Amanda mencoret-coret kertas seolah menghitung-hitung kekurangan uang yang harus dibayar untuk menebus liontin itu. Dia juga sudah mencatat alternatife sumber dana yang akan digunakannya. Menuliskan nama Tante Marina, teman-temannya yang sekiranya bisa bantu, dan bahkan dia membuat kemungkinan pilihan seandainya saja rencananya tidak berhasil.
Telpon papanya dan bilang terus terang lebih terasa sebagai pilihan masuk akal karena dia tahu papanya selalu membantunya keluar dari masalah. Namun sekarang dia masih ada masalah besar. Sementara mamanya jangan sampai tahu dulu karena Amanda tidak mau membuatnya sedih, dia akan menjadi orang terakhir yang tahu seandainya dari banyak planning itu tidak ada yang berhasil.
Kesalahannya adalah dia membawa liontin itu sedangkan mamanya sudah memperingatkan. Waktu itu dia bilang hanya pinjam dan akan merawatnya dengan baik, saat pulang pasti dikembalikan. Kenyataannya berkata lain. Liontin itu hilang juga.
"Serius amat, Non!" Lesti menegurnya.
Lesti sudah berpakaian rapi dan mempoles wajahnya agar terlihat lebih cantik. Dia mau kencan dengan pacarnya, Dion.
"Mau kemana kamu cantik amat?" Amanda menegur balik.
"Weekend, mau romatis romantisan sama ayang beb."
"Kemana? Nonton?" tanya Amanda kepo.
"Bisa jadilah, jaga rumah baik-baik ya! anti aku bawakan makanan"
Tiba-tiba Amanda mencegatnya saat hendak keluar rumah.
"Ikut dong, Les?" rengeknya karena pasti akan di rumah sendiri. Dia kan penakut.
"Yeay, mana ada cerita kencan ngajak teman. Jomblo tidur saja di kamar!"
"Pokoknya aku ikut!" Amanda berlari ke kamar mengambil outernya.
Di dalam taxi, Dion melirik Lesti sebal karena seharusnya malam ini mereka bisa kencan dan mesra-mesraan berdua saja tanpa ada orang ketiga di antara mereka. Tadinya dia sudah bawa motor dan sedianya bisa naik motor berdua dengan Lesti. Tak tahunya si pengganggu ini maksa ikut seperti anak kecil yang tak mau ditinggal mamanya.
"Sabar deh, gimana lagi? Tuh bocah kayaknya harus dicarikan pasangan deh," gumam Lesti di kursi penumpang bersandingan dengan Dion, sementara Amanda duduk di depan samping supir sambil fokus memainkan ponselnya. Seolah tak merasa bersalah.
“Aku punya ide,” tukas Dion membisiki Lesti. Dan yang dibisiki hanya manggut-manggut sambil tersenyum.
"Lesti, ingat kata Pak Ustad ngaji kita dulu di kampung. Kalau hanya berdua nanti yang ketiga itu syetan. Jangan sampe deh kalian dirasuki setan jahat!" Amanda di jok depan menyahut karena mendengar mereka bisik-bisik tapi tidak jelas di telinganya.
"Iya, setannya elu!" Lesti sebal
"Lagian lu ya nda, kagak pernah kencan apa? Dimana-mana kencan itu ya berdua, masak ngikut mlulu?" Dion ikutan sebal.
"Oh, aku tidak masalah kok. Kalian tidak perlu sungkan begitu," ujar Amanda tersenyum menyeringai dan balik fokus pada hp-nya.
Lesti dan Dion saling memutar bola matanya kemudian Dion membisiki sesuatu lagi di telinga Lesti. Lesti berpikir sebentar kemudian dia tersenyum dan mengangguk angguk setuju.
“Apaan sih kalian? Bisik-bisik mlulu dari tadi,” tukas Amanda curiga.
"Pak berhenti di kafe depan ya!" teriak Lesti pada supir.
"Lho, katanya nonton?" Amanda menyahut.
"Kita berubah pikiran." Lesti dan Dion keluar mobil yang mau tidak mau diikuti Amanda.
"Ngapain juga ke kafe ini, mahal tahu!" Amanda masih ngedumel.
Tadi dia mendesak ikut karena tahu planning kencan Lesti adalah nonton. Tapi tiba-tiba saja mereka merubah planning. Hah, pasti ada misi terselubung nih. Amanda menyipitkan matanya menatap mereka yang sudah jalan di depan.
"Amanda benar lho, kafe ini mahal!" Lesti mengkonfirmasi pada Dion.
"Gak apa, sekali-kali," Dion mempercepat langkahnya.
Mereka duduk di meja outdoor samping kolam renang kemudian memesan minuman. Dari sana terdengar suara tawa pengunjung yang ada di rooftop kafe. Lesti melihat ke arah pria-pria yang asyik merokok dan berkelakar itu, sedikit terkejut karena melihat seseorang di sana.
"Pak Wisnu nongkrongnya disini juga?" tanya Lesti.
Mendengar nama itu Amanda yang sedang menyedot minumannya otomatis menolehkan kepalanya ke arah yang sama ditoleh Lesti.
"Ini kan kafe punya temannya, tuh ada Dirly dan Joswa juga. Mereka biasanya main bola bareng sebelum ke sini." Dion menunjuk pada artis yang bersama Wisnu.
"Kok kamu tahu banget?" tanya Amanda.
"Dulu ayang beb ku ini asistennya Pak Roy. Ke mana-mana ngikut. Jadi tahulah," Lesti yang menjawab.
"Hubungannya apa Pak Roy sama pak Wisnu?" Amanda kumat lolanya.
"Hey girl, lihat di antara cowok-cowok itu, di sana terselip satu wajah pria yang aku sebut dengan Pak Roy." Lesti menunjuk ke rooftop lagi,"Karena Pak Roy adalah teman nongkrongnya Pak Wisnu, jadi otomatis ayang beb ku tahu gitu!"
"Dia lihatnya Pak Wisnu doang sih, yang lain jadi tidak terlihat," Dion menimpali untuk menggoda Amanda. Tadi dia hanya iseng ke kafe ini. Melihat ada Wisnu juga di sini merupakan suatu kebetulan.
"Mana ada? Kalian sama saja yah dengan orang-orang kantor. Tukang gossip semua!" Amanda cemberut.
Dion memberi kode dengan menyenggol kaki Lesti untuk melaksanakan rencananya, kemudian Lesti pun mengerti.
"Sayang, aku ke belakang dulu yah. Perutku tiba-tiba mules!" Dion bangkit dan beranjak pergi.
"Oh kacian sekali ayang beb ku sakit, ya udah sana!" ujar Lesti terdengar lebay ditelinga Amanda.
"Ayang beb, kaciann, cayaaang…huh, memuakkan sekali dengarnya. Lebay lu!" cibir Amanda pada temannya.
"Biarin, emang kenapa? Iri? Sana cari cowok biar malam Minggu bisa mesra-mesraan, cium-ciuman, sayang-sayangan."
Amanda tak membalas ucapan Lesti karena itu terlalu menyakitkan bagi seorang jomblo yang menyedihkan sepertinya. Dipikir dia tidak merana apa lihat sahabatnya itu sering mesra-mesraan di depanya. Andai saja dia juga punya pacar dan bisa dipamerin depan dua sahabatnya itu. Pasti nasibnya tidak diolok-olok terus saaat malam Minggu. Ini pasti gara-gara dirinya yang selalu berjibaku dengan tugas-tugas kuliahnya sampai tidak bisa menikmati masa mudanya. Pikirnya yang masih kecewa karena tak bisa lanjut tugas akhir.
"Jangan baper!" Lesti merasa Amanda sedih dengan ucapannya. Dia pun menimpuk Amanda dengan tissue.
"Siapa juga yang baper?" ucapnya dan tak sengaja menoleh ke arah rooftop kafe itu.
Deg!
Entah kebetulan atau bagaimana dia melihat Wisnu yang sedang menatap ke arahnya juga. Pandangan mereka bertemu untuk beberapa saat, cepat-cepat Amanda menarik tatapannya ke arah lain.
'Duh, dia beneran perhatiin aku atau kebetulan menoleh sajakah?'
Annisa banyak salah dan dosa pada Amanda. Anak itu sejak pertama sudah dibuat tidak menyukainya. Sekarang apa dia bisa begitu saja memaafkannya dan membiarkan papanya menyetujui hubungan mereka? Pundaknya mulai turun dan dia merasa tidak mungkin Amanda rela membiarkan Dirja menikah dengannya. Dia kembali melihat sosok Dirja yang masih dengan sabar mendengarkan kata-kata putrinya. Jikapun pria itu diminta memilih dia atau putrinya, sudah bisa dipastikan Dirja akan memilih putrinya daripada Annisa. Karma itu memang ada. Dulu dia sangat membenci Amanda dan selalu berusaha membuatnya terluka. Sekarang, di saat dirinya sudah sangat yakin bahwa hanya pria yang baik dan penuh perhatian itulah yang bisa menerima semua kekurangannya dan sanggup menjadi imamnya dalam mengarungi kehidupan barunya, dia harus juga dibenci oleh Amanda. “Ya sudahlah, mungkin ini hukmuna dari tuhan untukmu, Annisa!” gumam Annisa pada dirinya sendiri sambil mengusap air mata di sudut matanya. “Kalau Papa memang men
Amanda tidak bisa memejamkan matanya mengingat apa yang sudah di sampaikan Wisnu padanya tadi sore. Dia ingin menelpon mamanya, namun sudah larut malam waktu Milan. Artinya di Jakarta saat ini menjelang subuh. Tentu dia harus bersabar menunggu pagi agar bisa menghubungi mamanya.Keresahan Amanda tentu bisa dirasakan Wisnu karena beberapa kali harus mengganti posisi tidurnya. “Kau tidak bisa tidur?” tanyanya.“Oh, Maaf! Aku pasti mengganggu tidur, Mas Wisnu” ucap Amanda sedih.“Mana yang tidak nyaman, biar aku usap.” Wisnu memeriksa Amanda. Lalu dengan lembut dia mengusap punggung Amanda agar membuatnya lebih nyaman. “Katanya besok mau belanja di Galerria, tapi selarut ini kau belum tidur juga?”“Aku terus kepikiran papa, Mas!”“Kenapa?”Amanda tidak menyahut, Wisnu pasti juga tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kemudian Wisnu mendekatkan tubuhnya dan memeluk Amanda. “Ya sudah jangan dipikirkan dulu, nanti malah bikin kamu stress. Gak bagus kan buat perkembangan baby kita!”“Papa itu s
Dirja sebenarnya juga akan memberikan kejutan pada putri dan menantunya itu tentang rencana mengakhiri masa sendirinya. Tapi dia juga dibuat kecewa lantaran Wisnu dan Amanda tidak di rumah.Dia sudah memikirkan betul keputusannya. Beberapa bulan dekat dengan Annisa dan merasa wanita itu sepertinya memiliki hati untuknya, Dirja kemudian memikirkan pendapat Marina dan Moana agar dirinya menikah lagi. Jika dulu dia masih betah sendiri karena menghargai perasaan Moana dan Amanda, sekarang semuanya sudah berjalan baik. Moana sudah menikah lagi, dan putrinya bahkan sebentar lagi akan memberinya cucu. Tidak ada alasan baginya untuk sendiri terus.Mirzha tentu sudah mengenal Dirja sebagai ayah Amanda karena datang dan berbincang langsung dengan Dirja saat pernikahan Wisnu. Mirzha mengakui Dirja memang sosok yang matang dan juga mapan. Tentu itu adalah hal yang penting untuk putrinya yang bisa dibilang terkadang labil itu. Annisa memang membutuhkan sosok yang dewasa, matang dan bisa membimbi
Amanda menjadi sedih karena Wisnu menolak keinginanya. Suasana hatinya mulai buruk dan dia bangkit sambil mendorong beberapa map hingga jatuh berserakan ke lantai. Dengan langkah kasar keluar dari ruang kerja Wisnu.Wisnu menghela napas dan menutup laptopnya. Lalu bergegas membuntuti istrinya yang sedang ngambek.Pintu kamar tertutup dengan kasar.“Sayang, kondisimu masih lemah, aku takut malah menyakitimu dan baby kita,” Wisnu mencoba menjelaskan meski pintu tertutup.“Iya, aku udah jelek, gendut, Mas Wisnu udah gak bergairah lagi!” Amanda berteriak sebal.“Ya udah, buka dulu! Gak enak kan di dengar orang ngobrol sambil teriak-teriak.”“Gak mau! Udah sana pergi ke kantor, ketemu sama cewek-cewek cantik, gak usah mikirin wanita yang gendut dan jelek ini!”“Siapa yang gendut dan jelek? Kamu cantik kok!”Sesaat tidak terdengar suara dari dalam. Wisnu berpikir Amanda akan membukakan pintu untuknya. Pintu memang terbuka, tapi karena Amanda ingin melepar bantal dan selimut.“Tidur saja di
Wisnu sudah datang dan sangat tergesa langsung menuju kamar untuk bisa melihat kondisi istrinya. Saat masuk kamar, Marina mengingatkan Wisnu untuk membersihkan diri dulu. Banyak virus di tempat umum, tidak baik untuk ibu hamil.Amanda sebenarnya menolak pergi ke rumah sakit. Bau disinfektan sangat membuatnya pusing. Bisa-bisa dia malah muntah-muntah hebat lagi. Tapi melihat kondisi istrinya yang lemas, Wisnu tidak mau ambil resiko. Dia langsung menggendongnya ke mobil dan meminta Abduh menyupir ke rumah sakit.Setelah dipasang infus, Amanda mulai terlihat segar lagi. Dia mungkin saja mengalami dehidrasi karena banyak cairan yang keluar tapi tidak bisa memasukan makanan atau minuman ke dalam tubuhnya. Wisnu nampak sangat cemas.“Masih istirahat, Bu Amanda?” tanya dokter Ririn, spesialis obgyn, yang diminta Wisnu menjadi dokter pribadi istrinya.“Apa ada masalah dengan kehamilannya, dokter? Kenapa dia mengalami mual dan muntah yang hebat?” Wisnu tak sabar menanyakan tentang kesehatan is
Abim menemani Wisnu mengunjungi kantor perusahaan di Surabaya. Dia bertemu Annisa yang sedang mengerjakan sesuatu di ruangannya. Lalu Abim memberanikan diri menghampirinya.“Eh, Abim! Kok tiba-tiba Ke Surabaya?” Annisa sedikit terkejut melihat Abim.“Ada sedikit urusan, kau betah pindah kerja di sini?” Abim senang melihat Annisa yang terlihat ramah itu. Sama seperti dulu saat pertama dia kerja di kantor Jakarta.Mereka sudah duduk dan menikmati minuman sambil berbincang-bincang.“Apa kabar Naira?” tanya Annisa.“Baik,” jawab Abim.“Kau tampak lebih bahagia di sini?”“Ya iyalah, kerjaan di sini tidak seruwet di Jakarta. Lagi pula Pak Dirja baik sekali. Aku jadi betah kerja di Surabaya”“Baguslah! Aku senang melihatmu lebih baik!” ucap Abim menatap Annisa dengan tatapan yang sulit dimengerti.“Terima kasih, Abim! Aku minta maaf ya, kalau sering buat kamu sakit hati!”Abim sedikit terkejut mendengar permintaan maaf Annisa. Artinya dia memang serius ingin berubah. Seperti yang dikatakanny