“Kamu mau minta apalagi?” sergah Raya sedikit kesal.
Raihan malah menggaruk tengkuknya dengan rikuh.
Raya menjadi berkernyit heran.
“Aku pengen dengar kamu manggil aku mas, buat memastikan kalau kamu bisa mengucapkannya dengan luwes.”
Saat mendengar ucapan Raihan yang terkesan sangat polos itu Raya malah tak bisa menahan kekehannya. Gadis itu menjadi tergelak panjang sampai memegangi perutnya yang sekarang menjadi terasa kaku.
“Kamu itu lucu juga ya, apa kamu pikir aku nggak bisa manggil kamu Mas, sampai perlu praktek segala?”
“Coba ..., kamu coba dulu manggil aku ... mas.”
Kali ini Raya langsung menghentikan tawanya saat mendengar Raihan malah tetap mendesaknya.
Gadis itu kemudian mengedikkan bahu sesaat, meski kemudian mulai melakukan apa yang diminta oleh suamin
Raya langsung menyergap ekspresi suaminya dengan tatapan heran, karena Raihan tampak terlalu kaget saat ia meminta lelaki itu untuk ikut membeli pakaian.“Iya Mas, kamu harus ikut beli baju juga,” tegas Raya kemudian.Raihan segera menggeleng lugas.“Nggak usah, sayang uangnya, lebih baik uangnya buat keperluan kamu saja.”Raihan kemudian menatap Raya lebih lekat.“Sekarang kamu butuh apalagi?” Raihan malah menawari Raya lagi.Raya tak langsung menjawab. Gadis itu segera menjadi termangu saat mendengar ucapan Raihan yang terkesan begitu perhatian padanya hingga pria sederhana itu mengabaikan kepentingannya sendiri tapi begitu peduli dengan kebutuhannya.“Aku butuh suamiku bisa tampil lebih fashionable,” sambung Raya kemudian yang langsung membuat Raihan terperangah karena gadis yang tadi bah
“Terus gimana caranya?”Raya mulai mencecar dengan sengit.Raihan malah menanggapi dengan tatapannya yang semakin lekat, yang membuat Raya langsung membuang mukanya karena tak mau menentang tatapan sang suami yang entah mengapa selalu membuat perasaannya menjadi tak menentu.“Kita berdoa saja agar fitnahan yang menimpa kita dapat terlerai dengan sendiri karena Allah selalu memiliki rencana terbaik untuk setiap hambaNya.”Jelas saja ucapan Raihan tak bisa diterima oleh nalar Raya yang selama ini selalu berpikir realistis.“Apa kamu bilang, doa?”Raihan malah menjawabnya dengan sebuah anggukan pasti.Raya menanggapi dengan helaan nafas jengah.“Apa nggak pernah mencobanya? Percayalah itu sangat manjur jika kamu benar-benar percaya.”&ldqu
“Kamu itu emangnya ada masalah apa sama dia?” cecar Raya menjadi sangat ingin tahu saat mereka duduk berdua di teras depan selepas makan malam.Raihan seperti biasa selalu mengukir senyuman tipis saat menghadapi sikap Raya yang selalu seperti menggebu-gebu.“Nggak ada masalah apa-apa,” jawab Raihan santai yang tentu saja tak bisa diterima oleh Raya yang sudah sangat penasaran.“Kalau nggak ada masalah kenapa Si Kumis Kucing itu pengen ngganggu kamu terus?” tukas Raya semakin kesal.“Itu masalah lama, sangat lama sekali.”“Apa itu alasannya terus mengatai ibu sebagai wanita yang nggak benar? Terus kenapa dia mengatakan itu sama ibu?” Raya masih saja memperturutkan rasa ingin tahunya.Kali ini Raihan tak bisa setenang sebelumnya. Pria itu sedikit gelisah dan mulai mendesah panjang.
Listrik yang mendadak padam segera membuat Raya bangkit. Suasana yang gelap membangkitkan kepanikan di dalam dirinya. Raya memang sangat takut dengan gelap. Sialnya gawai miliknya saat ini bahkan sedang mati karena dia lupa mengisi daya.Sebagai seorang selebgram dulu Raya tak pernah lepas dari benda pipih itu. Tapi sekarang setelah dia tinggal di desa terpencil ini yang selalu saja susah sinyal membuat Raya memilih meletakkan gawai miliknya tak terlalu sering memegangnya.Gelap yang kian mencekam membuat Raya tanpa sadar langsung meraba-raba sembari memanggil nama sang suami.“Mas, kamu di mana?” tanya Raya gelisah sampai akhirnya tangannya menyentuh sesuatu yang kemudian malah membuat Raihan terpekik gusar.“Dik, lepaskan dulu tangan kamu,” gumam Raihan menahan desiran gelisah di dalam dirinya, karena memang Raya sedang menyentuh bagian sensitifnya.&nbs
“Kenapa sekarang kamu mendadak pengen tahu tentang kehidupanku di kota?” Pertanyaan Raya yang sedikit mendesak membuat Raihan sedikit ragu meski kemudian lelaki itu kembali dengan cepat mengembalikan keyakinannya. Sebagai seorang suami Raihan merasa berhak untuk mengetahui latar belakang dari wanita yang sudah dinikahinya. “Apa aku salah kalau aku ingin tahu latar belakang dari perempuan yang sudah aku nikahi?” Raihan melontarkan apa yang ada di dalam benaknya. Raya menjadi termangu memikirkan apa yang sudah dikatakan dari pria yang sudah menikahinya itu. Dimana sebenarnya dalam pernikahan yang normal rasa ingin tahu Raihan itu adalah sesuatu yang wajar, apalagi Raya telah cukup tahu tentang kehidupan keluarga dari sosok yang kini berstatus sebagai suaminya, dan memang sudah seharusnya Raya bisa menceritakan juga tentang dirinya pada Raihan. Raya kemudian
Raya langsung bergerak gelisah saat menyadari dirinya sedang memeluk sang suami. Bahkan batas yang sebelumnya sudah dia ciptakan telah bergeser, dan guling itu sendiri entah berada di mana sekarang.Saat menyadari adanya pergerakan, Raihan yang awalnya masih terlelap ikut membuka mata.Mereka berdua kemudian mulai saling menatap meski tanpa mengubah posisi. Sampai akhirnya Raya mulai melepaskan dekapannya, yang membuat Raihan berdehem gelisah. Sepanjang malam dia berusaha keras untuk menahan diri, dan pagi ini godaan itu terasa sangat menyiksa untuk pria normal seperti dirinya.“Ini sudah subuh, apa kamu tidak ke mushola,” ucap Raya dengan suaranya yang serak mengiringi sikapnya yang menjadi serba canggung.Raihan segera bangkit dan menjadi sangat rikuh.“Iya, aku agak terlambat bangun ini.”Setelahnya pria itu langsung keluar dari kam
Cepat-cepat Raya menutupi tubuhnya dengan jubah mandi, saat mendapati sang suami mendadak masuk ke dalam kamar.Raya ternyata tak mendengar suara Raihan tadi saat sebelum masuk yang sempat memanggilnya.“Ish, kamu kalau mau masuk itu bilang-bilang.”Raihan yang segera memalingkan wajahnya berusaha melerai debaran dadanya.“Maaf Dik, aku tadi udah manggil kamu, aku beneran nggak tahu kalau ....”“Udah, aku mau mandi dulu sekarang.”Dengan sangat rikuh Raya langsung berjalan menuju kamar mandi, menjadi sangat terlalu malu dengan apa yang terjadi tadi. Meski sekilas Raya sangat yakin jika pria yang sudah menikahinya itu telah melihat tubuh polosnya.Setelah mandi dan berganti pakaian, Raya segera menghampiri suaminya yang sudah menunggu di depan, karena memang rencananya mereka akan mengantar kue apem dan
Raya termangu saat mendengar permintaan sang suami.Seharusnya itu adalah permintaan yang wajar, namun bagi Raya yang masih terlalu bingung dengan perubahan yang terlalu drastis di dalam hidupnya saat ini membuatnya tak bisa menelaah apapun.Bahkan dia terlalu ragu untuk memberikan jawaban atas permintaan Raihan saat pria itu dengan terang-terangan meminta untuk tetap bertahan bersamanya.Mendapati tatapan Raya yang gamang, Raihan segera melerai suasana yang mendadak tegang dengan kekehan ringannya.“Hah ini sudah siang, bentar lagi pasti dhuhur, ayo Dik kita pulang,” ajak Raihan berusaha mencairkan suasana.Raya membalas dengan kekehan yang sama meski sikapnya kemudian menjadi sangat rikuh. Entah mengapa di depan seorang Raihan yang sederhana namun sangat bersahaja itu, Raya seakan mati gaya, padahal dulu dia selalu mudah menaklukkan lawan jenisnya. Tap