**Bab 083 Rapat Tahunan 2**Ruangan kembali sunyi sejenak setelah pernyataan Vadim. Kata-katanya tidak menyudutkan secara langsung, tetapi cukup untuk membuat semua orang merenung.Cavero menatap Aldrich dengan ekspresi netral. "Saya ingin bertanya satu hal, Count Veraga. Jika selatan ingin diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri, strategi konkret apa yang Anda miliki untuk memastikan keadaan tidak akan terus seperti ini di tahun-tahun mendatang?"Aldrich terdiam. Ia jelas tidak menyangka pertanyaan itu akan langsung diarahkan kepadanya. Beberapa perwakilan selatan yang hadir tampak gelisah, menyadari bahwa jawaban yang diberikan bisa menentukan bagaimana mereka akan diperlakukan ke depannya.Laurent tersenyum tipis dan melirik Cavero. "Pertanyaan yang menarik. Jika selatan memang ingin mempertahankan otonominya, maka seharusnya ada solusi yang bisa mereka tawarkan. Saya kira kita semua di sini ingin mendengar itu."Aldrich menarik napas dalam. "Kami... kami sedang berupaya mening
**Bab 082 Rapat Tahunan**Tegang menyelimuti para bangsawan selatan seketika itu juga ketika Cavero akhirnya menunjuk giliran mereka untuk tampil bersuara setelah diam hampir di sepanjang rapat.Cavero menatap Aldrich dengan penuh perhatian. Jawaban yang diberikan perwakilan selatan barusan tidak lebih dari pengakuan terselubung bahwa mereka memang tidak memiliki kendali penuh atas wilayah mereka sendiri. Beberapa peserta rapat mulai berbisik satu sama lain, tetapi tidak ada yang secara langsung menanggapi. Hingga akhirnya, suara Laurent terdengar di ruangan."Rumit, ya?" Laurent mengulangi kata-kata Veraga dengan nada datar. "Saya kira itu adalah penjelasan yang paling sering kita dengar dari faksi selatan setiap tahunnya. Tapi mungkin kali ini Anda bisa menjelaskan lebih rinci, Count Aldrich Veraga. Apa yang sebenarnya terjadi di wilayah Anda? Apakah ada ancaman nyata, atau ini hanya sekadar masalah ketidakmampuan untuk mengelola para aristokrat di sana?"Beberapa kepala menoleh ke
**Bab 081 Dampak****Di barak para prajurit**''Yang benar saja...'' ujar Kevin dengan nada kesal, matanya menyapu ruangan yang terasa begitu berat oleh ketegangan.''Apa? Baru datang dan langsung mengeluh...'' sahut Saihan, nada suaranya tajam, tak kalah kesal.''Justru itu! Setelah sebulan penuh berkutat dengan dokumen yang tidak ada habisnya, akhirnya aku punya waktu untuk mengunjungi kalian. Tapi... apakah separah ini?''''Kau mau mengeluh?''Kevin menghela napas panjang, menekan emosinya yang mulai mendidih. ''Duchess menghilang tanpa jejak selama satu bulan, dan penyelidikan yang dilakukan Grand Duke hingga bersitegang dengan Margrave tetap tidak menemukan apa pun. Apa ini masuk akal? Sejak kapan kualitas kita menurun seperti ini?''---FLASHBACK satu minggu yang lalu**Rapat Tahunan Kerajaan **Di aula megah istana kerajaan Xipil, para bangsawan terkemuka telah berkumpul untuk menghadiri rapat tahunan. Meja besar yang melingkar di tengah ruangan diisi oleh perwakilan dari berba
**Bab 080 Kerja Sama**Siang itu, sinar matahari yang masuk melalui jendela besar ruang kerja Alwyn tidak cukup untuk menghangatkan suasana. Ketegangan memenuhi udara, seakan ruangan itu semakin sempit akibat amarah yang beradu."Tuan Alwyn!" suara Saihan meledak, penuh kemarahan. Ia berdiri di depan meja, tubuhnya menegang, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Jangan bercanda denganku!"Alwyn yang duduk di balik meja hanya mengangkat sebelah alisnya, tetap tenang menghadapi luapan emosi di hadapannya. "Apa aku tampak sedang bermain-main?" suaranya datar, tajam, dan tanpa keraguan."Aku tidak peduli jika Anda mengirimku ke mana pun," tukas Saihan cepat, nadanya penuh penolakan, "tapi kenapa harus bersamanya?"Alwyn menyandarkan punggungnya ke kursi, menautkan jemarinya di atas meja. "Karena dia tahu seluk-beluk Nauruan.""Aku juga!" sahut Saihan, suaranya meninggi. "Jangan lupa, aku lahir dan besar di Nauruan!""Di jalanan, Saihan Malaken." Alwyn menekankan namanya dengan nada
**Bab 079 Perasaan Hati**Dapur Manor Eldoria terasa sunyi meski api di perapian masih menyala redup. Aroma teh yang mulai mendingin bercampur dengan udara dingin yang menyelinap masuk dari celah jendela. Helena duduk diam di kursinya, jemarinya mengaduk perlahan cangkir teh yang sudah kehilangan uapnya. Matanya menatap kosong ke permukaan meja, pikirannya melayang entah ke mana.Saihan melangkah masuk dengan ekspresi datar, namun sorot matanya tajam. Ia bersedekap sambil bersandar pada ambang pintu, memperhatikan Helena yang tampak muram."Kau belum tidur sejak semalam," ujar Saihan akhirnya.Helena menghela napas panjang sebelum menjawab lirih, "Aku tidak bisa. Aku terus memikirkan Duchess. Dia pasti ketakutan..."Saihan menggerakkan bahunya sedikit, seolah menepis pemikiran itu. "Leah tidak akan mudah menyerah. Aku mengenalnya lebih lama daripada kalian semua. Dia akan bertahan."Helena mengangkat pandangannya, menatap Saihan penuh keraguan. "Aku ingin percaya itu. Tapi tiga minggu
**Bab 078 Tekad**Manor Eldoria – Ruang Kerja DukeMalam telah larut, tetapi Hugh masih berdiri di depan jendela besar ruang kerjanya, menatap hamparan salju yang perlahan menutupi halaman Manor Eldoria. Udara dingin merayap masuk melalui celah kecil di jendela, seakan mencerminkan kebekuan yang masih tersisa dalam dirinya. Di luar sana, Ash telah pergi, membawa serta beban kekhawatiran seorang ayah. Namun, tanggung jawab kini sepenuhnya berada di pundaknya.Ruang kerja yang biasanya teratur kini tampak kacau. Beberapa peta terbuka di meja, dokumen berserakan, dan lilin yang hampir habis terbakar menunjukkan berapa lama Hugh telah tenggelam dalam pikirannya. Api di perapian menyala redup, menciptakan bayangan samar di dinding batu yang dingin.Hugh mengambil salah satu lembaran peta yang terbuka di mejanya. Matanya menelusuri titik-titik yang terhubung, mencoba merangkai jejak yang menghilang. Dengan gerakan tegas, ia mulai menunjuk satu per satu kemungkinan, mengolah setiap potongan
**Bab 077 Kembali Ke Caihina**Lorong di Manor Eldoria terasa sunyi ketika Ash akhirnya menemukan Helena berdiri di dekat jendela besar, menatap langit malam yang kelam. Cahaya lilin dari dinding menerangi wajahnya yang terlihat tenang, tetapi Ash tahu ada beban berat yang disembunyikannya."Lady Helena," panggil Ash dengan suara lembut.Helena menoleh, sedikit terkejut. "Tuan Galina.""Ash, saja."Helena terdiam sesaat, seolah menimbang sesuatu sebelum menjawab. "Bagaimana saya akan memanggil begitu pada—""Lady Helena, putriku telah mengakuimu sebagai sosok pengganti ibunya. Aku tahu siapa putriku, dia tidak akan mengakui itu pada sembarangan orang."Helena tertegun. Tatapan Ash serius, penuh kehangatan seorang ayah yang menilai seseorang tidak hanya dari tindakan, tetapi juga dari hatinya."Aku sendiri pun memahami kenapa putriku bisa bersikap seperti itu padamu. Kau memang memberikan kenyamanan. Aku tidak tahu bagaimana Atthy melihatnya, tapi aku nyaman bersamamu."Helena menunduk
**Bab 076 Meyakinkan**Manor Eldoria – Ruang Perjamuan PribadiHawa dingin masih terasa meskipun api di perapian menyala terang. Dua pria duduk berhadapan, keduanya memancarkan aura yang tak bisa diabaikan. Ashton Galina, dengan ekspresi tegas dan bahunya yang menegang, menatap Vadim Griffith yang tetap duduk tenang, meski sorot matanya tajam dan tak kalah kuat.Sejenak, keduanya hanya diam, menakar satu sama lain dalam keheningan yang penuh ketegangan.“Bagaimana bisa hingga saat ini, tidak ada satu pun petunjuk tentang keberadaan putri saya?” tanya Ash akhirnya, suaranya terdengar berat dan dipenuhi kekecewaan. “Dengan kekuasaan sebesar ini, Anda ingin saya percaya bahwa Anda benar-benar tidak memiliki apa pun di tangan?”Vadim tetap tak bereaksi. Dia hanya mengambil cangkir teh di depannya, meniup uapnya sebentar, lalu menyeruputnya dengan tenang sebelum akhirnya menjawab, “Aku mengerti frustrasimu, Tuan Galina. Kau ingin jawaban cepat, seperti seorang ayah yang kehilangan putrinya
**Bab 075 Introspeksi**Ruang Rapat Manor EldoriaSalju yang terus turun di luar jendela membuat suasana di dalam ruangan terasa semakin dingin dan suram. Cahaya lampu minyak berpendar samar di dinding batu, menciptakan bayangan yang bergerak seiring api yang bergetar.Vadim Griffith duduk di kursinya, wajahnya tanpa ekspresi seperti patung marmer. Di hadapannya berdiri tiga orang: Helena, Alwyn, dan Saihan."Grand Duke," Alwyn akhirnya memecah keheningan, "kami harus membicarakan sesuatu yang penting."Vadim menatapnya sekilas, lalu menoleh ke arah Saihan dan Helena. "Bicaralah.""Tiga minggu sudah berlalu, tapi kita belum memiliki kepastian tentang keberadaan Duchess," ujar Saihan, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Tuan Ash jelas semakin tidak sabar. Dan Duke Hugh… kondisinya semakin buruk.""Aku tahu itu." Suara Vadim tetap datar."Tapi apakah Anda benar-benar menyadari dampaknya?" kali ini Helena yang angkat bicara. "Duke Hugh adalah pemimpin Skythia, tetapi dia juga seorang p