Share

Cuma Ozan

Author: El Baarish
last update Last Updated: 2025-06-07 11:57:43

Seleb 4

.

Aku baru keluar dari kamar setelah mandi pagi. Namun, kulihat Ozan membuat beberapa gerakan dan berbisik pada Adel yang sedang live. Terlihat Adel hanya melihat sekilas, tanpa peduli.

Ozan tak mau suaranya malah terekam live Adel, sebab itu ia hanya mengisyaratkan dengan gerakannya dan menunjukkan pada kakaknya itu.

Ia malah asik dengan live jualannya.

"Harganya cuma 60 ribuan, buaruan di co ya. Kapan lagi dapat harga murah, gais, khusus di room live aku ya. Setelah live, harga balik ke normal."

Adel malah masih terus mempromosikan barang-barang yang dijualnya melalui live. Entahlah dengan Adel, entah berapa pendapatannya sehari dari live itu hingga ia mengabaikan Ozan yang mau ngomong sama dia.

Ozan pasrah, terlihat ia yang menghembuskan napas lelah.

"Kenapa, Zan?" tanyaku.

Hari ini Sabtu, Ozan libur kuliah. Bang Fahri juga libur kerja, tapi ia tak di rumah. Bang Fahri ke sawah, karena ingin membersihkan rumput liar di sawah agar tak mengganggu padi yang sedang hijau.

"Ribut kali lah, Kak. Lagi belajarnya aku." Ozan mengeluh tak bisa fokus belajar karena Adel lagi live, teriak teriak dan itu cukup mengganggu.

Ozan satu-satunya dari keluarga suami yang bisa kuliah. Ia kuliah keperawatan karena mendapat beasiswa. Diantara empat adik beradik itu, kata Bang Fahri, cuma Ozan yang paling pintar bidang akademik.

Aku melihat ke arah Adel, tampak ia mengembuskan napas kasar lewat mulutnya. Terlihat sangat kesal mungkin.

Kemudian ia mendekat pada kami, sepertinya ia menjeda livenya untuk sesaat.

"Kenapa sih, Zan, hah?" ketus Adel kesal.

"Mau belajarnya aku, Kak. Bisa kau pelankan sedikit?" pinta Ozan baik-baik.

"Banyak ba cot lah kau ini, belajar ya belajar lah sana. Ngapa pula kau ganggu aku cari nafkah. Memanglah aku ribut di sini. Lagi berjuangnya aku buat bikin studio sendiri. Parah lah memang keluarga ini, gak ada pula yang dukung aku."

Aku menggeleng mendengar Adel yang emosi dan bahkan omelannya sudah ke mana-mana. Padahal Ozan hanya meminta agar suaranya sedikit pelan karena sedang belajar di dalam kamar.

Kata Bang Fahri, sebentar lagi Ozan akan sidang skripsi, jadi mungkin ia sedang belajar untuk mempersiapkan itu atau sedang belajar untuk tes tes lainnya sebelum sidang.

Namun, Adel dengan egoisnya malah mementingkan diri sendiri.

Aku menatap Ozan. Kasihan pula aku lihat dia.

Rumah ini termasuk besar untuk seukuran orang desa, ada empat kamar. Satu kamar aku dan suami, satu kamar lagi Adel dan suaminya, satu untuk ibu, dan satunya lagi untuk Ozan. Sehingga Adel hanya bisa live di ruang tengah, jadi suaranya ribut ke mana-mana. Mungkin kalau di kamar bisa sedikit tertahan suaranya karena pintu tertutup.

Lelaki itu menghembuskan napas untuk sesaat. Aku menatap Ozan seolah memberi kode agar ia yang mengalah. Tak diberi kode pun, aku yakin ia akan mengalah. 

"Belajar di ayunan aja, Zan," kataku. Semata hanya agar mereka tak ribut. Malas juga aku menghadapi sikap Adel.

"Nanti aku buatkan kue," kataku.

Ia mengangguk setuju. Setuju atau tidak, ia tetap harus pindah tempat biar fokus.

Ozan masuk kamar, dan mengambil beberapa buku serta laptop yang ia perlukan. Kemudian kulihat ia pergi ke belakang rumah, di sana ada ayunan yang diikat Bang Fahri dari pohon ke pohon. Ada juga semacam gazebo sederhana bikinan Bang Fahri.

Yang penting bisa duduk dan ada atapnya untuk melindungi dari sinar matahari.

Tinggallah aku dan Adel. Ia tampak menatap kesal padaku. Entahlah kok rasanya dia benci kali sama aku ya?

Rasa tak sukanya jadi makin bertambah saat aku menghalangi dan menghentikan keinginannya untuk menjadikan Ibu seperti babu.

Seperti pagi tadi.

"Bu, sekalian ya." Adel cengengesan sambil menatap Ibu. Di tangannya ada seember pakaian kotor.

Aku yang sedang nyuci sama Ibu jadi geram melihatnya.

"Cuci sendiri," kataku saat Adel akan memasukkan pakaiannya ke mesin cuci.

"Mamak mending mandi, Mak, buat jualan es tebu. Biar Shela yang lanjutkan ini." Aku berkata pada Ibu.

Ibu menuruti kataku, langsung mandi. Lagian sisa bajunya tidak banyak. Pun aku kasihan karena dia udah tua.

Eh, si Adel malah datang-datang dan langsung masukin pakaian dia dan suami ke mesin.

Langsung saja kuambil pakaiannya dan memasukkan kembali ke ember.

"Miara ayam dapatlah telor, dapatlah anak ayam. Nah, miara malas dapat apa?" sentakku pada Adel yang langsung masam mukanya.

"Jangan mentang-mentang kau ya. Cuciin sekalian! Aku sibuk mau cari duit!"

"Cuci sendiri! Sorry bukan laundry!" kataku seraya melempar pakaian itu ke dekat kakinya. Enak aja.

Adel melotot sambil giginya dirapatkan. Memangnya aku takut? Emangnya cuma dia yang punya gigi?

Ozan aja yang laki-laki, nyuci baju sendiri dia. Tadi pagi-pagi banget dia nyuci dan udah dijemur. Nah, ini betina satu ini malasnya minta ampun.

Nyuci malas, masak malas, bersih-bersih juga malas. Dan alasan untuk itu semua adalah live, cari duit.

Akhirnya Adel nyuci sendiri, sambil mendumel sambil merepet, sambil mungkin membayangkan pakaian yang digiling di mesin adalah mukaku. Terserah!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Bab 10

    Seleb 10."Ini sarungnya, Bang." Aku menyiapkan sarung beserta baju koko untuk Bang Fahri. Aku sendiri sudah siap dengan gamis dan bergo seperti yang biasa kupakai."Iya," sahut suamiku seraya memakaikan sarungnya.Malam ini, di rumah ada acara tahlilan tahunan untuk mengenang kepergian Bapak. Nanti akan ada Ustadz yang memimpin doa bersama. Kami juga sudah menyediakan nasi berkat yang dimasak siang tadi.Aku dan Bang Fahri keluar setelah siap. Beberapa orang sudah berkumpul di tikar yang kami gelar. Hanya menunggu ustad pemimpin doa yang belum datang.Aku menatap Bang Fahri saat melihat Mayra dan Adel yang pakaiannya terlihat tak sopan di acara agamis seperti ini. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran mereka. Apa mereka memang gak terlalu memikirkan adab atau terlalu bablas stylenya.Adel mengenakan celana jeans robek robek yang ketat banget di kaki jenjangnya. Ia memadukan dengan kemeja yang dimasukin ke dalam celana. Jilbabnya dipakai, tapi gak dipentulin, cuma dipakai gitu aja d

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Bab 9

    Seleb 9."Wah, Adel, barang baru kau ya?" seru Mayra saat baru sampai di rumah Ibu dan melihat sudut kecil tempat Adel biasa live.Saat itu aku sedang berada di kamar, tapi bisa mendengar obrolan mereka. Aku sengaja keluar keluar untuk menyapa Mayra, dan anaknya. Juga ingin mendengar apa selanjutnya yang mereka obrolkan.Terkadang bagiku, obrolan mereka bisa jadi lelucon. Tentang bagaimana mereka saling menunjukkan viewer, follower, dan konten-konten yang fyp menurut mereka.Lucu juga kalau lagi liat mereka ngonten. Saling adu keestetikan. Apalagi saat mereka saling berbagi pengalaman untuk mengambangkan konten, yang terkadang bagiku tersakiti kurang tepat dan lucu."Iya, Kak," kata Adel sambil cengengesan.Masih kuingat saat kemarin barangnya sampai. Adel berteriak kesenangan karena tripod yang kuberikan model kokoh dan punya kaki tiga. Duh, udah kek larutan penyegar aja ya, kaki tiga.Ya begitulah, aku juga memberikannya soft box biar pencahayaannya bagus, dan lebih meningkatkan ku

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Bab 8

    Seleb 8.Aku keluar dari kamar, seperti uring-uringan bolak balik dari ruang tengah, teras, dan ke kamar. Gak biasanya sinyal seperti lumpuh total, padahal sejak lama aku sudah pakai provider yang bisa dibilang paling kuat sinyalnya. Aku berkali-kali berdecak kesal karena harus mengecek beberapa data di ponsel ini, juga harus mengirimkan beberapa keperluan lainnya untuk orang lain. Namun, karena masalah sinyal, jadi terhambat.Ah, menyebalkan sekali. Padahal sejak awal menikah, aku sudah bertanya pada Bang Fahri mengenai sinyal di rumahnya. Bagus katanya.Aku kembali ke teras, dan menarik salah satu kursi. Bahkan aku tak peduli pada Adel yang sedang sibuk mereview salah satu produk bodycare lokal yang sangat terkenal, juga sangat terkenal suka bagiin sampel dan memakai jasa endorse seleb pemula yang memerlukan dukungan.Aku menjauh dari Adel, karena gak mau ribut, masih pagi."Pasti iPhone bekas kan?" Tiba-tiba aku menoleh pada Adel. Lalu, menatap ponsel yang kini kupegang. Mungkin

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Bab 7

    Seleb 7."Ma, Adek mau es krim lah," rengek Naufal, bocah kelas satu SD itu pada ibunya. Naufal anak pertama Mayra, masih sendirian, belum nambah adek dia.Hari ini Mayra, adik pertama dari Bang Fahri berkunjung ke rumah. Ini kali kedua aku melihat wajahnya setelah waktu itu datang ke acara akad."Halah, gak usah lah. Kau lagi pilek itu," tolak Mayra.Di desa ini masih ada yang jualan es krim keliling. Sebab itu, Naufal merengek karena ada anak tetangga yang beli. Jadi, gerobak es krim khas kampung itu berhenti di dekat rumah."Gak lah, Ma. Udah sembuh Adek," bantah anak itu, tetap kekeuh pengen es krim."Sana minta sama nenek! Mama gak ada pula duit pecah," kata Mayra.Aku bahkan geleng kepala melihat Mayra. Bisa-bisanya ia pelit gitu ke anak. Palingan harga es krim cuma dua ribuan untuk anak-anak, atau lima ribu kalau pake roti.Bukannya dibeliin, malah disuruh minta sama Ibu yang sedang jualan es tebu.Aku masuk kamar dan mengambil uang lima belas ribu. Kemudian memberikannya untu

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Pelit

    Seleb 7."Ma, Adek mau es krim lah," rengek Naufal, bocah kelas satu SD itu pada ibunya. Naufal anak pertama Mayra, masih sendirian, belum nambah adek dia.Hari ini Mayra, adik pertama dari Bang Fahri berkunjung ke rumah. Ini kali kedua aku melihat wajahnya setelah waktu itu datang ke acara akad."Halah, gak usah lah. Kau lagi pilek itu," tolak Mayra.Di desa ini masih ada yang jualan es krim keliling. Sebab itu, Naufal merengek karena ada anak tetangga yang beli. Jadi, gerobak es krim khas kampung itu berhenti di dekat rumah."Gak lah, Ma. Udah sembuh Adek," bantah anak itu, tetap kekeuh pengen es krim."Sana minta sama nenek! Mama gak ada pula duit pecah," kata Mayra.Aku bahkan geleng kepala melihat Mayra. Bisa-bisanya ia pelit gitu ke anak. Palingan harga es krim cuma dua ribuan untuk anak-anak, atau lima ribu kalau pake roti.Bukannya dibeliin, malah disuruh minta sama Ibu yang sedang jualan es tebu.Aku masuk kamar dan mengambil uang lima belas ribu. Kemudian memberikannya untu

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Sampel Gratis

    Seleb 6."Maaaak, apa ini apa ini?" Mata Adel membeliak saat menerima sebuah paket dari kang kurir."Lah mana kutau, itu punya kau!" kata Ibu."Beneran? Cubit aku, Mak. Cubit aku," kata Adel pada Ibu yang kini berada di sampingnya.Sudah tak heran lagi kalau di rumah ini sering diisi dengan teriakan Adel, katanya live memang harus seru dan gokil biar gak pada pindah lapak.Kadang aku merasa dia terlalu heboh dengan teriak-teriak. Kadang emang udah kayak itu tuh, neriakin monyet yang lagi nyolong mangga tetangga.Apa harus serame itu untuk live? Entahlah.Aku pernah juga ngepoin livenya, yang nonton cuma sekitar lima puluhan. Entah mereka co semua atau tidak. Belum berani kutanyakan ke Adel.Ibu pun mencubit pipi Adel atas perintahnya, ia pun meringis kesakitan."Maaaak sakit, pen nangis.""Ya nangis aja lah kau. Suruh nyubit sendiri, habis tu bilang sakit sendiri. Lama-lama kau makin sarap kau gini, Nak." Ibu mendumel panjang lebar, lalu ia kembali ke tempat jualan es tebu."Gak mimp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status