Sella tidak terima karena harus dibantah dan diejek Amanda. Dia hanyalah office girl baru yang bahkan belum sebulan ini bekerja di kantor, tapi sudah berani menantang Sella. Selama ini semua pegawai dan karyawan di kantor sangat menghormatinya. Setidaknya tidak pernah ada yang sampai mengejeknya.
"Bu Bell, hiks … !" Sella play victim dan mengadu pada Bella.
"Ada apa? Ngapain kamu nangis kaya anak kecil begitu?" Bella menatap Sella heran.
"OG itu benar-benar keterlaluan. Dia bilang aku seperti ondel-ondel dan juga ... " Sella memikirkan hal apa yang sekiranya bisa membuat bosnya itu terpancing,"Dia bilang Pak Wisnu masih single dan jika harus berusaha merebut perhatiannya itu bukan hal yang terlarang. Dia juga bilang Bu Bella hanya minder karena dia lebih cantik, jadi takut kalah saing sama dia."
"Apa?! Dia bilang begitu?" Bella naik pitam dan bangkit. "Kurang ajar! Belum tahu saja dia siapa Bella. Awas saja kamu anak ingusan!"
Bella yang mudah terprovokasi itu langsung keluar ruangan dan dengan kesal mencari-cari di mana wanita sialan yang mengatainya takut kalah saiangan itu! Enak saja, punya apa dia bilang seperti itu? Mana ada seorang OG bersaing dengan manajer sepertinya?
"Amanda!" teriak Bella.
"Ya bu, saya di sini!" Amanda ada di belakang Bella dan tampak biasa saja menghadapi wanita ini. Pasti Sella sudah mengadu yang bukan-bukan.
"Apa yang kamu katakan pada Sella?” tanya Bella mengkonfirmasi.
“Dia kemarin di ruangan Pak Wisnu, Bu. Gak tahu ngapain saja mereka di dalam,” sahut Sella agar Bella tak bertanya tentang kalimat provokasinya pada Amanda. Karena memang Amanda tak pernah menyinggung Bella.
“Apa kau gadis murahan seperti itu?” Bella teralihkan dan memandang Amanda dengan tatapan risih.
“Tidak, Bu. Saya hanya membantu Pak Wisnu merapikan meja kerjanya dan mencari beberapa dokumen yang hilang,” jawab Amanda jujur.
“Kenapa harus kamu? Dia kan punya tiga sekretaris dan dua asisten.”
“Maaf Bu, saya tidak tahu,” Amanda menjawab dengan apa adanya karena dia memang tidak berbohong.
“Bu Bel, ingat Amanda juga nantangi Bu Bell kemarin,” Sella mengingatkan Bella sambil berbisik takut Amanda mendengar.
Bella segera teringat dan kembali menatap Amanda dengan tidak suka.
“Kau tahu tidak, sejak dulu tidak ada yang berani menantangku. Kau mau menantangku hah!"
“Tidak Bu, aku tidak pernah begitu,” ucap Amanda merasa memang ini provokasi Sella agar Bella menyerangnya.
“Biasa itu, di depan orangnya bilang tidak tapi di belakang dia nyerang,” sahut Sella masih membuat panas keadaan.
“Maaf, saya banyak kerjaan. Saya harus balik kerja,” ucap Amanda tak tahan harus ada di antara mereka.
“Aku sedang bicara padamu malah kau mau pergi! Tidak sopan sekali kamu!”
Bella tersinggung dengan sikap Amanda, hingga mendorong bahunya dengan keras kebelakang. Tentu saja tubuh Amanda terdorong kebelakang hampir terjatuh, di saat yang tepat Wisnu sedang berjalan di belakang Amanda hingga bisa menangkap dan menahan tubuh kecil itu.
"Wisnu!" Bella melihat Wisnu menahan tubuh Amanda dan dia jadi terlihat sebal.
"Aku tak suka ada keributan di jam kerja, kembalilah ke tempatmu!" Wisnu berujar sembari membantu Amanda berdiri tegak.
“Gadis ini … ” Bella masih belum puas ingin mencecar Amanda.
“Aku akan memberimu surat peringatan jika masih ribut di jam kerja,” ujar Wisnnu mengancam pada Bella dan juga Sella.
Bella hanya melirik Amanda dengan tajam lalu menghentakan kaki berlalu pergi. Begitu juga Sella yang membuntutinya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Wisnu pada Amanda kemudian.
"Tidak Pak, terima kasih." Amanda mengangguk sopan kemudian bergegas undur diri. Jangan sampai ada mata-mata jahat yang melihatnya bersama bosnya ini sehingga akan ada gosip lagi.
"Hey, ada yang tertinggal!" panggil Wisnu pada Amanda yang seolah terburu-buru.
Amanda terhenti dan baru ingat bahwa dia harus mengkopi beberapa document. Dia pun balik dan hendak mengambilnya. Namun Wisnu menghalanginya. Amanda heran, apakah pria ini sengaja menggodanya?
'Aduh, bagaimana nanti kalau ada yang lihat? Dia mah enak tidak mendengar gosip apapun, tapi dirinya selalu digossipkan di depan mata dan telinganya dengan sejelas jelasnya.'
"Maaf Pak?" Amanda tidak mengerti karena beberapa kali hendak melangkah Wisnu menghadang. Dia melangkah ke kanan Wisnu ikut ke kanan, dia melangkah ke kiri Wisnu juga ikut ke kiri. Jadinya dia bingung sendiri.
"Sebentar, ada sesuatu di rambutmu." Wisnu menunjuk ke arah kepala Amanda.
Amanda tentu tak bisa melihat kepalanya sendiri dan tak tahu benda apa yang dimaksud Wisnu. Ahirnya Wisnu mengambil kertas kecilnya yang tadi dia bawa dan karena tiba-tiba harus menahan tubuh Amanda yang terjatuh, kertas itu nyangkut di rambut panjang Amanda yang tergerai itu.
Gerakan jemari Wisnu dari kepala hingga menyisir rambut Amanda ke ujungnya menciptakan sensasi yang berbeda pada gadis itu.
Deg!
'Kenapa tidak langsung diambil saja sih? Apa pria ini sengaja melakukannya, atau karena posisi kertasnya nyelip di rambut hingga harus menelusupkan jemarinya dulu untuk mengambil benda itu?' batin Amanda.
Ekspresi pria itu masih datar dan santai seolah tak ada apapun. Sedangkan Amanda sudah panas dingin saja dan dag-dig-dug tak karuan.
"Aku hanya mau ambil ini!" ujar Wisnu tersenyum menunjukan kertas kecil mungkin berisi catatan nomor hp atau alamat, lalu berlalu meninggalkan Amanda yang bahkan bernapas saja sulit.
Amanda menatap punggung yang tegap itu berlalu, kemudian dengan lemas mendegus. Pria itu! Apa dia mau tanggung jawab kalau sampai dirinya jadi baper?
Annisa banyak salah dan dosa pada Amanda. Anak itu sejak pertama sudah dibuat tidak menyukainya. Sekarang apa dia bisa begitu saja memaafkannya dan membiarkan papanya menyetujui hubungan mereka? Pundaknya mulai turun dan dia merasa tidak mungkin Amanda rela membiarkan Dirja menikah dengannya. Dia kembali melihat sosok Dirja yang masih dengan sabar mendengarkan kata-kata putrinya. Jikapun pria itu diminta memilih dia atau putrinya, sudah bisa dipastikan Dirja akan memilih putrinya daripada Annisa. Karma itu memang ada. Dulu dia sangat membenci Amanda dan selalu berusaha membuatnya terluka. Sekarang, di saat dirinya sudah sangat yakin bahwa hanya pria yang baik dan penuh perhatian itulah yang bisa menerima semua kekurangannya dan sanggup menjadi imamnya dalam mengarungi kehidupan barunya, dia harus juga dibenci oleh Amanda. “Ya sudahlah, mungkin ini hukmuna dari tuhan untukmu, Annisa!” gumam Annisa pada dirinya sendiri sambil mengusap air mata di sudut matanya. “Kalau Papa memang men
Amanda tidak bisa memejamkan matanya mengingat apa yang sudah di sampaikan Wisnu padanya tadi sore. Dia ingin menelpon mamanya, namun sudah larut malam waktu Milan. Artinya di Jakarta saat ini menjelang subuh. Tentu dia harus bersabar menunggu pagi agar bisa menghubungi mamanya.Keresahan Amanda tentu bisa dirasakan Wisnu karena beberapa kali harus mengganti posisi tidurnya. “Kau tidak bisa tidur?” tanyanya.“Oh, Maaf! Aku pasti mengganggu tidur, Mas Wisnu” ucap Amanda sedih.“Mana yang tidak nyaman, biar aku usap.” Wisnu memeriksa Amanda. Lalu dengan lembut dia mengusap punggung Amanda agar membuatnya lebih nyaman. “Katanya besok mau belanja di Galerria, tapi selarut ini kau belum tidur juga?”“Aku terus kepikiran papa, Mas!”“Kenapa?”Amanda tidak menyahut, Wisnu pasti juga tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kemudian Wisnu mendekatkan tubuhnya dan memeluk Amanda. “Ya sudah jangan dipikirkan dulu, nanti malah bikin kamu stress. Gak bagus kan buat perkembangan baby kita!”“Papa itu s
Dirja sebenarnya juga akan memberikan kejutan pada putri dan menantunya itu tentang rencana mengakhiri masa sendirinya. Tapi dia juga dibuat kecewa lantaran Wisnu dan Amanda tidak di rumah.Dia sudah memikirkan betul keputusannya. Beberapa bulan dekat dengan Annisa dan merasa wanita itu sepertinya memiliki hati untuknya, Dirja kemudian memikirkan pendapat Marina dan Moana agar dirinya menikah lagi. Jika dulu dia masih betah sendiri karena menghargai perasaan Moana dan Amanda, sekarang semuanya sudah berjalan baik. Moana sudah menikah lagi, dan putrinya bahkan sebentar lagi akan memberinya cucu. Tidak ada alasan baginya untuk sendiri terus.Mirzha tentu sudah mengenal Dirja sebagai ayah Amanda karena datang dan berbincang langsung dengan Dirja saat pernikahan Wisnu. Mirzha mengakui Dirja memang sosok yang matang dan juga mapan. Tentu itu adalah hal yang penting untuk putrinya yang bisa dibilang terkadang labil itu. Annisa memang membutuhkan sosok yang dewasa, matang dan bisa membimbi
Amanda menjadi sedih karena Wisnu menolak keinginanya. Suasana hatinya mulai buruk dan dia bangkit sambil mendorong beberapa map hingga jatuh berserakan ke lantai. Dengan langkah kasar keluar dari ruang kerja Wisnu.Wisnu menghela napas dan menutup laptopnya. Lalu bergegas membuntuti istrinya yang sedang ngambek.Pintu kamar tertutup dengan kasar.“Sayang, kondisimu masih lemah, aku takut malah menyakitimu dan baby kita,” Wisnu mencoba menjelaskan meski pintu tertutup.“Iya, aku udah jelek, gendut, Mas Wisnu udah gak bergairah lagi!” Amanda berteriak sebal.“Ya udah, buka dulu! Gak enak kan di dengar orang ngobrol sambil teriak-teriak.”“Gak mau! Udah sana pergi ke kantor, ketemu sama cewek-cewek cantik, gak usah mikirin wanita yang gendut dan jelek ini!”“Siapa yang gendut dan jelek? Kamu cantik kok!”Sesaat tidak terdengar suara dari dalam. Wisnu berpikir Amanda akan membukakan pintu untuknya. Pintu memang terbuka, tapi karena Amanda ingin melepar bantal dan selimut.“Tidur saja di
Wisnu sudah datang dan sangat tergesa langsung menuju kamar untuk bisa melihat kondisi istrinya. Saat masuk kamar, Marina mengingatkan Wisnu untuk membersihkan diri dulu. Banyak virus di tempat umum, tidak baik untuk ibu hamil.Amanda sebenarnya menolak pergi ke rumah sakit. Bau disinfektan sangat membuatnya pusing. Bisa-bisa dia malah muntah-muntah hebat lagi. Tapi melihat kondisi istrinya yang lemas, Wisnu tidak mau ambil resiko. Dia langsung menggendongnya ke mobil dan meminta Abduh menyupir ke rumah sakit.Setelah dipasang infus, Amanda mulai terlihat segar lagi. Dia mungkin saja mengalami dehidrasi karena banyak cairan yang keluar tapi tidak bisa memasukan makanan atau minuman ke dalam tubuhnya. Wisnu nampak sangat cemas.“Masih istirahat, Bu Amanda?” tanya dokter Ririn, spesialis obgyn, yang diminta Wisnu menjadi dokter pribadi istrinya.“Apa ada masalah dengan kehamilannya, dokter? Kenapa dia mengalami mual dan muntah yang hebat?” Wisnu tak sabar menanyakan tentang kesehatan is
Abim menemani Wisnu mengunjungi kantor perusahaan di Surabaya. Dia bertemu Annisa yang sedang mengerjakan sesuatu di ruangannya. Lalu Abim memberanikan diri menghampirinya.“Eh, Abim! Kok tiba-tiba Ke Surabaya?” Annisa sedikit terkejut melihat Abim.“Ada sedikit urusan, kau betah pindah kerja di sini?” Abim senang melihat Annisa yang terlihat ramah itu. Sama seperti dulu saat pertama dia kerja di kantor Jakarta.Mereka sudah duduk dan menikmati minuman sambil berbincang-bincang.“Apa kabar Naira?” tanya Annisa.“Baik,” jawab Abim.“Kau tampak lebih bahagia di sini?”“Ya iyalah, kerjaan di sini tidak seruwet di Jakarta. Lagi pula Pak Dirja baik sekali. Aku jadi betah kerja di Surabaya”“Baguslah! Aku senang melihatmu lebih baik!” ucap Abim menatap Annisa dengan tatapan yang sulit dimengerti.“Terima kasih, Abim! Aku minta maaf ya, kalau sering buat kamu sakit hati!”Abim sedikit terkejut mendengar permintaan maaf Annisa. Artinya dia memang serius ingin berubah. Seperti yang dikatakanny