Aksi kejar-kejaran terjadi di sebuah gang sempit. Pria berkaos putih tampak luntang-lantung mencoba menghindari dua pria berbaju hitam dengan tubuh besar mereka. Beberapa luka lebam juga didapatkan pria malang itu. Wajahnya nyaris tak bisa dikenali tapi ia masih mampu untuk melarikan diri. Gang-gang kecil yang letaknya di pasar rakyat itu tampak sepi. Tentu saja karena ini tengah malam. Tak akan ada orang yang sudi menolongnya. Sialnya dia tidak terlalu familiar dengan tempat pelariannya itu, hingga dalam sekali sergapan, ia terjebak di gang buntu. Keringatnya semakin mengalir deras. Dan satu-satunya cara yang ia harus lalui adalah memanjat tembok setinggi tiga meter tanpa terjatuh jika ingin selamat. Tapi usahanya itu sia-sia karena salah satu bandit sudah menarik kaki kirinya hingga ia terjatuh ke tanah. Tendangan keras langsung dihadiahkan untuknya tanpa ampun. “Kau pikir bisa lari?!” “Pl
Mia menaiki bus dengan perasaan yang carut marut. Gadis itu sudah berusaha keras untuk tak berbalik tapi nyatanya ketika ia mulai duduk, netranya tak bisa untuk tak meneteskan airmata saat ia melihat Leika dan neneknya melambaikan tangan kepadanya. Mia membuka paksa jendela bus untuk membalas lambaian tangan mereka. Baru saja bus bergerak pergi, tapi rasa rindu sudah membuncah. Mungkin itu juga yang dirasakan oleh Leika. Gadis kecil itu tak kuasa untuk tak berlari mengejar bus kuning yang akan membawa kakak sepupunya itu pergi paling tidak tujuh jam ke depan untuk sampai ke tempat tujuan. Leika terus mengejar walau Mia sudah mengusirnya untuk berhenti. Hingga bus melewati rel kereta api, sampai disitulah Leika menghentikan langkahnya hingga ia terjongkok sambil menangis pilu. Begitupun dengan Mia yang kini menjadi bahan bisikan penumpang lain karena tangisannya yang mampu mengalihkan perh
Tujuh jam perjalanan itu bukanlah waktu yang singkat. Mia sudah terlalu lelah untuk berpikir hingga ia mengikuti saja pria yang baru ia kenali di dalam bus tadi. Namanya Sim dan dia menawarkan diri untuk mengantarkan Mia ke tempat kerja Saka yang ia dapatkan melalui rekan-rekan Saka yang sudah kembali ke desa. Awalnya Mia ragu. Tapi begitu mengobrol banyak dengan Sim di perjalanan tadi, Mia sedikit demi sedikit mulai mempercayai pria itu. Mereka akhirnya kembali masuk ke dalam bus yang sedikit lebih lengang. Mia menghela napas panjang setelah kembali mendaratkan pantatnya ke salah satu kursi di dalamnya. Melihat Mia yang begitu kelelahan, Sim menawarkan sebuah minuman pada gadis itu. Mia menerimanya dengan senang hati, tapi dibalik semua itu Mia masih ingat dengan pesan sang nenek kepadanya bahwa jangan makan dan minum lewat pemberian orang lain yang baru ia kenal. Mia memegang pesan itu tapi tidak pesan sebelumnya. Mia
Mia terbangun dari tidurnya. Kepala yang begitu berat langsung menyergapnya. Ia ingin sekali menyentuh bagian yang sakit di atas kepalanya tersebut akan tetapi tangannya sulit sekali untuk digerakkan. Mia tersadar bahwa tangannya tengah terikat ke belakang. Bukan hanya di bagian tangan namun di bagian kakinya juga.Mulut tertutupi lakban. Posisinya berada tepat di depan tumpukan jerami bersama lima orang gadis lainnya yang kini tengah menatapnya sendu. Diantara mereka ada yang bahkan menangis. Sebagiannya lagi hanya bisa duduk pasrah seperti yang Mia tengah lakukan. Mia tak bisa bertanya, apalagi melepaskan talinya. Mereka benar-benar tak berdaya di dalam truk yang berguncang setelah melewati undakan di jalanan yang mulai sepi. Kurang lebih satu jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di sebuah dermaga. Mia yang memang tak mengetahui pasti kemana mereka akan dibawa, setidaknya bisa mendengar sesuatu dari balik truk. Mia mendengar seseorang berbicara di dinding truk
Mia memang kesal dan marah dengan apa yang dikatakan pria menyebalkan di hadapannya itu. Tapi di saat seperti ini, cuma pria inilah yang ia pikir bisa dimintai pertolongan.Mia takut berdiri terlalu lama di tempat seperti ini. Demi Leika yang harus segera ditolong dan Saka yang harus segera ditemukan, Mia menjatuhkan harga dirinya untuk pria asing yang baru pertama kali ia temui itu.Lucifer berbalik meninggalkan Mia yang resah sendirian. Gadis itu menutup rapat-rapat matanya demi mengumpulkan keberanian untuk bicara dengan Lucifer. Si mata elang yang begitu menghanyutkan dan berbahaya."Kita ke atas, Mike.""Tunggu tuan!" panggil Mia sambil meremat erat gaun merah yang ia kenakan itu.Lucifer berbalik dengan smirknya yang menjengkelkan. Meski begitu Mia tak mungkin mengatakan itu pada pria yang ingin ia mintai tolong."Ada apa lagi, nona?" tukas Mike dengan nada dingin.Mike terlihat maju mendekati Mia dan hendak mengus