Share

BAB 3 : PRIA - PRIA ASING

Mia menaiki bus dengan perasaan yang carut marut. Gadis itu sudah berusaha keras untuk tak berbalik tapi nyatanya ketika ia mulai duduk, netranya tak bisa untuk tak meneteskan airmata saat ia melihat Leika dan neneknya melambaikan tangan kepadanya.

 

 

Mia membuka paksa jendela bus untuk membalas lambaian tangan mereka. Baru saja bus bergerak pergi, tapi rasa rindu sudah membuncah. Mungkin itu juga yang dirasakan oleh Leika. Gadis kecil itu tak kuasa untuk tak berlari mengejar bus kuning yang akan membawa kakak sepupunya itu pergi paling tidak tujuh jam ke depan untuk sampai ke tempat tujuan.

 

 

Leika terus mengejar walau Mia sudah mengusirnya untuk berhenti. Hingga bus melewati rel kereta api, sampai disitulah Leika menghentikan langkahnya hingga ia terjongkok sambil menangis pilu.

 

 

 Begitupun dengan Mia yang kini menjadi bahan bisikan penumpang lain karena tangisannya yang mampu mengalihkan perhatian para penumpang bus.

 

 

Dua jam pertama sudah dilewati Mia. Sepanjang perjalanan ia hanya tertidur lalu bangun untuk minum kemudian menatap kosong jalanan yang ia lewati. Padahal ini pertama kalinya gadis itu pergi meninggalkan desa yang sudah membesarkannya, tapi gelagatnya seperti sudah terbiasa melakukan perjalanan jauh. Rasa takut tentu saja ada di dalam benaknya. Tapi rasa takut itu teralihkan ketika Mia bertekad untuk mencari sumber penyembuhan saudarinya itu. Lagi pula itu sudah menjadi tugas Saka untuk melindungi adik-adiknya. Dan Mia harus menyadarkan pria itu agar Leika tetap hidup.

 

 

Bus berhenti di pinggir jalan tanpa halte. Dua orang pria terlihat masuk dengan gaya yang tak biasa. Mereka berdua sama-sama berkulit putih. Berbeda dengan penumpang lainnya yang rata-rata memiliki kulit sawo matang seperti Mia. Pria besar yang terlihat menonjol itu tampak tengah memapah temannya yang entah kenapa terlihat begitu lemas.

 

Hanya tersisa kursi belakang yang terlihat kosong. Dan kursi tersebut bahkan hanya untuk satu orang. Pria berbadan besar dan bertato pun mengalah. Ia membiarkan rekannya duduk bersebelahan dengan Mia.

 

 

Yah..hanya tinggal kursi di sebelahnya saja yang kosong dan Mia tak sadar jika kursi di sampingnya telah terisi. Gadis itu kembali mengantuk dan melanjutkan kembali tidurnya seperti di dua jam pertamanya tadi. Kepalanya tanpa sengaja bersandar pada pria yang tampak kesulitan serta tengah merintih kesakitan di bagian perutnya itu. Pria itu lantas risih dengan kepala Mia. Tanpa sungkan ia menggeser kepala Mia untuk menjauh dari pundaknya itu.

 

 

Tentu saja Mia tak sadar akan hal itu. Gadis itu masih asik dengan dunia mimpinya. Ia kembali bersandar meski beberapa kali telah ditolak oleh pria di sampingnya tersebut. Sampai kali ketiga, Mia terbangun karena ada sebuah guncangan kecil yang mengenai lubang jalan. Kepala gadis itu terantuk dengan pria yang ia sandari itu. Menyadari bahwa Mia sudah melakukan kesalahan besar, gadis itu langsung meminta maaf atas semua perbuatannya yang tak ia sengaja itu.

 

 

"Ma..maaf saya tidak —"

 

 

Pria itu menggeram sambil menatap sinis Mia yang langsung menciut di tempatnya. Pria itu bangkit tanpa mempedulikan permintaan maaf dari gadis tersebut. Tapi belum sempat ia memanggil rekannya yang tengah berdiri, si pria kembali terduduk karena ditarik oleh gadis sembrono yang ada di sampingnya tersebut.

 

 

Mia sengaja menariknya setelah melihat luka yang cukup besar yang di dapat pria itu. Dengan sigap Mia mengambil selendang yang biasa ia gunakan untuk melindungi kepalanya untuk ia balutkan pada luka yang pria itu dapatkan. Tepatnya luka di lengan yang tertutupi oleh jaket berbahan Jeans.

 

 

Pria itu mengeryit melihat perlakuan Mia. Orang asing yang tengah menangani lukanya. Raut wajahnya masih saja kesal. Padahal Mia membantunya mengurangi pendarahan yang ia tutupi.

 

 

"Kau punya luka sebesar ini, apa tidak terasa sakit?"

 

 

Pria itu diam saja sambil mengamati bagaimana gesitnya Mia membalut lukanya. Setelah selesai, barulah ia mengeluarkan kata makiannya. Pria itu terlihat marah sambil menekan lengan Mia kuat-kuat

 

 

"Apa aku memintamu untuk mengobatiku? Jangan ikut campur urusan orang lain, nona!" ucapnya yang langsung ditanggapi sorotan dingin dari rekannya yang bertubuh besar.

 

 

Mia tentu saja terkejut. Bibirnya bergetar meredam rasa takutnya pada dua pria yang kini tengah melotot ke arahnya.

 

 

"Sa..saya tidak bermaksud untuk —"

 

 

Keributan kecil itu sukses membuat beberapa penumpang mengalihkan perhatian mereka kembali pada Mia. Setelah sebelumnya Mia menjadi pusat perhatian karena menangis histeris saat ia pergi meninggalkan desa, kini Mia membuat perhatian lain dengan cara dibentak oleh seorang pria yang duduk di sebelah kursinya.

 

 

Sebagian ada yang merasa iba. Tak sedikit pula yang menganggap Mia bodoh karena tidak melihat situasi yang ada. Jelas-jelas penampilan mereka sangatlah tidak ramah. Akan lebih baik untuk menghindari pria-pria besar dan garang seperti mereka.

 

 

 

 

"Duduk manis saja dan tidak perlu ikut campur," tukas pria berbadan besar itu.

 

 

Mia menelan ludah. Ia terus menunduk karena disalahkan dan dimarahi. Dia hanya ingin berbuat baik, tapi sepertinya malah disikapi berbeda bagi sebagian orang.

 

 

Tak lama bus berhenti lagi. Menurunkan beberapa penumpang tak terkecuali dua pria garang yang ada di sampingnya itu. Mia masih tak berani untuk menaikkan kepalanya hingga pria yang ia bantu tadi menaikkan dagunya agar bersitatap dengannya.

 

 

Kedua manik mereka saling bertemu. Mia panik, sedangkan pria itu tampak tenang. Ini aneh bagi Mia. Padahal beberapa saat yang lalu pria itu amat kesal dengannya. Tapi kali ini, pandangannya malah terlihat lembut.

 

 

"Berhati-hatilah pada orang asing," pesannya dan mereka pun turun dari bus.

 

 

Kaki Mia masih bergetar. Isi kepalanya benar-benar kosong. Ini pertama kalinya Mia melihat pisau dan pistol sungguhan.

 

 

Yah..Mia melihatnya ketika mereka dengan sengaja menunjukkannya ke hadapan Mia. Sambil menepuk-nepuk kepalanya sendiri, bus pun perlahan mulai bergerak meninggalkan pemberhentian. Mia terus bergumam bahwa bodohnya ia karena tak hati-hati pada orang yang baru ia jumpai. Setidaknya ia harus mulai belajar tidak peduli ketika berada di tempat asing. Kira-kira begitu lah pesan nenek Leika padanya.

 

 

 

Penasaran, Mia melirik ke luar jendela. Sialnya, ia langsung bersitatap dengan pria tadi. Pria tersebut masih menatapnya sinis tapi kemudian dari sudut bibirnya, Mia bisa melihat bahwa pria tersebut menyunggingkan smirknya.

 

 

Mia tertunduk semakin dalam lalu merapalkan doa. Semoga saja ia tidak akan lagi mendapatkan kesialan seperti tadi.

 

 

Baru saja selesai berdoa, seseorang menepuk pundaknya. Mia spontan menoleh sambil memperhatikan pria asing lainnya yang duduk di belakangnya.

 

 

"Apa kau..punya tujuan ke Ghanzi?" tanya pria itu tiba-tiba.

 

 

Mia tentu saja antusias karena ada orang lain yang memiliki tujuan yang sama dengannya.

 

 

"Iya! Kau juga?"

 

 

"Namaku Sim lalu kau?" tanya pemuda itu ramah. Ia juga pindah duduk di samping Mia tanpa sungkan.

 

 

Gadis polos itu tidak merasa curiga sama sekali. Ia lupa dengan nasihat yang nenek Leika katakan kepadanya.

 

 

Berhati-hatilah pada orang asing.

 

 

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status