Share

BAB 2 : PERGI

Aksi kejar-kejaran terjadi di sebuah gang sempit. Pria berkaos putih tampak luntang-lantung mencoba menghindari dua pria berbaju hitam dengan tubuh besar mereka. Beberapa luka lebam juga didapatkan pria malang itu. Wajahnya nyaris tak bisa dikenali tapi ia masih mampu untuk melarikan diri.

 

 

Gang-gang kecil yang letaknya di pasar rakyat itu tampak sepi. Tentu saja karena ini tengah malam. Tak akan ada orang yang sudi menolongnya. Sialnya dia tidak terlalu familiar dengan tempat pelariannya itu, hingga dalam sekali sergapan, ia terjebak di gang buntu. Keringatnya semakin mengalir deras. Dan satu-satunya cara yang ia harus lalui adalah memanjat tembok setinggi tiga meter tanpa terjatuh jika ingin selamat. Tapi usahanya itu sia-sia karena salah satu bandit sudah menarik kaki kirinya hingga ia terjatuh ke tanah. Tendangan keras langsung dihadiahkan untuknya tanpa ampun.

 

 

“Kau pikir bisa lari?!”

 

 

“Please! Please! Beri aku waktu beberapa hari lagi,” pria malang itu memohon tapi tentu saja tak diendahkan oleh dua pria bertubuh kekar itu.

 

 

Mereka menyeretnya sampai ke ujung gang. Di sana ternyata sudah menunggu sebuah mobil van putih yang siap membawa ketiganya pergi. Tapi sebelum pria malang itu masuk, jarum suntik terlebih dahulu mereka berikan kepadanya secara paksa di leher. Membuat pria tersebut langsung lemah tak sadarkan diri.

 

Tubuhnya di masukkan ke kursi belakang bersama dengan dua pria lain yang juga dalam keadaan pingsan. Dua bandit tadi menutup pintu lalu salah satu dari mereka menerima panggilan telepon dari seseorang. Dengan sigap ia menyampaikan tugas yang telah selesai ia lakukan itu.

 

“Ketiganya sudah kami amankan,” ucapnya.

 

Tak lama ia kembali menyampaikan pesannya, “Roberto, Alex dan juga –“

 

Pria itu menyenggol lengan temannya untuk menanyakan nama pria yang baru saja ia masukkan tadi.

 

“Saka.”

 

“Oh ya, Saka. Masih ada dua lagi dan kami akan segera mengabarimu nanti.”

 

Panggilan telepon terputus dan keduanya segera melambaikan tangan pada sang supir yang sudah siap sedia untuk pergi meninggalkan pasar. Mobil van putih itupun menghilang di tengah kegelapan malam menuju suatu tempat yang berdiri puluhan container-container kosong. Masuk ke pertigaan, mobil van putih berhenti di salah satu container yang telah disulap menjadi sebuah tempat tinggal.

 

Ada beberapa mobil juga yang terparkir di sana. Tapi salah satu dari mereka baru saja pergi meninggalkan area tersebut. Seorang pria terlihat berjalan begitu linglung sebelum akhirnya ia terjatuh ke tanah. Pria berjas hitam lainnya menariknya paksa kemudian membawanya ke sebuah van hitam. Pakaian pria malang itu juga terdapat banyak darah. Dan ia terus menerus mengeluh sakit di bagian perutnya sampai suara rintihannya berhenti ketika ia sudah masuk ke dalam vannya.

 

Supir yang membawa Saka dan korban lainnya siap mengantri. Salah satu dari mereka menyiapkan berkas kemudian mendekati seorang wanita yang berjaga di depan container. Wanita itu membaca sekilas kertas yang supir van bawa. Kemudian ia masuk ke dalam container lalu tak lama keluar kembali membawakan kertas yang sama.

 

“Pukul satu,” tukasnya. Tanpa ekspresi.

 

Supir van tersebut tampak mencoba membuat kesepakatan dengan wanita tersebut, “Apa tidak bisa lebih cepat? Kami akan segera membawa dua pasien lagi.”

 

Wanita tersebut terlihat menimbang –nimbang. Ia kemudian masuk lagi menuju ke tirai putih yang di dalamnya tengah ada aktifitas yang terjadi di atas meja operasi. Ada seorang pria mengenakan pakaian kedokteran tengah sibuk mengambil sesuatu dari tubuh pria yang terbaring di atas tempat tidurnya. Dibantu dua rekannya yang lain, mereka berhasil memindahkan sebuah ginjal ke dalam toples yang telah di sterilkan. Setelah menahan napas melihat bagaimana dokter tersebut beraksi, barulah sang wanita menyampaikan niatnya yang datang untuk menginterupsi sang dokter yang dikenal bernama Keylord itu.

 

“Dokter. Anak buah Lucifer membawa tiga orang. Mereka ingin cepat.”

 

Dokter Key terlihat tengah membersihkan kedua tangannya di atas wastafel. Dua rekannya siap memindahkan pria yang tak sadarkan diri itu keluar dari meja operasi.

 

“Bagaimana kondisinya?”

 

“Di sini tertulis mereka semua sehat.”

 

Key menuliskan sesuatu di atas kertas, tak lama kemudian ia mendapatkan sebuah panggilan dari seseorang yang tak asing baginya. Lewat anggukannya, wanita tersebut tahu apa yang harus ia lakukan. Ia kembali ke depan sambil memperhatikan supir van tengah bosan menunggu.

 

“Ok. Tiga dulu.”

 

Dengan semringahnya, sang supir segera kembali ke mobil vannya lalu meminta rekannya untuk membawa pria-pria tersebut. Bayangan tiga milyar dollar langsung saja terlintas dipikiran mereka. Tanpa belas kasihan, mereka tertawa riang mendengar suara rintihan kesakitan yang terdengar dari dalam. Sama seperti pria asing yang tertatih diawal, salah satu pria yang mereka bawa juga bergelagat sama. Salah satunya Saka, yang terkulai lemas setelah satu jam lamanya ia berada di dalam container tersebut. Dari mulutnya terus mengeluarkan darah meski tak berlangsung lama. Ia lantas terjatuh ke tanah dan langsung tak sadarkan diri.

 

Di tempat lain, Mia terlihat sudah menyiapkan segala keperluannya untuk berangkat ke Ghanzi. Membawa barang seadanya, Mia berjanji ia akan segera kembali.

 

Nenek Leika yang berusia nyaris tujuh puluh tahun itu juga bereaksi sama dengan Leika. Mereka berat hati melihat Mia pergi. Nameera yang masih lima tahun tentu saja tak mengerti apa yang terjadi. Tapi dia juga ikut bertanya-tanya dengan Mia yang tengah mengemas pakaian tersebut. Berulang kali gadis kecil itu meminta Mia untuk bermain dengannya, namun karena keterbatasan waktu Mia secara halus dan berulang kali harus menyakinkan Nameera untuk tidak mengajaknya bermain kali ini. Gadis kecil itu jelas saja kecewa. Tapi perhatiannya langsung teralihkan ketika Mia memberikannya uang dan juga permen di tangannya.

 

“Pergi lah bermain. Jangan lupa pulang sebelum makan siang,” pesan Mia yang langsung mendapatkan anggukan dari Nameera.

 

Setelah sang adik bontot itu pergi, giliran Leika yang menempel. Leika masih saja belum menerima kepergian Mia hari ini. Suasana haru tentu saja langsung mendera keluarga kecil itu.

 

“Kau tidak perlu pergi Mia –“

 

“Aku harus pergi. Ini juga demi mencari tahu apa yang terjadi pada Saka. Nenek berfirasat buruk tentangnya,” tukas Mia sambil melirik ke arah neneknya yang hanya bisa bergerak di atas kursi roda.

 

“Jangan pikirkan nenek. Dia hanya rindu dengan cucu jahatnya itu!” gumam Leika kesal.

 

Mia sekali lagi menasehati Leika untuk tidak berkata kasar seperti itu. Leika menurut saja meski di dalam hatinya tidak akan pernah.

 

Matahari mulai tinggi. Sebentar lagi bus yang akan membawa Mia akan segera datang di depan gang. Mia segera menyelesaikan persiapannya lalu kemudian pamit kepada dua wanita yang begitu ia cintai setelah ibu dan ayahnya. Mia memeluk erat Leika seperti tak akan pernah kembali. Tapi Mia mencoba untuk tetap ceria agar tak membuat Leika terpukul dengan kepergiannya.

 

“Jangan lupa minum obatnya. Jangan pergi bekerja! Kau paham?”

 

Leika mengangguk lirih. Leika terus menghindari diri untuk tidak bersitatap dengan Mia. Tapi rasanya begitu sulit untuk melakukan itu.

 

“Kau pun sama. Kalau tak menemukan Saka, segeralah pulang.”

 

Mia mengangguk mantap disaksikan oleh nenek Leika juga. Mia kemudian menghampiri sang nenek lalu memeluknya erat. Tak banyak kata yang diucapkan oleh wanita tua tersebut, membuat hati Mia setidaknya cukup tenang dan rela untuk berangkat.

 

Tak lama, Mia pun mengambil tas ranselnya lalu berjalan keluar rumah. Melambaikan tangannya sekali ke arah dua wanita beda generasi itu sebelum akhirnya ia menghilang dibalik cahaya matahari yang menerpa teras rumah mereka.

 

Dengan mantap Mia terus berjalan tanpa sedikitpun menoleh ke belakang. Angin pagi ini saja sudah membuat Mia merinding. Entah apa yang akan terjadi nanti. Mia hanya bisa berdoa ia selekasnya menemukan Saka.

 

 

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mujiyo_chan
...... serem
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status