Share

MENOLAK UNTUK RUJUK
MENOLAK UNTUK RUJUK
Penulis: Puspita

Penyiksaan lagi

MENOLAK UNTUK RUJUK

Meja itu bergetar setelah digebrak  ib-lis dengan rupa yang sangat tampan. Dia juga melempar apa saja yang berada dalam jangkauannya. Dia memang pantas disebut seperti itu, seorang manusia tapi berhati kejam.

"Jangan coba-coba kamu menolak, Rina! Kamu adalah milikku, jadi sebaiknya kamu menurut!" teriak mas Anwar memekakkan telinga.

Dia berteriak seperti kesetanan, begitulah jika aku menolak melayani hasr*tnya untuk menikmati tubuh ini. Beberapa lebam di bagian tubuhku masih belum hilang. Bekas cambukan di punggung juga masih terasa perih. Sekarang dia ingin melakukannya lagi. 

Aku hanya bisa menangis meratap meringkuk di sudut kamar. Penolakan yang kulakukan membuat tubuh ini merasakan sakitnya tendangan kaki besar miliknya.

"Sudah begitu banyak uang yang kuberikan pada keluargamu! Jadi sudah menjadi kewajiban bagimu untuk menuruti semua keinginanku!" bentaknya. Mas Anwar mendekat dengan membawa seutas tali. 

"Jangan, Mas. Kumohon." Kembali aku meratap, berharap dia akan iba. Namun, semua itu terasa percuma. Lelaki itu terus mendekat, mengangkat tubuhku dan membantingnya di ranjang. 

Bibirku tak henti memohon padanya, menggelengkan kepala dengan uraian air mata, berharap ada sedikit rasa kasian untuk diri ini.

Lelaki yang lebih pantas disebut ib-lis itu mengikat tangan dan menyumpal mulutku dengan sapu tangan kemudian dia melepas sabuk yang dikenakannya. Aku terus menggeleng, wajah ini sudah basah dengan air mata, dan itu semakin membuatnya berga-irah.

"Tenanglah, Sayang. Nikmati saja semuanya," katanya sambil mulai mencambuk tubuh ringkih ini.

Entah berapa lama lelaki yang dulu kucintai itu melakukannya, aku tak pernah tahu, karena aku selalu tak sadarkan diri ketika semua sudah selesai. Hanya tinggal kesakitan yang kurasakan.

Tubuhku meringkuk di ranjang, kembali hanya bisa menangis pilu, bukan hanya ragaku, hati ini juga terasa nyeri saat meraba perut yang masih datar.

 

Apa kamu baik-baik saja, Sayang? Semoga kamu bisa bertahan, jika kamu ingin pergi, maka ajaklah bunda sekalian.

*****

Aku memang dijodohkan oleh Bapak sejak pertengahan semester akhir kelas tiga SMA. Seminggu setelah acara kelulusan, diri ini resmi menikah dengan lelaki pilihan Bapak. Mengubur dalam-dalam cita-cita yang ingin menjadi seorang pendidik demi baktiku kepada orang tua.

Awalnya aku sangat bahagia, ternyata Bapak tidak salah pilih, lelaki pilihannya begitu sabar dan pengertian hingga membuatku jatuh cinta.

Dialah lelaki pertama yang kucintai. Itu karena ayah selalu melarang untuk berpacaran bahkan berteman dengan seorang lelaki pun tak boleh, membuatku selalu diejek habis-habisan oleh teman-teman.

"Eh! Jangan dekat-dekat dengan, Rina. Nanti Bapaknya marah."

*****

Kasih sayangnya membuat luluh, aku benar-benar merasakan indahnya jatuh cinta dalam ikatan suci. Namun, semua kebahagiaan itu tidak bertahan lama. 

Mas Anwar yang hobi balapan dengan motor trail, akhir-akhir ini sering pulang dengan keadaan mabuk, bahkan tak jarang dia membawa teman wanitanya pulang.

Semampuku mencoba untuk bertahan demi nyawa yang masih kuat bertahan di perut walau sering mengalami kesakitan.

*****

"Hai, ayo bangun. Kamu baik-baik saja kan, Sayang?" tanyanya ketika melihatku yang masih meringkuk di kasur.

Lelaki yang masih memakai handuk itu hendak mengangkat diri ini, membuatku gegas bangkit dengan tubuh bergetar. 

"Aku ... aku akan mandi sendiri," ucapku lirih. Setelah itu dengan perlahan melangkah menuju kamar mandi. Jujur aku takut membangkitkan gairahnya lagi jika sampai kulit kami bersentuhan.

"Sini tak gendong biar lekas sampai," tawarnya yang malah membuatku bergidik.

Lelaki itu sudah melangkah mendekat. "Aku bisa sendiri, Mas. Bersiaplah, nanti kesiangan. Aku baik-baik saja." 

Ku paksakan bibir ini tersenyum semanis mungkin. Jangan sampai membuat nafs*nya bangkit lagi, tubuhku tak akan mampu menahannya.

"Istri pintar," pujinya sambil sekilas mencium bibir ini. Mataku terpejam bukan karena menikmati, tapi karena rasa takut.

"Lekas mandi, kamu bau kecut," candanya. 

Dulu saat awal menikah, aku sangat bahagia dengan candaan-candaan kecilnya itu. Namun, sekarang semua itu terasa menakutkan.

****

Masih jam sepuluh pagi saat kudengar suara mas Anwar memanggil.

"Rin!" teriaknya selalu memekikkan telinga. Aku yang sedang di taman belakang berlari terseok-seok mendatanginya.

"Rin! Kemana wanita bodoh itu?!" teriaknya lagi.

"Iya, Mas. Maaf tadi aku sedang di taman belakang." 

"Lama amat! Ambilkan map yang bersampul biru di lemari, cepat!" bentaknya hingga membuatku berjingkat. 

Tanpa membuang waktu, segera aku beranjak untuk mengambil map yang diminta olehnya.

"Cepat, Rin! Dasar perempuan tak berguna!" Kembali dia mengumpat sambil berteriak.

"Iya, Mas," sahutku agar dia berhenti berteriak.

Karena tergesa-gesa, kakiku pun tersandung, tubuh ini limbung dengan posisi telungkup. 

"Auh!" 

Mas Anwar menghampiri diri ini setelah aku menjerit.

"Astaga ... Rina! Ceroboh amat sih jadi orang!" bentaknya. Mas Anwar mengambil map yang masih di tanganku, kemudian mengangkat tubuh ini dengan cara menarik satu lengan saja.

"Semakin hari kamu semakin tak berguna saja! Hah!" hardiknya lalu meninggalkanku.

Aku menangis sambil memegang perut yang terasa nyeri. Melangkah tertatih memasuki kamar. Kembali tetesan bening ini membasahi pipi ikut meratapi nasib.

*****

Saat hendak memejamkan mata, ponsel yang tergeletak di meja berdering. Terlihat 'my husband' sedang memanggil. 

Ada yang nyeri di ulu hati, bibir ini tersenyum kecut memandang nama yang tertulis untuk daftar nomernya di ponselku. Gegas aku mengangkatnya, sebelum benda pipih itu kembali berdering kembali.

"Rin, maafkan mas, ya" pintanya saat panggilan sudah tersambung.

"Kalau badanmu sakit, istirahat saja. Gak usah melakukan apa-apa, nanti malam makan diluar aja, ya" katanya lagi penuh perhatian.

"I-iya, Mas" jawabku yang masih terisak.

"Hai, jangan menangis lagi. Diam lah, Sayang. Diam!" bentaknya sebelum memutuskan panggilan begitu saja. Membuat tangisanku kembali pecah.

Apa kamu masih mau bertahan, Sayang? Bunda tidak akan menahan jika kamu ingin pergi, tapi tolong bawa bunda sekalian.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Bisanya cuma nangis doank lapor ke kantor polisi goblok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status