Share

Bab 3

last update Last Updated: 2025-03-04 11:10:12

Malam itu, mobil keluarga Sasmita berhenti di depan kediaman megah keluarga Adiwangsa. Pelataran telah dipenuhi deretan mobil mewah, masing-masing milik keluarga terpandang di kota Torin. Lampu-lampu kristal di fasad rumah besar itu berpendar indah, mencerminkan kemewahan yang tak tertandingi.

Dari kursi penumpang, Lyra menatap gedung itu dengan dada sesak.

Keluarga Adiwangsa paling berkuasa atas kota ini. Dan malam ini, dia harus melangkah masuk, berpura-pura menjadi bagian dari mereka.

Pintu mobil terbuka, dan sang ibu, Talia, turun lebih dulu. Senyumnya lebar, penuh kebanggaan. “Jangan lupa membawa kadonya turun, Lyra. Jangan membuatku malu.”

Datang ke rumah keluarga Adiwangsa dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja?

Berpura-pura bahwa dia tidak tahu bagaimana Darren mengkhianatinya?

Kebenciannya hampir tumpah, tetapi seketika Lyra teringat ultimatum ibunya.

“Kau harus mengikuti semua perintah Darren, apa pun itu! Kalau kau membuatnya tidak senang, kau tahu akibatnya!”

Lyra menutup mata, menggigit bibirnya hingga hampir berdarah. Tidak ada pilihan. Sejak awal, dia memang tidak pernah punya pilihan.

“…Baik.” Lyra menelan ludah. Seperti biasa, ibunya lebih peduli pada citranya daripada perasaan putrinya sendiri.

Lyra mengambil napas dalam sebelum akhirnya melangkah keluar. Gaun satin biru tua yang dia kenakan membalut indah tubuhnya, kontras dengan kulitnya yang pucat. 

Namun, tak peduli seberapa elegan dia terlihat, dalam dirinya ada luka yang masih menganga—luka yang dia sembunyikan di balik riasan sempurna.

Di dalam rumah, barisan pelayan berdiri tegak sepanjang lorong menuju aula pesta. Langkah Talia ringan, penuh percaya diri, sementara Lyra mengekor tanpa suara.

“Aku tidak melihat Darren,” gumam Talia pelan. “Seharusnya dia menjemput kita atau setidaknya menyambut kita di sini.”

Lyra tetap diam, menahan diri untuk tidak mendengus sinis. Dia sudah bisa menebak di mana tunangannya itu berada.

— Darren pasti baru saja menghabiskan waktu dengan Livia.

Kemarahan Lyra kembali mendidih. Namun, dia tidak bisa menunjukkannya di sini, terlebih masih ada hal yang harus dia pikirkan – kenyataan bahwa sang ibu akan menuntut percepatan pernikahan dengan alasan dirinya sudah tidur dengan Darren!

Ketika mereka mencapai aula, Lyra dan sang ibu langsung menemui kakek Darren. Pria tua yang duduk di kursi roda itu menyambut dengan senyum. Orang tua Darren yang berada tidak jauh di belakangnya pun mengikuti.

“Talia, senang sekali kau datang,” sambut ibu Darren, Leona Adiwangsa, sembari memeluk Talia singkat. Lalu, matanya jatuh pada Lyra. “Kau semakin cantik malam ini, Sayang.”

“Terima kasih, Bibi.” Lyra menjawab dengan suara tenang, menyembunyikan kegelisahannya.

"Ramai sekali," komentar Talia mengamati dekorasi yang tampak tidak biasa.

"Selain peringatan ulang tahun Darren, malam ini juga pesta penyambutan untuk pamannya," jelas Leona.

“Paman Darren? Maksudmu, Dastan Adiwangsa?” Mata Talia sedikit terkejut mendengarnya.

Dastan Adiwangsa, putra bungsu Kakek Adiwangsa sekaligus paman Darren itu, merupakan pria paling ditakuti di negara ini. Bukan hanya karena kejeniusannya dalam bisnis, tetapi juga karena reputasi kelam yang menyelimutinya.

Dastan Adiwangsa bukan pria biasa. Rumor tentangnya lebih menyeramkan daripada mimpi buruk.

Mereka yang berani melawannya, tidak akan bertahan lama dalam dunia bisnis.

Perusahaan-perusahaan runtuh dalam semalam setelah membuat kesalahan kecil terhadapnya.

Orang-orang penting menghilang begitu saja, dan tak ada yang tahu ke mana mereka pergi.

Dan yang paling buruk…

Dastan Adiwangsa tidak pernah membiarkan seorang wanita bertahan lama dalam hidupnya. Tidak ada hubungan yang bisa mengikatnya. Perempuan yang pernah bersamanya hanya menjadi kenangan yang terkubur.

Beberapa menghilang, beberapa pergi dengan imbalan besar, tetapi satu hal yang pasti: tak ada yang bisa mengendalikan Dastan Adiwangsa.

Satu-satunya perempuan yang pernah bertahan lebih dari satu tahun dengannya, ditemukan tak bernyawa di sebuah hotel mewah, dengan kasus yang tak pernah terpecahkan.

Lyra menggigit bibir. Dia tidak tahu mana yang fakta dan mana yang hanya cerita liar. Intinya, dia tidak boleh menarik perhatian pria itu.

Tidak boleh membuat kesalahan apa pun.

Bukan untuk Darren.

Bukan untuk ibunya.

Tapi agar dia bisa bertahan malam ini tanpa menciptakan masalah dengan pria paling berbahaya di kota itu.

“Lyra?” Panggilan tegas yang tiba-tiba terdengar, seketika membuyarkan lamunan Lyra.

Dia menoleh, lalu pandangannya bertemu dengan sosok yang saat ini paling dia benci.

Darren. Pria itu tampak rapi dalam setelan hitamnya, tetapi ekspresinya sedikit tegang. Dia datang terlambat, dan Lyra tahu jelas kenapa.

Karena Livia tentunya.

“Darren, dari mana saja kau?” tegur Leona dengan nada tajam ketika melihat putranya muncul. 

“Kau membiarkan tunanganmu datang sendirian?”

Darren melirik Lyra sekilas sebelum kembali menatap ibunya dengan senyum penuh kepura-puraan. “Aku... tadi ada urusan mendadak, Bu.”

“Urusan?” Leona menyipitkan mata. “Apa urusan itu lebih penting daripada menyambut calon istrimu?”

Darren tidak segera menjawab. Lyra yakin Darren pasti sedang mencari alasan yang masuk akal.

Melihat Darren tampak kesulitan, Talia tiba-tiba tersenyum dan berkata, “Ah, mungkin dia hanya terlalu lelah setelah acara ulang tahun pribadinya kemarin. Bukan begitu, Lyra?”

Kata-kata itu membuat tubuh Lyra menegang.

Dia merasakan pandangan Darren beralih padanya dengan tajam.

Sial.

Jantung Lyra berdebar kencang, tapi kemudian dia memaksakan senyuman. “Ya, pasti begitu.” Tidak ingin pembahasan ini berlanjut, Lyra langsung mengalihkan topik. “Eh, di mana aku harus menyimpan bingkisan ini?” tanyanya dengan suara terlalu nyaring dari yang dia harapkan.

Semua orang menoleh padanya, termasuk Talia yang meliriknya heran bercampur kesal. "Sabarlah, Lyra,” ujarnya setengah mendengus.

Jelas-jelas tadi kesempatan bagus untuk mengungkit hubungannya dengan Darren, tapi gadis bodoh itu malah mengalihkan topik!

"Simpan saja di meja itu, Sayang." Leona menunjuk ke meja yang tak jauh di dekat mereka. “Ayo duduk. Acara akan segera dimulai.”

Lyra cepat-cepat meletakkan hadiah, lalu mengikuti sang ibu duduk di kursi yang telah disiapkan untuk mereka.

Menghela napas, Lyra merasa lega. Untuk sementara, dirinya selamat.

Namun, tepat di saat itu, pintu aula utama kediaman Adiwangsa kembali terbuka lebar, dan para tamu berdiri berbisik.

“Astaga, itu dia, bukan?!”

“Tampan sekali!”

“Tidakkah kalian takut padanya?”

“Walau mengerikan, tapi ketampanannya tiada tara! Dia juga kaya! Wanita mana yang tidak suka padanya?”

Berbagai komentar terlontar, dan Lyra pun mulai ikut penasaran.

Siapakah yang baru saja datang dan membuat heboh satu kediaman Adiwangsa?

“Selamat malam semuanya, maaf aku terlambat.”

Detik kala suara itu bergema lantang penuh wibawa, mata Lyra spontan membulat.

Suara itu… terlalu familier.

Kerumunan terbelah, memberikan jalan bagi Dastan, dan juga mengizinkan Talia serta Lyra untuk melihat sosok pria legendaris itu.

“Hmm, jadi itu Dastan Adiwangsa. Memang tampan sesuai rumor,” gumam Talia takjub.

Di sampingnya, Lyra memusatkan pandangan dan akhirnya menangkap sosok Dastan. Namun, tubuhnya seketika mematung, jantungnya seolah terhenti.

Di sana, seorang pria berdiri di pusat ruang pesta dengan jas hitam sempurna dan penampilan menawan. Dialah pria dengan mata kelam, tajam, menusuk.

Pria yang melewati malam bersamanya.

Pria yang sama dengan yang semua orang panggil dengan nama… Dastan Adiwangsa.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 205 (Extra Part)

    Pagi itu, Lyra terbangun karena suara muntah dari kamar mandi. Matanya mengerjap pelan, lalu menoleh ke samping tempat tidur. Dastan tidak ada di sana. “Dastan?” panggilnya setengah sadar. Tak lama, pria itu keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat dan mata berair. “Aku... mual,” gumamnya. Lyra mendesah. “Mual bagaimana? Bukan kau yang hamil di sini.” “Aku tahu, tapi aku merasa seperti... mau mati. Kepalaku pusing, banyak bau aneh. Perutku juga tak nyaman. Aroma sabun di kamar mandi menyengat sekali... semuanya bikin mual.” Lyra menahan tawa, tapi gagal. “Bagus, kau dapat bagian dari proses panjang ini. Andai saja kau bisa mengambil alih kehamilanku juga...” Dastan menggeleng serius. “Ini tidak lucu, aku benar-benar tidak enak badan. Seperti jet lag.” Pagi itu di kantor, Dastan tak sanggup menelan sarapan. Kopi favoritnya kini hanya membuat perutnya melilit. Claudia sampai menawarkan teh herbal, sementara Charlie diam-diam mengganti semua pengharum ruangan dengan ya

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 204

    "Tuan Adiwangsa, kami butuh tanda tangan Anda sekarang." Suara perawat yang tadi membawa selembar kertas persetujuan tindakan medis, mendesak lebih keras. Sudah beberapa menit Dastan memandangi kertas itu tanpa bergerak. Kini tangannya bergerak gemetar saat meraih kertas. Mata Dastan menelusuri baris demi baris huruf kecil di halaman itu, tapi tak satu pun yang benar-benar dia pahami. Semuanya kabur. Seolah hanya ada satu kalimat yang terpatri jelas dalam benaknya, "Nyawa Lyra ada di ujung keputusan ini." “Tuan...” Suara Charlie terdengar pelan, penuh kehati-hatian. “Aku tahu ini berat. Tapi... hanya Anda yang bisa memutuskan ini sekarang.” Dastan mencengkeram kertas itu lebih kuat, matanya mulai berkaca-kaca. “Kalau aku tanda tangan... dan Lyra tidak selamat... apa aku bisa memaafkan diriku?” gumamnya lirih, hampir tak terdengar. Charlie menunduk, menahan napasnya sendiri. “Waktu terus berjalan, Tuan,” perawat kembali mengingatkan, kali ini dengan suara lebih cepat. “De

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 203

    Begitu tiba di depan bangunan tinggi yang dikelilingi tembok beton menjulang serta kawat berduri yang melingkar di atasnya, Talia menghentakkan langkah dengan geram. Pandangannya menyapu pagar besi yang menjulang, para penjaga berseragam berjalan mondar-mandir dengan ekspresi datar. Semua terasa mencekam.Jika bukan demi Lyra, demi nyawa putri angkatnya itu… seumur hidup, Talia tak akan pernah sudi menginjakkan kaki di tempat seburuk ini."Ayo, Talia! Cepat!" seru Leonard. Suaranya penuh urgensi, ciri khas orang yang tengah berpacu dengan waktu. Tubuh lemahnya nyaris berlari menembus terik matahari yang membakar halaman luas itu.Talia mendesah berat, lalu mengikutinya sambil mengumpat pelan. Hatinya belum bisa menerima bahwa pria tua itu memutuskan untuk menemui orang yang hampir saja membunuh anaknya sendiri.Lima belas menit kemudian, mereka dipersilakan masuk ke area kunjungan. Seorang sipir memanggil Leonard ke dalam ruang pertemuan tahanan. Talia duduk menunggu di luar dengan g

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 202

    Tapi yang muncul di sana, bukan wajah yang dia harapkan. Masih bukan dokter, melainkan seorang perawat yang berjalan cepat, wajahnya tegang dan napasnya memburu. Ini sudah ketiga kalinya perempuan itu bolak-balik keluar masuk ruang operasi. Kali ini, Dastan tak membiarkannya lewat begitu saja.Dia melangkah cepat dan menahan lengan si perawat. “Bagaimana keadaan istriku? Ini sudah empat jam, operasinya berhasil kan?” tanyanya dengan suara yang tajam dan penuh desakan.Si perawat tampak gugup, menatap Dastan lalu sekilas melirik Charlie di belakang pria itu, seolah berharap ada yang membantunya keluar dari situasi ini. “Op-operasi luka tembaknya sudah selesai, Tuan. Tapi…”“Tapi apa?” Dastan menyela cepat, matanya menyorot curiga.“Itu… pasien kehilangan banyak darah sebelumnya, dan…” Perawat itu tampak ragu. Jemarinya meremas catatan medis di tangannya. “Saat ini… pasien masih dalam pengawasan intensif. Sebaiknya Anda tunggu saja. Dokter akan segera memberikan penjelasan langsung.”“

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 201

    Letusan itu memecah udara pesta seperti petir menyambar dari langit cerah.Semua orang membeku. Musik yang tadi mengalun lembut terhenti mendadak. Suara tawa dan obrolan hangat lenyap berganti dengan jeritan dan kepanikan. Kursi yang terjungkal, gelas serta piring pecah, tak ada yang peduli.Ajudan yang terkena tembakan pertama terguling di tanah, menggeliat dengan darah mengalir deras dari pahanya. Napasnya memburu, matanya terbelalak tak percaya. Tapi sebelum siapa pun bisa bereaksi lebih jauh, sebuah sosok tua muncul dari balik tirai panjang tempat katering berada. Tangannya menggenggam pistol kecil yang berkilat."Nyonya Alida?" seru Lyra terkejut.Wanita tua itu memang masih buron, tapi siapa sangka dia masih bersembunyi di negara ini?Tak ada satu pun dari ajudan yang mencurigai wanita tua itu. Dia menyamar sebagai pelayan katering. Penyamaran sempurna, rambut disanggul sederhana, seragam putih berlumuran saus, juga gerak-geriknya dibuat lambat seperti layaknya pelayan lansia. T

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 200

    Dastan menatap wajah Lyra yang tertidur lelap di ranjang. Napasnya tenang, semalaman dia benar-benar mengistirahatkan diri. Dastan pun tak ingin mengganggunya. "Sulit dipercaya kau senekat itu," gumamnya bergeleng pelan.Wanita yang dicintainya ini sempat menghilang begitu saja, lalu muncul kembali secara misterius, seolah semua yang terjadi hanyalah mimpi buruk yang tak pernah benar-benar menyentuh mereka.Andai tak ada luka memar di sudut bibirnya, goresan-goresan halus di kulitnya, serta keputusan penyelidikan yang tiba-tiba berubah arah, Dastan mungkin tak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia nyaris gila mencari, bahkan tak bisa tidur, sementara Lyra diam-diam berjuang sendiri dalam bahaya.Saking paniknya, Dastan sempat menyeret Lyra untuk cek medis dadakan, sesaat setelah ‘interogasi ringan’ yang berakhir dengan tangisan dan pelukan panjang. Dia tak peduli betapa lelah mereka saat itu. Yang penting, ia harus memastikan kondisi istrinya dan calon bayinya baik-baik sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status