksaku naik di mobilnya. Kami sengaja pulang pagi hari ini untuk menghindari panasnya cuaca

"Motormu dah nyampe di rumah sekarang. Sudah nggak ada, kan?" Mas Rio memelankan mobil saat melewati rumah yang dititipin motorku, lalu melaju setelah membunyikan klakson untuk si pemilik rumah.

"Ngapain, sih, kamu bertindak semau saja, Mas? Padahal aku sudah beritahu ke ibu." Suaraku pasti terdengar parau, karena memang sekarang aku sedang menahan sesak.

"Makanya .... Kalau mau berbuat sesuatu, rundingin dulu sama suami," ucapnya sok menasehati tanpa ekspresi bersalah sama sekali.

Ya ... Allah, mengapa engkau mempertemukan aku dengan makhluk seperti ini? Bisa beneran gila aku dibuatnya kalau gini terus.

"Turunin aku di sini!" sentakku tiba-tiba geram. Ini efek terlalu menahan amarah berkepanjangan.

"Aku yang ngatur di sini. Bukan kamu," ucapnya santai sambil fokus menyetir. Sepertinya dia nggak takut sama sekali dengan ancamanku.

"Percuma kamu berusaha. Pintunya sudah aku kunci otomatis," ucapnya lagi sama, saat aku berusaha membuka pintu mobil.

"Aku doain kamu menderita selamannya. Dasar suami dzolim!" Aku melangkahi kursi menuju kelas tengah sambil bersungut. Jengkel, amarah, benci, dan kelemahan berbaur jadi satu saat mengucap kalimat itu. Rasa yang membuncah ini betul-betul kuikhlaskan saat mendoakannya.

Ah, begitu sulit menjaga akhlak dan hati saat nafsu amarah menguasai. Sungguh diri ini termasuk orang-orang yang merugi. Astagfirullah ....

**

Entah berapa lama berlalu, saat keributan kecil mengembalikan kesadaran. Rupanya sudah sampai di rumah.

Kenapa dua sejoli itu bertengkar? Apa tidak malu dilihat orang? Kan harusnya dalam rumah menyelesaikan masalah? Bukan di halaman begini? Ah, sudahlah ... bukan urusanku.

Setelah menurunkan kue-kue dan makanan yang dibungkusin sama mama tadi serta memasukkan di kulkas, kaki pun menuju peraduan. Banyak yang harus kufikirkan terutama tentang kepindahan.

Prang ..

Terdengar suara pecahan di lantai bersamaan dengan semakin sengitnya pertengkaran di luar. Mungkinkah aku yang menjadi sumber permasalahan Romeo dan Juliet itu? Ah, biarin aja. Yang penting tak merugikan diriku.

"Bulan ...!"Terdengar teriakan Mas Rio bersamaan dengan ketukan pintu di kamarku. Nadanya kali ini tak meninggi seperti biasa, malah seperti ringisan. Lantas suara gaduh pun seakan telah lenyap.

Buka, tidak, buka, tidak. Buka aja, lah. Toh, andai mereka menyerangku dengan kata-kata seperti kemarin. Kan, tinggal angkat kaki saja. Barang-barangku telah ready tuk diangkut.

"Allahu Akbar ... Darah? Kenapa bisa sampai segini Ya Rabbi ...?"

Cepat aku berlari mengambil kotak di penyimpanan. Tak kuhiraukan lagi pecahan kaca yang berserakan di lantai. Entah benda apa yang jadi korban amuk sasaran dua sejoli bertengkar hebat tadi.

"Cowok, kok, manja." Kalimatku tanpa iba, melihat Mas Rio meringis, saat membersihkan luka di pelipisnya.

Sebenarnya, sih, tidak terlalu parah. Karena di bagian pelipis, jadi banyak darah yang keluar.

"Siapa bilang nggak sakit? Coba kamu!" E, e, ditolong malah ngajak berantem. Benar-benar membuat emosi jiwa.

"Siapa juga bilang gitu. Aku hanya bilang, jangan manja," jawabku mulai tersulut, tanpa sengaja menekan kapas di lukanya.

"Aduh," ringisnya lagi sambil menjauhkan kepalanya. Spontan aku merasa bersalah.

"So-sory," ujarku sambil tangan terus bergerak.

Setelah selesai menutup kasa dan perekat, kini aku beralih ke pecahan yang tercecer tadi.

Kemana juga Marta? Bukannya ini ulahnya?

Benar-benar tak bertanggung jawab. Suami yang mencintainya setengah mati, malah dia tinggalkan begitu saja saat benar-benar membutuhkannya.

"Jadi ini sumber perang kalian?" tanyaku ke Mas Rio yang masih membersihkan ceceran darah di bagian tubuh lainnya.

Pria itu melihat sekilas kertas yang kupegang tanpa memberi komentar. Aneh! Bisa-bisanya membawa poto pernikahan kami yang terbingkai kaca.

Jelas aja istri tersayangnya tersinggung, dan ngamuk. Untung nggak bunuh diri.

Eit! Jangan-jangan Marta tak ada di rumah karena pergi bunuh diri dengan cantik di tempat keramaian agar cepat viral? Jangan sampai Ya, Allah ....

Setelah merasa tak ada lagi beling tersisa, aku membawa kertas tersebut ke dapur. Ini harus dibakar! Ngapain juga pria egois itu membawa kemari? Padahal benda ini sudah aman di dinding kamarnya di kampung.

"Jangan! Jangan!" Mas Rio muncul merampas kertas itu dari tanganku saat kompor sudah menyala.

"Buat apa kamu bawa foto itu kemari?" tanyaku menautkan alis dengan tatap penuh selidik. "Jangan-jangan kamu sudah jatuh cinta sama aku, ya?!" ujarku lagi memindai wajahnya dengan netra.

"Si-siapa bilang?" ujarnya seketika gagap.

"Sikapmu barusan yang bilang."

"A-aku hanya mau menggantungnya di dinding. Antisipasi kalau tiba-tiba mama, papa, atau siapa saja yang datang berkunjung," jawabnya semakin gagap, lantas menarik lengan yang memegang foto itu ke bagian belakang pinggannya.

"Oh, ya?! Tapi sayang, hanya gambar itu saja yang akan mereka temua bila kemari, karena orangnya akan pindah dekat-dekat ini."

"Tidak boleh! Aku nggak akan beri izin," sanggah Mas Rio cepat, dia menatapku tajam.

"Kenapa? Takut rahasiamu terbongkar? Atau takut nggak ada yang masakin kamu di rumah? Jangan egois, Mas!" Suaraku mulai serak. selalu begitu bila membayangkan masih di rumah ini dan menyaksikan kemesraan mereka.

"Pokoknya, tidak boleh, titik!" Lagi, Mas Rio berucap dengan nada penuh penekanan sambil membulatkan mata ke arahku. Benar-benar laki-laki arogan, aturannya terlalu banyak tapi sama sekali tak bisa dicontoh prilakunya.

"Ah, percuma bicara dengan lelaki egois seperti kamu," ucapku berlalu dengan cebikan bibir. Rasanya ingin mencakar-cakar wajah lelaki egois itu, atau membubuhkan sianida di piringnya saat membuatkannya makanan. Astagfirullah ... Masih waraskah aku?

Ah, sungguh menjalani rumah tangga ajaib ini, membuat tensiku naik melebihi rata-rata. Bisa saja wajahku akan terlihat boros bila keadaan ini berlangsung lama.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status