Home / Rumah Tangga / MENJADI ORANG KEDUA / 170. PERTENGKARAN MEREKA

Share

170. PERTENGKARAN MEREKA

Author: Sisi suram
last update Last Updated: 2024-12-08 14:45:22

"Berhentilah melakukan hal bodoh yang akan kau sesali."

Mirna yang tangannya kuat terkepal menoleh pada sang suami. Lelaki yang nyatanya begitu pengecut dan tidak memiliki nyali!

Tapi, wanita yang kuku jarinya menggores kulit tangannya sendiri itu tidak mengatakan apapun lagi. Bibirnya hanya rapat terkatup dengan rahang mengeras agar tidak mengatakan sepatah kalimat yang bisa membuat sang suami melempar lebih dari fas bunga yang sudah jadi kepingan tak berarti.

Mirna paham, pun tahu. Saat ini ia harus menahan diri. Menerima disalahkan untuk apa yang sudah putra mereka lakukan.

Tapi, menyerah?

Rasanya, bahkan ubin dingin yang memantulkan bayangan Mirna tahu, wanita yang bisa tidur dan hidup seperti biasa setelah tahu apa yang putranya lakukan, tidak akan memadamkan amarah yang sudah membakar jiwa.

"Kau lihat saja mas Agung, aku pasti akan membuat anak pembunuh itu menyesal sudah mengambil apa yang seharusnya milik anak-anakku."

Kalimat penuh ancaman itu tidak mungkin didengar sang sua
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • MENJADI ORANG KEDUA   231. EPILOG

    Di dalam kamar yang memperdengarkan deburan ombak, aku berbaring di bawah selimut tanpa sehelai benangpun.Hembusan nafas mas Rendra yang pakaiannya pun tergeletak di atas ubin, menyapaiku yang menarik nafas dalam saat melihat senyum di wajahnya terlihat begitu tak bersalah sudah meninggalkan banyak tanda kepemilikan di tubuhku yang ia peluk."Aku sangat rindu padamu, Runi."Entah sudah sebanyak apa kalimat itu ia ucapkan padaku yang tubuhnya terasa lemas. Pun, ditinggali banyak tanda yang akan membekas.Tapi, lelaki yang hasratnya sudah terpenuhi ini tahu di tempat mana ia harus meninggalkan tanda kepemilikan agar anak-anak kami tidak akan bertanya.Satu Minggu meninggalkannya bersama anak-anak, menghadirkan rasa yang sama, "aku juga rindu padamu, Mas."Mas Rendra menarik tubuhku makin rapat, tidak meninggalkan sekat saat kulit kami sudah begitu menempel.Keajaiban.Aku tidak pernah percaya pada kalimat itu.Tapi, aku yang sudah dinyatakan mati mampu bangun setelah mendengar tangis d

  • MENJADI ORANG KEDUA   230. LAST

    ****Dunia akan adil sebagaimana kita memandangnya. Sementara sang waktu tidak akan pernah menunggu siapapun. ***"Pelan-pelan.""Ng!""Jan belisik juga.""Ng!"DUA BOCAH KECIL berjingkat-jingkat tanpa alas kaki, menyusuri lorong dan saling memperingatkan supaya tak berisik dengan suara pelan.Tidak satupun dari keduanya menyadari ada tubuh besar yang mengikuti mereka dari belakang dan memperhatikan dua bocah nakal yang sama sekali tak menoleh kebelakang. Hanya terus menatap tempat yang kedua bocil itu tuju.Dengan tak kalah pelan, salah satu anak kembar identik yang berdiri di depan menurunkan engsel."Pelan-pelan, EV.""Iya, tau. Ini udah pelan, AV." jawab yang di depan tak kalah berbisik, seolah takut ada telinga lain selain milik keduanya tahu apa yang mereka bicarakan."Gimana? papa masih tidul ga?" tanya yang di belakang."Gak keliatan, Av," jawab bocah yang melongokkan kepalanya ke dalam, melihat kasur besar yang tertutup selimut."Papa kenapa gak ngolok, si? jadi gak ketahua

  • MENJADI ORANG KEDUA   229. PERPISAHAN

    Entah kenapa, aku yang sedang membetulkan selimut mas Rendra ingin berlama-lama memandang wajah lelapnya.Seolah aku yang duduk di pinggir kasur, benar-benar ingin menyimpan wajah damai mas Rendra detik ini.Jika tidak ingat pada Aji yang sudah lapar, aku pasti akan duduk lama sampai mataku puas menatap lelaki gagah yang memang butuh istirahat lebih ini, "terimakasih," ucapku mengecup bibir mas Rendra pelan. Meninggalkan gelitik ringan yang membuat mas Rendra makin erat memeluk guling sebagai pengganti diriku, "aku pergi dulu, Mas." Pamitku. "Kita mau sarapan apa, Mbak?"Aji meraih tanganku yang terjulur, jemarinya erat menggenggam tanganku yang sekali lagi menoleh pada kamar yang pintunya kututup. "Kamu mau apa?" tanyaku yang rasanya masih ingin mencuri pandang sesaat saja pada tubuh lelap mas Rendra, seolah tubuhku tidak ingin menjauh darinya. Sungguh, rasa yang tidak biasa. "Mbak lagi pingin makan bubur.""Bubur ayam?"Aku mengangguk, masuk ke dalam lift bersama beberapa orang ya

  • MENJADI ORANG KEDUA   228. MENGALAHKAN EGO

    'Memaksakan diri?'Mas Rendra menegakkan duduknya lalu menatapku."Mungkin bapak dan ibu akan terluka saat mengetahui bahwa amarahnya ternyata salah sasaran. Yuli dan keluarganya hanya orang-orang yang dilibatkan karena keserakahan juga ketakutan dari keluarga bapak sendiri yang merasa terancam." Aku tahu, mas Rendra yang lurus menatap manik mataku tidak ingin menggurui."Tapi, setiap orang harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah mereka lakukan, Runi."Dan aku yang diam tidak menemukan pembelaan."Apalagi, sepupu-sepupumu melibatkan gadis yang mereka lecehkan lalu menciptakan kebohongan buruk yang berpengaruh panjang, Runi. Dan kurasa, mereka bahkan tidak menyesali kerusakan yang sudah mereka ciptakan, bukan?"Aku bahkan tidak berkedip saat mas Rendra nampaknya bisa menebak aku yang hanya diam membenarkan ucapannya.Sepupu-sepupuku, mereka bisa hidup tanpa rasa bersalah.Jangankan merasa bersalah, mereka justru terlihat lega saat tahu Yuli memilih kematian.Mereka bertiga seolah

  • MENJADI ORANG KEDUA   227. PILIHANKU SENDIRI

    "Mereka bilang, aku nakal," bibir tipis Aji mulai bergetar menahan tangis, "aku... aku gak bisa ketemu mbah kalau aku nakal, Mbak."Tidak mungkin bocah nakal yang baru kehilangan kakeknya ini baik-baik saja untuk kalimat yang diucapkan dengan tatapan tajam dan teriakan.Meski tidak mengenal siapa ayah dan ibu kandungnya, kalimat mereka pasti menyisakan bekas yang tidak mungkin bisa Aji abaikan.Aku yang kembali melihat luka dalam mata Aji menarik nafas dalam, menyentuh pipi bocah nakal yang entah sudah sebanyak apa air matanya tumpah sejak kakeknya mati.Dan bertemu dengan orang tua yang baru kali ini datang, nyatanya, justru membuat Aji berdiri ketakutan di pojok dapur."Anak kecil nakal itu hal biasa, Aji," kuusap mata sembab Aji yang tergenang air, "yang tidak biasa itu, orang dewasa yang berteriak terlalu keras saat anaknya nakal, tapi, hanya berteriak dan tak melakukan apapun."Aku menunjukan senyum pada bocah yang menatap begitu lekat, mencerna tiap kata yang kuucap, "lagipula,

  • MENJADI ORANG KEDUA   226. JANGAN BENCI AKU

    'Aji...'Aku langsung berdiri dari tempatku duduk. Menatap bocah lelaki yang pandangannya pun tertuju padaku. Sementara tangannya menggenggam kuat celana panjang yang ia kenakan.Tubuhku bergerak lebih cepat dari otak. Menghampiri bocah yang berdiri mematung.Namun, saat langkah kakiku sudah dekat, ia berlari begitu saja. Melewatiku tanpa kata."Aji!" panggilku, "kamu tau Mbak tak bisa lari mengejarmu, bukan?"Bocah lelaki yang sudah membuka pintu itu berhenti. Menatapku.Sorot matanya ... 'kurasa aku bahkan menahan nafas tanpa kusadari.'Aji anak yang pintar, ia juga anak yang peka."Mbak ... apa Mbak benci padaku?"Ia bahkan terlihat menahan tangis. Sementara getar dalam suaranya seolah sembilu yang menusuk tepat pada jantungku yang masih keras berdetak. "Apa Mbak terlihat seperti orang yang membencimu, Aji?"Aji yang terus menatap, kuat memegang engsel pintu. Ia jadi sangat diam. Juga membisu. Meski aku yakin banyak yang sedang bocah nakal itu pikirkan."Jika jawabanmu tidak, ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status