Share

BAB 5 : PENCULIKAN MIA

Mia terbangun dari tidurnya. Kepala yang begitu berat langsung menyergapnya. Ia ingin sekali menyentuh bagian yang sakit di atas kepalanya tersebut akan tetapi tangannya sulit sekali untuk digerakkan. Mia tersadar bahwa tangannya tengah terikat ke belakang. Bukan hanya di bagian tangan namun di bagian kakinya juga.

Mulut tertutupi lakban. Posisinya berada tepat di depan tumpukan jerami bersama lima orang gadis lainnya yang kini tengah menatapnya sendu. Diantara mereka ada yang bahkan menangis. Sebagiannya lagi hanya bisa duduk pasrah seperti yang Mia tengah lakukan.

Mia tak bisa bertanya, apalagi melepaskan talinya. Mereka benar-benar tak berdaya di dalam truk yang berguncang setelah melewati undakan di jalanan yang mulai sepi.

Kurang lebih satu jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di sebuah dermaga. Mia yang memang tak mengetahui pasti kemana mereka akan dibawa, setidaknya bisa mendengar sesuatu dari balik truk.

Mia mendengar seseorang berbicara di dinding truk dan mereka mengatakan sesuatu tentang kapal dan jumlah penumpang. Mia kian terkejut ketika menyadari bahwa ia akan dibawa keluar dari kota melalui jalur laut.

Akan dibawa kemana mereka?

“Berikan aku suratnya.”

“Kapal akan segera tiba.”

Mia panik. Tapi tak ada satupun yang bisa ia lakukan. Tiba-tiba sesuatu terjadi. Suara sirine terdengar dari luar. Mereka yang diculik juga mendengar hal itu dan mereka saling bersitatap satu sama lain seolah bisa saling bicara.

Mia yang berada dekat dengan dinding truk terpikirkan untuk menghantamkan dirinya ke badan truk agar bisa memberikan suara serta guncangan keluar. Tapi hal itu malah membuat keadaan semakin rumit. Di luar salah satu orang yang membawa Mia menyadari tindak tanduk Mia tersebut lalu ia bergerak mendekati badan truk untuk memeriksa.

Namun langkahnya terhenti saat salah seorang polisi mendekati truk mereka.

“Apa di dalamnya?”

“Jerami, pak.”

Mia mendengarkan percakapan itu dengan seksama. Mendengar ia punya kesempatan untuk itu, maka Mia kembali mengguncang badan truk agar bisa mengeluarkan suara. Dan hal itu sempat didengar oleh polisi yang datang memeriksa.

“Suara apa itu?”

Polisi tersebut mulai mendekati sumber suara. Pemilik truk jelas tidak akan membuat hal itu terjadi. Ia pun dengan santai merangkul polisi tersebut sambil mengajaknya bicara menjauhi truk.

“Itu suara anak babi. Mungkin dia tak sabar untuk segera sampai ke kandangnya.”

“Kalian juga membawa babi?”

“Yah tentu saja. Bapak mau memeriksanya?”

Mia senang mendengarnya. Ia seperti memiliki harapan untuk bisa mendapatkan pertolongan.

Dan benar saja, pintu truk terbuka. Mia bisa melihat cahaya dari sana meskipun tertutupi oleh tumpukan jerami. Tapi hal yang tak terduga justru terjadi. Seseorang yang mungkin datang sebagai penyelamatnya justru terlihat tak bersahabat dengannya.

Pria berkulit hitam dengan tubuh besar segera mengobrak-abrik jerami lalu mendekati Mia yang membuat suara berisik tersebut. Ia terlihat marah. Pria tersebut mendekat lalu tanpa ampun menendang Mia di bagian perut.

“Dasar jalang! Apa yang kau lakukan hah!”

Suara pria besar itu sangat menyeramkan. Gadis-gadis yang lain hanya bisa duduk di tempatnya menyaksikan Mia ditendang tanpa ampun oleh pria besar itu. Dari luar terdengar suara polisi yang tengah menutup mulut dan hidungnya dengan sapu tangan. Ternyata ia meminta untuk dibukakan pintu tanpa mau menaikinya dan memeriksa barang yang dua pria itu bawa di dalam truk mereka.

Pemeriksaan berakhir begitu saja saat sang polisi hanya memeriksa asal isi truk dari sisi luar. Polisi tersebut jelas tidak akan bisa menemukan keberadaan Mia dan gadis lainnya yang berada di dalam truk.

Perasaan Mia hancur. Usahanya untuk meminta pertolongan menjadi sia-sia. Mia hanya bisa menahan rasa sakit dengan mulutnya yang terkunci rapat saat tendangan dan pukulan harus ia terima karena usahanya untuk kabur. Puas melukai Mia, pria tersebut lantas memberikan peringatan keras kepada Mia dengan menarik rambut gadis malang itu keras. Mia mendongak menatap mata tajam si pria berkulit hitam itu.

“Kau....akan kulakukan sesuatu padamu jika kita sampai. Ingat itu!”

Bibir Mia bergetar. Gadis itu menangis ketakutan. Nasibnya sial. Ia malah mendapatkan hukuman setelah mereka sampai nanti. Mia mulai putus asa. Dia ingin menjerit tapi pastinya takkan ada yang mendengarkannya.

Mia mendengar suara polisi itu lagi. Kali ini ia berkata tentang bau dan candaan lainnya pada pria yang menculiknya. Mereka kembali menutup pintu bak truk kemudian berpisah dengan sang polisi patroli. Pria yang memukuli Mia pun sudah pergi. Dalam keadaan penuh luka, mobil yang membawa Mia dan gadis lainnya itu pun melanjutkan perjalanan mereka menaiki kapal untuk menyebrangi laut.

#

Suasana mencekam semakin dirasa oleh Mia dan lima gadis lainnya.

Truk yang mereka naiki berhenti di suatu tempat tanpa sempat Mia ketahui dimana tempat itu berada. Mereka dipaksa mengenakan penutup mata agar tidak bisa melihat apapun. Mereka digiring bersamaan untuk masuk ke sebuah gudang yang di sekeliling mereka hanya terdapat hutan belantara itu.

Mia bisa mendengar dengan jelas suara burung camar dan gagak di sekitarnya. Suara angin dan bau sungai sehabis hujan, membuat Mia menyadari sesuatu bahwa ia berada di tempat yang jauh dari pemukiman warga.

“Ayo cepat jalan!”

Suara pria yang memukulinya tadi kembali terdengar. Mia bergetar karena takut akan ancaman yang pria itu katakan padanya sebelumnya.

Setelah berhasil masuk ke dalam gudang, Mia dan yang lainnya duduk satu persatu di tempat yang telah disiapkan.

Lalu disitulah, seorang pria datang mendekat lalu menilai wajah mereka satu persatu.

Dimulai dari Mia yang penutup matanya dibuka dengan paksa hingga sakit di kepalanya kembali menderanya. Di saat yang sama, tangan seorang pria menangkup pipinya. Pria tersebut terlihat tak suka melihat wajah Mia yang sedikit memiliki lebam di wajahnya. Karena hal itu, sang pria muda yang memiliki postur kurang lebih seratus tujuh puluh sentimeter itu memanggil dua rekannya yang membawa mereka datang itu.

“Kenapa dia terluka? Kenapa?” bentaknya.

Satu pria berkulit hitam botak dan pria berambut gimbal di sampingnya seketika itu langsung bergetar di hadapan pria yang memiliki mata panda di wajahnya itu. Dengan wajahnya yang tirus seperti itu, Mia bisa tahu bahwa pria itu pasti seorang pemakai.

“Dia tadi berusaha untuk kabur, karena itu aku memberinya pelajaran.”

Satu tendangan di tulang kering membuat pria berkulit hitam itu mengasuh kesakitan. Ia mendapatkannya dua kali saat meraung-raung di depan bosnya itu.

“Aku sudah bilang kan kalau asetku jangan sampai terluka. Mengerti?”

Pria botak itu mengangguk pasrah. Ia bahkan tak berani menaikkan kepalanya lagi.

Mia menjadi was-was dengan tatapan pria itu yang kini mengarah kepadanya. Mia takut akan dipukuli lagi seperti tadi.

“Siapa namamu?”

Mia menjawab dengan suara yang tebata-bata, “Mia.”

Pria itu tersenyum sambil memperkenalkan diri.

“Aku Baron. Mulai sekarang tidak perlu takut. Ada aku yang akan melindungi kalian semuanya jika kalian mau bekerja sama.”

“Bekerja sama apa?”

Mia tak bisa membendung rasa penasarannya walaupun dia masih dalam keadaan takut yang luar biasa. Melihat Baron lebih bisa diajak bicara daripada dua pria yang membawa mereka, Mia akhirnya membulatkan tekad untuk mencoba berdialog dengan Baron. Dengan harapan, ia bisa selamat dari penculikan ini.

“Bekerja untukku. Kalian....mulai sekarang adalah anak-anakku. Mengerti,” seringainya.

Membuat lutut Mia seketika itu langsung lemas. Dia bukan pria baik. Dia justru adalah bosnya.

Bos untuk wanita-wanita malang yang telah ia culik.

BERSAMBUNG

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mujiyo_chan
Lanjuuut seru kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status