Bab 2
“Apa yang Mama pikirkan? Kenapa harus membawa Pak RT dan warga ke sini?” Elsa bertanya dengan air mata berlinang. Hatinya sakit diperlakukan seperti pasangan mesum seperti ini. Warga menggerebek dirinya dan Abyasa. Belum lagi teriakan mereka yang mengatai dirinya janda gatal, murahan, penggoda Om-om senang, dan masih banyak masih lagi.
“Itu buat efek jera saja agar kamu tidak membawa lagi laki-laki ke rumah ini. Ingat Elsa, ini rumah peninggalan anakku. Aku tidak suka kau pakai untuk berbuat mesum.” Wanita bertubuh tambun dan rambut hampir memutih semua bicara dengan wajah merengut. Tidak ada raut bersalah atau iba mengingat sejak tadi Elsa terus menangis setelah ditegur ketua RT dan diteriaki warga.
“Mama bicara apa? Aku tidak pernah membawa laki-laki masuk rumah ini. Apalagi sampai berbuat mesum. Demi Tuhan Ma, bahkan sakit karena ditinggalkan Bang David masih terasa, aku tidak ingin berurusan dengan yang namanya laki-laki lagi.” Masih di antara tangisan, Elsa menjelaskan.
“Tapi menurut kabar yang Mama dengar, laki-laki itu datang hampir setiap hari ke sini. Bahkan tadi siang dengan tidak tahu malu dia bilang sendiri ingin menikahi kamu.” Ibu mertua Elsa memiringkan bibirnya. “Bahkan anakku baru saja meninggal seratus hari, istri macam apa yang sudah membawa laki-laki lain ke rumahnya?”
“Ma!” Elsa memekik. “Aku tidak pernah membawa laki-laki ke rumah. Dia yang datang sendiri.”
“Itu pasti karena kau yang mengundangnya. Tidak mungkin ia terus-terusan datang jika tidak ada sambutan dari tuan rumah.”
Elsa memejam kuat. Sisa-sisa air mata masih membasahi pipinya. Entah apa yang terjadi dengan hidupnya saat ini. Rasa sakit harus kehilangan suami yang meninggal dalam sebuah kecelakaan saja masih sangat terasa. Tidak pernah tebersit untuk buru-buru mencari pengganti. Kini harus dipermalukan di depan umum karena sesuatu yang tidak ia perbuat.
“Ma, sudah berapa kali aku bilang tidak ingin menikah lagi dalam waktu dekat. Aku bersumpah masih sangat mencintai Bang David.” Elsa kembali membuat penegasan. “Aku tidak pernah mengundang laki-laki mana pun ke sini. Apalagi mantan suami yang pernah melukai hati.”
“Lalu, kenapa ia bilang akan menikahimu lagi?”
“Aku tidak bisa mengendalikan perasaan orang lain, Ma. Jika dia berpikir seperti itu, biarkan saja. Yang penting aku tidak merasa.”
“Atau jangan-jangan ini keinginan ibumu agar kau menikah lagi dengan mantan suamimu?” Wanita paruh baya Bernama Dinar menatap curiga sambil sesekali melirik ke dalam.
Elsa menegakkan tubuhnya. Walaupun benar sang ibu mendukung ia kembali dengan Abyasa, tetapi tak rela jika ibu mertuanya berkata buruk tentangnya.
“Begini saja, Ma. Tolong Mama sampaikan kepada Pak RT jika semua ini hanya salah paham. Aku dan Pak Abyasa tidak ada hubungan apa pun. Tolong bersihkan lagi namaku, karena aku dan keluarga tidak akan nyaman tinggal di sini jika mereka semua masih berpikiran buruk tentang aku.”
“Apa?” Dinar tersenyum sinis.
Elsa bahkan tidak mengerti kenapa wanita dulu sangat menyayanginya saat Elsa masih berstatus menantunya tersebut kini berubah drastis saat David meninggal. Selain seolah menyalahkan dirinya sebagai pembawa sial, Dinar juga terus saja mengungkit harta peninggalan David dan mulai mengatur kehidupan pribadinya.
“Kalau kamu sudah tidak nyaman tinggal di sini, pergi saja. Apa susahnya?”
“Maksud Mama?” Mata Elsa memicing.
Dinar berkedip angkuh sebelum kembali berkata, “Maksudku, silakan kamu bersama keluargamu pergi dari sini. Ini rumah anakku, bukan?”
Elsa menggeleng tak mengerti. Bagaimana bisa ibu mertuanya berkata demikian. Sementara rumah dan semua aset milik David sudah atas nama Davina semua. Seolah memiliki firasat, David sudah mewasiatkan semua hartanya kepada anak semata wayangnya.
“Bagaimana itu mungkin, Ma? Bukankah semua harta Bang David sudah atas nama Davina? Aku walinya. Lagi pula, kami tidak mungkin pergi dari sini.”“Kenapa tidak mungkin? Kamu dan keluargamu sebenarnya memang tidak pantas tinggal lagi di sini. David sudah tidak ada. Tidak pantas lagi keluargamu numpang hidup dari harta anakku.”
“Ma, harta Bang David bukankah menjadi hak aku sebagai istrinya juga?”
“Tentu saja bukan! David sudah punya rumah dan restoran jauh sebelum menikah denganmu,” sergah Dinar tegas. “Kamu dan orang tuamu selama ini hanya menumpang hidup pada anakku. Sekarang dengan tidak tahu malu kalian mengkhianatinya, padahal ia belum lama pergi.”
Lalu dengan mata menyipit, mantan mertua Elsa tersebut menambahkan, “Jangan-jangan kamu dan mantan suamimu sudah berhubungan lagi sebelum David meninggal.”
“Astagfirullah.” Mata dan mulut Elsa sama-sama terbuka lebar. Untuk beberapa lama ia tertegun. Sungguh, ia tidak mengerti dengan jalan pikiran Dinar. Bagaimana bisa tuduhan keji seperti itu ia layangkan? Sementara selama hidup David, Elsa tidak pernah berjauhan sama sekali dengan suaminya. Seluruh hidupnya ia dedikasikan untuk suaminya mengingat David bak malaikat untuk Elsa.
“Kenapa ucapan Mama makin ngelantur?”
Dinar kembali berkedip angkuh. “Bisa saja, kan? Kamu masih muda, masih cantik, dan dengar-dengar mantan suamimu itu--”
“Sudahlah, Ma,” potong Elsa segera. “Aku tidak mau mendengar apa pun lagi. Yang pasti aku tegaskan jika aku tidak memiliki hubungan dengan Pak Abyasa. Tolong Mama konfirmasi ke Pak RT dan semua warga jika yang terjadi tadi hanya kesalahpahaman.”
“Baik.” Dinar berkata tegas seraya menegakkan tubuhnya. “Mama akan membersihkan namamu di depan semua orang, tapi dengan catatan, kamu menikah dengan Adrian.”
“Apa?” Elsa memekik lagi. “Maksud Mama apa?”
“Maksudnya, kamu menikah dengan kakaknya David. Tidak dengan orang lain. Jelas, bukan?”
Elsa menggeleng dengan senyuman heran tersungging.
“Ma, tadi aku sudah sampaikan, aku tidak berminat menikah lagi,” kata wanita satu anak tersebut. “Apalagi dengan Bang Adrian yang sudah kuanggap kakak sendiri.”
“Tapi itu satu-satunya jalan agar kau tidak menikah lagi dengan orang lain, Elsa. Mama tidak mau Davina berayahtirikan orang lain.” Suara Dinar mulai meninggi.
“Davina tidak akan punya ayah tiri. Karena aku tidak--.”
“Sekarang kau bisa bicara seperti ini, bagaimana dengan dua tiga hati ke depan?” Wajah Dinar mulai merengut. Raut ayu dan keibuan yang selama ini Elsa kagumi dari ibu mertuanya tak didapatinya lagi.
“Pokoknya kau harus menikah dengan Adrian atau silakan tinggalkan rumah ini.”
Elsa menahan napas saat mendengar ultimatum sang ibu mertua. Untuk beberapa lama ia tidak mampu berkata-kata. Bagaimana bisa semua jadi bertambah runyam seperti ini?
“Aku tidak akan menikah dengan Bang Adrian. Selain aku tidak berminat memberikan ayah sambung untuk Davina, aku tidak mencintainya, Bu.” Elsa masih berusaha bersikap logis menghadapi tingkah mantan mertuanya yang tidak masuk akal. “Tapi aku juga tidak akan pergi dari sini karena ini rumah suamiku. Banyak sekali kenangan indah kami di sini.”
“Tidak bisa!” sentak Dinar. “Kau harus memilih, Elsa. Menikah dengan Adrian atau pergi!”
“Ibu tidak bisa menekanku. Rumah ini milik Davina sekarang, dan Davina berada dalam pengasuhanku.” Elsa juga bersikap tegas. Rumah dan semua harta mendiang suaminya milik Davina sekarang. Tidak ada yang bisa mengganggu gugat.
“Kalau begitu, silakan pergi tanpa membawa Davina. Aku dan Adrian akan mengurus Davina. Anak itu akan aman dalam pengasuhan kami.”
Dada Elsa rasanya ingin meledak. Sejak tadi bicara dengan mertuanya tak juga menemukan titik terang. Dinar menekannya karena alasan yang sebenarnya tidak jelas sama sekali.
Elsa bangkit dan hendak membantah lagi saat ibunya berlari dari dalam dengan ponsel dalam genggamannya. Wajah wanita paruh baya itu tampak tegang dan cemas.
“Ada apa, Bu?” tanya Elsa curiga. Jawaban sang ibu kemudian membuat tubuhnya membeku.
“Restoranmu terbakar! Bapakmu kini terjebak di lantai dua.”
Bab 3“Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana kondisi Bapak?” Dengan jantung yang terasa berhenti berdetak, Elsa menatap nanar sang ibu yang pucat dan gemetar.“I-bu tidak tahu, Sa. Orang-orang di sana hanya bilang Bapak terjebak. Tidak sempat keluar.” Gagap dan gemetar, ibunya menjawab.Bahkan Elsa tidak sempat menetralkan detak jantung. Ia meminta sang ibu membawa Davina untuk ikut ke rumah sakit. Pun dengan Dinar yang akhirnya ikut serta.Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Elsa mengendalikan mobil dengan tangan gemetar dan hati kacau. Ia takut terjadi sesuatu dengan sang ayah. Tak dapat dibayangkan jika sampai tak tertolong.“Elsa, hati-hati bawa mobilnya. Kamu mau kita celaka?” Dinar yang duduk di kursi belakang terus mengomel karena beberapa kali mobil mereka hampir bersenggolan dengan pengendara lain. Belum lagi pejalan kaki yang hampir tertabrak karena Elsa menerobos lampu merah.Davina yang terpaksa dibawa pun terus menangis ketakutan karena sang ibu mengemudi dengan pani
Bab 4“Apa tidak ada jalan lain, Dokter?” Sekuat tenaga Elsa menegarkan hati yang padahal sudah pecah berserakan. Ayahnya adalah kaki-kakinya selama ini. Ayahnya yang membantu mendirikan rumah makan itu. Apa lagi setelah ini? Setelah berita kehilangan asetnya, kini ia juga harus dihadapkan kenyataan jika sang ayah harus kehilangan kakinya. Hati Elsa benar-benar hancur.Pria berjas putih dengan kacamata bertengger rendah di tulang hidungnya menggeleng lemah. Tanpa dokter menerangkan apa pun lagi, Elsa sudah sangat mengerti apa yang terjadi. Luka sang ayah sangat serius.Ayahnya terjebak di lantai dua. Tidak bisa keluar karena lantai satu sudah penuh api. Semua jendela dan pintu di lantai dua tertutup rapat dan terkunci karena Fadli berniat pulang setelah memeriksa semua ruangan. Ledakan besar membuat ia panik dan berlari ke bawah. Nahas sesuatu yang sudah terbakar jatuh menimpa tubuhnya hingga kedua kakinya ikut terbakar. Dan setelah beberapa lama, tim damkar baru bisa mengevakuainya.
Bab 5“Aku akan membantumu mengusut kasus ini sampai tuntas, Elsa.” Abyasa yang masih menggendong Davina, menegaskan.“Jika kau tidak suka, anggap saja ini untuk keluargamu. Untuk Davina dan kedua orang tuamu,” lanjutnya saat sadar sorot tidak suka di mata Elsa.“Aku hanya ingin keadilan untuk kalian. Karena ini bukan murni kecelakaan. Ini kesengajaan.” Suara Abyasa lembut dan meyakinkan.Elsa membuang muka. Walaupun sangat marah dengan Abyasa, tetapi tak ayal perkataan lelaki itu mengusik hatinya. Kesengajaan? Ada dalang di balik kebakaran itu? Siapa yang sudah tega melakukan kepadanya?Elsa memang belum bersedia memberi keterangan apa pun terhadap petugas kepolisian. Selain masih sangat shock, kondisi sang ayah yang urgent membuatnya harus mendahulukan keselamatnya. Urusan dengan polisi bisa diurus belakangan. Karyawan yang meninggal di tempat pun, belum ia lihat kondisinya.“Kesengajaan?” Dinar yang menyusul, menyela. Keningnya berkerut dalam. “Apa maksudnya dengan kesengajaan?”Ab
6“Aku malah curiga kebakaran yang menimpa restoranku ada hubungan dengan Mama.” Elsa membalas sinis.Mata Dinar melebar sempurna, bahkan seolah ingin loncat dari rongganya. Wajahnya merah padam dengan otot pelipis terlihat berdenyut. Wanita paruh baya itu ingin menyerang Elsa, tetapi dengan sigap Adrian menghadangnya. Memeluk sang ibu dan menenangkannya agar tidak terjadi keributan lain.“Ma, sudahlah. Jangan tambah masalah lagi. Kasihan Elsa, lihat ia bahkan butuh pengobatan karena penyerangan wanita tadi.”“Itu salahnya sendiri kenapa ia tidak becus, tidak perhatian terhadap karyawannya. Dan memang benar apa yang dikatakan wanita tadi, jika Elsa bodoh. Untuk apa mendirikan lagi restoran baru, padahal restoran peninggalan David sudah cukup untuk menghidupi dirinya dan Davina,” sergah Dinar yang sibuk ingin melepaskan diri.“Sudah, sebaiknya Mama diam dulu untuk saat ini. Elsa baru saja tenang. Vivi juga ketakutan, kan? Jangan buat mereka semakin menderita,” ujar Adrian lagi bijak.“
7“Ma, aku mohon sudahi semua.”Sore ini Elsa sengaja mendatangi rumah sang ibu mertua setelah proses operasi sang ayah dinyatakan lancar. Walaupun pria paruh baya yang hampir seluruh tubuhnya dipenuhi luka bakar itu belum sadarkan diri, tetapi setidaknya dokter menyatakan masa kritisnya telah lewat.Elsa bisa meluangkan waktu untuk mengurus kasus yang tiba-tiba saja menimpa Abyasa.Lelaki itu ditangkap polisi di sekitar rumah sakit dengan alasan yang tidak masuk akal. Dalang kebakaran rukonya, juga penculikan anak. Padahal Abyasa tengah mengasuh Davina saat itu. Dan Davina sendiri sangat riang bermain ditemani laki-laki itu.Belakangan Elsa tahu jika sang ibu mertua yang melaporkan Abyasa ke polisi. Sangat tidak masuk akal. Hanya karena tidak ingin ia menikah dengan laki-laki itu, sang ibu mertua sampai membuat laporan palsu. Ya, palsu menurut Elsa karena Abyasa tidak pernah menculik Davina sama sekali. Anak itu sangat senang jika bersama Abyasa. Saat penangkapan kemarin, gadis kecil
8“Apa yang Mama lakukan?” Adrian yang beberapa detik lalu hanya mematung, gegas mengambil tas Elsa. Lalu memasukkan barang-barang yang dibuat berantakan oleh sang ibu kembali ke dalam tas.Sementara Elsa yang masih kaget dan tidak percaya dengan yang baru saja terjadi, masih bediri dengan wajah pias dan jantung yang bekerja lebih cepat. Semua terjadi begitu cepat, hingga ia tak bisa berubuat apa-apa. Matanya mengerjap setelah beberapa lama, kedua tangan memegangi dada di mana di dalamnya ramai berbagai perasaan yang berbaur.“Ma, kembalikan semua milik Elsa. Ini tidak benar.” Adrian maju setelah barang-barang yang semula berserakan di lantai telah kembali berada di dalam tas. Kemudian menadahkan tangan, meminta sang ibu mengembalikan semua yang sudah dirampasnya dari dompet Elsa.Alih-alih menuruti permintaan Adrian, Dinar melipat kedua tangan di dada. Salah satu ujung bibirnya terangkat, hingga menciptakan lengkungan sinis di sana.“Enak saja, Mama tidak akan mengembalikan semuanya.
9“Pemilik rumah? Siapa maksud kalian?” Elsa menatap tajam semua orang itu dengan kening yang berkerut. Pun dengan Adrian yang sudah menyusul.“Aku pemilik rumah ini. Ini rumah suamiku. Aku bahkan bisa menunjukkan surat-surat resminya.” Elsa nyolot. Tentu saja ia tidak terima tiba-tiba diusir dari rumahnya sendiri. Oleh orang-orang asing pula yang ia yakin mereka bodyguard. Terlihat dari perawakannya yang mirip satu sama lain.“Kami tidak perlu mengatakannya. Silakan pergi dari sini. Kami sudah membereskan barang-barang Anda semua.” Salah satu dari mereka yang menjadi perwakilan menunjuk beberapa koper yang ditumpuk asal.“Enak saja kalian bicara. Aku pastikan tidak akan pergi dari rumah ini. Aku bahkan bisa mempolisikan kalian atas tindakan ini!” Elsa mulai tersulut emosi. Lelah jiwa raga membuatnya cepat terpancing. Wanita itu ingin merangsek masuk, mencoba menembus para pengawal itu. Sayangnya mereka tidak memberi jalan, bahkan salah satunya ingin menyentuh tangan Elsa untuk ditari
10“Maukah Abang menikahiku?” Elsa bahkan harus menahan perih di hatinya saat mengatakan kalimat terebut.Namun, ia harus melakukannya. Demi keluarganya. Lihatlah Vivi yang tidak nyaman tidur di rumah sakit. Juga sang ibu yang wajah lelahnya sangat kentara dan matanya yang menghitam karena hanya tidur sebentar-sebentar sembari duduk. Terlebih sang ayah yang kini tidak punya kaki dan masih harus mendapatkan perawatan akibat luka bakar di seluruh tubuhnya.Mereka semua menjadi alasan ia akhirnya memutuskan menerima pernikahan itu. Mereka semua tangung jawab Elsa, dan alangkah tega bila ia bertahan dengan keegoisan, tidak mau memenuhi keinginan Dinar padahal keluarganya berhak mendapatkan kenyamanan.Yang terpenting bagi Elsa saat ini adalah keluarganya. Tidak mungkin seterusnya membawa Davina tidur di rumah sakit. Belum lagi jika sang ayah sudah diperbolehkan pulang nanti, mereka akan tinggal di mana? Rumah dan semua aset peninggalan David sudah dirampas ibu mertuanya, dan hanya akan di