Share

Bab 5. POV Prabu

PoV Prabu

Aku selingkuh, iya memang. Tetapi aku tak bisa mengaku, setelah ketahuan oleh Vania di toko tempo hari. Pikiranku liar kemana-mana. Aliran darah semakin deras dan otakku berpikir keras. Bagaimana bila dia mengadu ke atasan di kampus kalau aku selingkuh, aku akan dipecat dan Vania menceraikan ku. Dia dengan kepala tegak akan mengusirku dari rumah mewah yang susah payah ku bangun. Aku harus mengambil cicilan juga buat bisa punya rumah yang nyaman. 

Awal nya biasa saja, aku memandang mahasiswaku. Namun saat istriku Vania diusia kandungan tujuh bulan, dia pendarahan. Masuk rumah sakit dan dirawat. Dokter berkata Vania harus bedrest dan tidak boleh berhubungan intim dulu. Saat itulah aku uring-uringan tidak mendapat jatah dari Vania. Dua bulan aku berpuasa darinya, ketika usia kandungan sembilan bulan aku memberanikan diri mengambil jatah batinku. Namun aku merasa tak berselera. Perut, leher, ketiak dan masih banyak lagi dari tubuh istriku berwarna hitam. Aku suruh dia membersihkan, namun dia berkilah itu bawaan bayi dan hormon karena kehamilannya, tidak hanya itu tubuh Vania juga bengkak. Dia masih ideal Ibu hamil, tetapi kaki nya bengkak dan wajahnya bengkak membuat aku semakin tak berselera dan dia hanya diam saja tidak gesit seperti dulu dalam melayaniku, membuat aku bosan karena dia sudah tak menarik lagi.

Mahasiswaku bernama Marsya sangat menarik perhatianku, tubuh mungilnya begitu enak dipeluk, rambut sebahunya beserta alis mata tebal, yang membuatku suka bila dia tersenyum lesung pipinya menghanyutkan ku mirip artis bollywood. Belum lagi kulit putih bersihnya serta glowing membuat liurku menetes, aku ingin mencicipi tubuhnya dan merangkak naik diatasnya. 

Pikiran nakal ini terus menghantuiku, manakala kudengar suara Marsya mahasiswa Fakultas Teknik di universitas yang mencetak guru terbaik di kota kami. Suaranya mendayu dayu, aku sangat suka suaranya. Ku beranikan berbicara padanya.

"Marsya, kamu pegang dulu tugas yang saya berikan." 

"Iya, Pak," katanya sambil tertunduk, darahku kian berdesir. Aku mengulas senyum untuknya. 

Malamnya aku memberanikan diri menghubunginya, dia membalas pesanku, sehingga aku merasa muda kembali. Aku merasa berbunga seperti jatuh cinta pada Marsya yang menarik dan berkulit putih. Tidak seperti istriku yang kulitnya hitam dimana-mana karena pengaruh hormon kehamilan dan badannya bengkak. 

Hari hari mengajar merasa membahagiakan, aku akan memandangi Marsya jika aku masuk mata kuliahnya. Kamipun semakin dekat dan dia juga suka curhat denganku. Aku pergi belanja, karoke-an dan makan bersamanya layaknya orang pacaran. Dia sama sekali tak menolak bahkan merasa nyaman. Aku bagai hidup kembali mencintai wanita yang lebih muda tiga belas tahun dariku. Marsya masih 20 tahun, segar dan cantik. Sementara Vania sudah mulai menua, ku nikahi dia usia 25 tahun. Sekarang kami memiliki anak dan usianya baru 27 tahun namun dia sudah nampak tua di mataku. 

Aku memberanikan diri menyewa hotel, aku sudah tak tahan lagi. Saat usia anak kami dua bulan aku dan Marsya memadu kasih. Sudah cukup kuberi Marsya kebahagiaan, kini dia harus membuktikan cintanya padaku dengan melayaniku. Dia sama sekali tak menolak dan dia bercerita kisah masa lalunya dengan kekasihnya saat SMA, Marsya sudah tak perawan saat aku menggaulinya. Aku tak peduli yang penting aku puas padanya. Dia sangat menarik dan bisa memuaskan ku. 

Namun saat Marsya mengajakku ke sebuah toko, katanya toko itu terkenal murah dan menjual berbagai hijab, gamis, celana kulot, kemeja wanita dan lain-lain. Marsya ingin belanja dan borong, dia merengek padaku. Aku sudah cukup lama bersamanya jadi ku turuti maunya dan melupakan Vania, karena servis yang diberikan Marsya sungguh baik, aku kewalahan bahkan melayaninya sehingga tak berselera lagi pada istriku Vania. 

Mataku membola saat kepergok Vania, aku ketahuan selingkuh dengan mahasiswaku sendiri. Aku merasa takut saat itu sehingga aku berbohong. Kuharap keadaan membaik namun sepertinya Vania marah besar. Dia sudah mulai curiga namun aku tak bisa meninggalkan Marsya. Aku akhirnya membeli ponsel baru agar lebih memiliki privasi bersama Marsya. 

Saat ini aku sedang dalam kamar mandi, aku mengambil handuk karena sudah selesai mandi. Aku sengaja tidak masuk karena jam kosong. Dan aku lagi stress memikirkan nasibku ke depan sehingga aku perlu sendiri. 

Saat keluar kamar Mandi, kulihat Vania sudah di rumah dan dia sedang memegang gawaiku. 

"Vania!" Teriakku tak suka, istriku itu terkejut dan menatapku penuh benci. Perasaanku menjadi gusar. Bagaimana bila Vania tahu semua ke busukanku menghianati nya. Aku mencoba menutupi dan menguapkan masalah sepertinya berhasil, sekarang dia memegang gawaiku dan sudah membacanya. 

"Nggak tahu diri kamu, Van. Berani kamu baca isi pesanku!" kataku sengit mendatanginya, dia melotot dan dia meraih tasnya berusaha berlari dariku membawa gawaiku. 

Aku ketakutan, bagaimana bila dia memberitahu semua orang, reputasi ku sebagai Dosen terbaik akan hancur. Aku bersegera menarik hijabnya dan berusaha mengambil gawaiku, 

"Lepaskan aku!" teriaknya saat aku dan dia sama sama tarik menarik gawai itu. Hingga ponsel itu jatuh ke lantai dan dengan sigap aku mengambilnya. 

"Mas. Aku gak sangka kamu berkhianat seperti ini. Kemarin kamu minta maaf dan ternyata itu bohong. Kamu masih bersama wanita itu di belakangku!" sentaknya marah, dia memukuli dadaku dan berusaha mengambil gawai itu. Aku merasa kesal dengan kemarahan besar aku ingin menamparnya. 

"Pukul. Pukul aku, Mas. Sekali kamu layangkan tanganmu maka aku pastikan penjara tempatmu!" hardiknya marah, nyaliku menciut. Aku meraih tangannya berupaya menenangkan nya. 

"Vania, ini gak seperti yang kamu lihat, semua salah paham," dustaku padanya, aku tak akan mengakui perselingkuhan ini karena reputasi ku dipertaruhkan di sini. 

"Dasar pendusta, bajing*n kamu. Aku lihat isi chat di gawai itu, berikan itu padaku. Aku mau lihat perbuatan tercela kamu dan wanita itu ponsel mu!" katanya mengguncang-guncang diriku. 

"Ikut aku!" Aku menariknya ke dapur. Vania tak mau namun dengan kasar kutarik tubuhnya. Kuambil palu dan ku pecahkan gawaiku itu di mana ada bukti chat mesra dan photo intim kami disana. 

Vania membelalak kan mata tak terima saat gawai itu ku hancurkan. 

"Apa yang kamu lakukan , Mas?" tanya nya histeris. Tangannya sudah kulepaskan dan aku mengulas senyum saat gawai itu sudah rusak. 

"Aku hancurkan supaya kita tak bertengkar, sudahlah itu cuma salah paham, Vania." Aku berusaha membuatnya tenang. Tetapi menatapku sengit, dilayangkannya tamparan keras ke wajah ku. Aku terkejut karena aksi tiba-tiba darinya.

Plak!

Aku meringis menatap dirinya.

"Vania. Berani kamu pukul suamimu, Ha!" bentakku marah, wajahnya sama sekali tidak takut melihatku. 

"Kau seorang pendidik, namun kamu mencoreng reputasi mu sendiri. Aku tak sangka kamu se-culas ini." 

"Vania, mari kita lupakan, aku janji tidak ada Marsya lagi. Mohon maaf kan aku, Van!" Aku memohon padanya kuambil tangannya buat dipegang, entah benar apa tidak tetapi aku tak siap kehilangan pekerjaan dan rumahku. Dia menepis dan mencebik kesal. 

"Aku akan mendaftarkan perceraian!" 

"Tidak bisa, Van. Kalau seperti itu akulah pemilik rumah ini!" tegas ku padanya. 

"Ini tanah Bapakku!" 

"Tetapi membangunnya pakai uangku!" 

"Aku akan buktikan kamu selingkuh, Mas!" 

Aku menarik sudut bibirku, satu bukti hilang dan dengan cara apa Vania membuktikannya, aku tak akan mengalah pada nya. 

"Silahkan, Vania. Kamu tak ada bukti kalau aku selingkuh," tegas ku padanya. Dia semakin membenciku. 

"Spada … Ada di rumah, Mas." Sebuah suara mengagetkan kami, aku dan Vania berbegas ke depan sebelumnya kupakai celanaku karena aku barusan selesai mandi. 

Ketika Vania membuka pintu, aku dan dia terkejut.

"Marsya!"

Bersambung. 

TBC.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status