Share

4 motor

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-07-14 16:18:14

Pukul lima sore motor suamiku membunyikan klaksonnya di depan rumah, ibu memberiku isyarat agar membuka pintu dan menyambut mereka. Sebenarnya malas bertemu kedua ibu anak itu tapi karena aku masih terikat hubungan, jadi mau tak mau.

"Assalamualaikum," sapa suamiku di depan pintu, aku yang masih kesal tak mau menatap matanya.

"Walaikum salam, silakan masuk," jawabku dingin.

"Ada apa orang tuamu meminta kami kemari?" tanya ibu mertua dengan raut sangar.

"Orang tuaku ingin bertemu Mas Dirga, bukan Ibu," jawabku.

"Kalian mau marahi anakku? aku gak akan membiarkan itu," desisnya.

Aku masuk ke ruang tengah dan memberi tahu ayah kalau keluarga suami sudah datang, tanpa menunggu lama ayah langsung menuju ke ruang tamu dan menemui Mas Dirga.

"Saya tak mau berbelit-belit, saya ingin bertanya kenapa kamu lancang sekali memukul anakku, apa salahnya dia?!"

tanya Bapak dengan tegas dan wajah serius.

Wanita itu terlihat diam, menunduk lalu berkata,

"Anu ... anakmu itu dia bikin salah paham saja," jawabnya dengan senyum palsu.

"Salah paham apa? Apa dia mengadu domba orang?!"

"Bukan, itu ...."

"Cuma karena uang belanja?!" Ayah langsung membentak Ibu Lina dengan keras.

"Maaf Pak, sebenarnya ini hanya masalah saya dan istri saya," ungkap Mas Dirga bangun dan menyela.

Plak!

Ayah langsung membalas pukulan yang diberikan ibu mertua padaku kau aja Mas Dirga. Tentu saja wanita tua yang cerewet itu langsung berdiri dan menjerit tidak terima.

"Apa-apaan ini?!"

"Aku hanya membayar pukulanmu pada putriku. Jika kau tidak suka maka perasaanku juga sama."

Ayah melotot ibu mertua berteriak dan Mas Dirga hanya bisa memegangi pipinya.

"Begini, sebentar ... kita sudah menikahkan mereka, alangkah baiknya jika dibiarkan mereka saja yang atur masalah rumah tangganya sendiri," ucap Ibu pelan, berusaha menyela pertengkaran panas itu.

"Ya, wajar kan, kalo anakku ngasih uang belanja buat emaknya, kalian gak bisa mencegah," ucap Ibu Lina membela diri.

"Wajar, tapi anak dan istri harus disejahterakan, sandang, papan, dan pangan, juga kasih sayang, bukan hanya dijatah 800 ribu, lalu selesailah sudah!"

"Kalian melarangku ikut campur, tapi kalian juga ikut campur, tahukah, kalian perbuatan seperti ini keterlaluan ...."

"Kalo begini ceraikan anakku, aku masih bisa beri dia makan, tak perlu mengandalkan keluarga kalian yang perhitungan!"

"Oke, siapa takut!"

Pertengkaran ibu mertua dan ayah membuat suasana gaduh dan membuat ibu bingung dan panik.

"Tenang, bukan begitu, saya tak mau ada perceraian, kami mengundang Dirga ke sini untuk mendiskusikan agar semuanya baik baik saja," sela ibu yang sudah merasa ini di luar rencana.

"Apa yang mau dibenahi kalau kalian juga membuat pertemuan ini jadi pertengkaran, aku pergi saja," ucap Ibu mertua mulai melancarkan drama.

"Berdialog dengan ibu Lina saja dengan mengundang jalan buntu," jawab Bapak tidak kalah sengitnya.

"Aku kasihan sekali pada anakku yang harus berurusan dengan wanita dan keluarganya yang kekanak-kanakan seperti itu," sungut ibu mertua sambil mengambil sandalnya.

"Anakku juga Malang karena seumur hidup tidak pernah dipukul, ia harus menerima gamparan dari ibu mertuanya, lihat wajahnya sampai membiru seperti ini, kalau saya mau membawa ini ke kantor polisi maka Anda akan ditahan dengan tuduhan penganiayaan," ancam Ayah tanpa ragu sama sekali.

"Keterlaluan sekali ...." wanita itu menghentakkan kakinya dengan kencang dan langsung berjalan cepat meninggalkan rumah ini.

Suamiku yang panik melihat ibunya pergi berniat untuk bangun dan menyusulnya namun Ayah menahan langkah Mas Dirga dengan tarikan di lengannya.

"Dirga bagaimana denganmu, apa kau akan menuruti Ibumu dan mencampakkan putriku?"

"Tidak Pak, dia istri saya dan Saya mencintainya, begitupun anak saya tidak bisa berpisah dari fais," jawab Mas Dirga pelan.

"Lalu Kenapa kamu pelit sekali pada istrimu?"

"Itu ... ibu yang mengatur segalanya," jawabnya lirih.

"Lalu kenapa kamu tidak bisa tegas untuk membagi uangmu sendiri?!"

"Aku tidak bisa Pak, wanita itu yang sudah berjuang untuk kesuksesanku hingga hari ini, aku tidak bisa menikahi Mariana tanpa restu darinya, aku juga tidak bisa seperti ini tanpa doa dari ibu. Rasanya tak tega jika aku harus mengambil keputusan dan membatasi uang yang akan diambil dari gajiku," balasnya dengan wajah penuh dilema.

"Kalau begitu pergilah ke ketek Ibumu dan jika kau membutuhkan apa-apa jangan cari Mariana, langsung saja dengan ibumu! Kau tahu, aku juga ingin anakku dibahagiakan," jawabnya dengan tegasnya.

"Baik, Pak, saya janji untuk bicara dengan ibu, tapi tolong, biarkan saya membawa Mariana pulang," punya dengan suara rendah.

"Aku tak bisa mengambil keputusan itu," jawab ayah.

"Kamu tidak mau ikut pulang denganku Mariana?" tanyanya dengan ekspresi berharap.

"Aku ingin istirahat dan diam di rumah Ibuku. Lagipula kau juga terlalu membutuhkanku pakaian dan makananmu sudah disiapkan oleh ibumu sendiri, jadi untuk apa aku berusaha jika tidak kau hargai?"

Suamiku nampak menghela nafas pelan sambil mendecak kecil lalu menggarukkan kepalanya bingung.

"Apa keputusanmu, kau ubah pola pegaturanmu atau kau tinggalkan saja anakku," ucap ayah tegas, beliau menyimak semua percakapan kami.

"Tidak Pak, saya janji saya akan berubah, lagipula saya berhak untuk kesempatan kedua kan, Pak?"

"Iya, seseorang berhak diberi kesempatan dan memperbaiki diri, tapi aku peringatkan jika kau membuat Mariana menangis lagi, maka aku bersumpah kau tidak akan bisa menemuinya lagi!"

"I-iya, Pak saya janji."

"Baiklah, aku akan serahkan kepada anakku, dia mau pulang atau tidak denganmu hari ini itu terserah padanya," ucap Bapak sambil melirik ke arahku lalu meninggalkan ruang tamu.

Mas dirga yang sejak tadi gentar dengan kemarahan Bapak langsung mendekat dan meraih tanganku.

"Kamu kenapa sih, harus mengadu pada orang tuamu dan sampai datang ke sini? lihat kan urusannya jadi ruwet," sesalnya padaku. Seperti biasa anak mami tidak akan mau disalahkan.

"Itu karena aku merasa bahwa sulit sekali menemukan solusi jika tidak melibatkan orang tua, seperti halnya kamu yang selalu melaporkan segala sesuatu pada ibumu, aku pun harus mulai melaporkan segala sesuatu pada, ayahku."

Mas Dirga langsung kaget dan sepertinya pria itu langsung berpikir keras setelah mendengar ucapanku.

"Dengar, jangan begini, aku janji padamu bahwa segala sesuatu akan berubah mulai besok, tapi kau tidak boleh meminta perubahan signifikan karena aku harus membicarakan ini pelan-pelan pada ibu."

"Baik, terima kasih, kalau begitu pulanglah aku akan menginap di rumah Ayahku beberapa hari, sampai aku merasa sudah tenang."

"Jadi kau tidak mau pulang ke rumah? Lalu siapa yang akan tidur denganku?"

"Tidur dengan ibumu."

Aku langsung masuk ke dalam untuk mengambil Fais.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MERTUA RASA MADU    12

    Lama Mas Devan terdiam hingga ibu mertua kembali menyentak lamunannya. "Devan, apa kau menyukai Mariana hingga begitu gigih membela?""Tentu saja, tidak, astaghfirullah, dia adalah adik iparnya," balas Mas Devan."Aku sangat curiga dengan ini karena kamu begitu membelanya! Disaat saudaramu yang lain tidak mau ikut campur kaulah satu-satunya orang yang terus datang kemari dan menyela pertengkaran.""Aku punya istri dan aku mencintai Vina. Kedatanganku kemari hanya untuk mendamaikan, tidak lebih!""Jangan berteriak padaku, aku adalah ibumu," ancam Ibu mertua sambil mengangkat jari telunjuknya pada kakak iparku."Aku tahu, Bu. Ayo kita pergi tolong berhentilah ikut campur atas urusan Mariana dan Dirga, mereka sudah menikah dan biarkan mereka hidup dengan bahagia.""Aku juga menginginkan hal yang sama, selama ini aku sudah menghalangi kebahagiaan mereka?""Iya, dengan segala sikap ibu yang keras dan manja, ibu tahu tidak, Dirga dan Mariana terbebani karena sikap ibu yang kekanak-kanakan

  • MERTUA RASA MADU    11

    "Mana Mariana?" tanya Mas Devan teedengar dari dalam sana."Memangnya kenapa, Kak?" Mas Dirga terdengar heran pada Kakaknya "Aku dengar teriakan kalian dari jarak lima belas meter, ada apa kalian?""Tidak segala sesuatu harus Kakak ketahui," desisnya."Mari duduk, aku ingin bicara," ajaknya lembut pada adiknya."Maaf, Mas, aku benar benar tidak mood untuk membahas sesuatu," jawabnya."Kau harus dengarkan aku, Dirga. Apa kau tidak bosan seperti ini terus?""Aku bingung, Kak, antara ibu dan Mariana, kedua wanitaku ingin menang dengan keinginan masing-masing, aku pusing sekali," balas Mas Dirga."Kemarilah, duduk di sini, di dekat Kakak." Aku masih mencoba menguping."Ketika kamu sudah memutuskan untuk menikah, maka sudah selayaknya sebagian tugas ibu beralih ke istrimu. Misalnya tugas mengurus pakaian dan makanan, juga memperhatikan kerapian dan kesehatanmu. Ibu tidak perlu harus repot-repot lagi.""Tapi ... kakak tahu sendiri bagaimana sifat ibu, kan?" desah suamiku.Diam-diam aku k

  • MERTUA RASA MADU    10

    Sungguh di dalam agamaku, sebuah hadist mengatakan bahwa sebaiknya seseorang menghindari ipar mereka karena ipar adalah maut yang akan menimbulkan berbagai hal yang tidak diinginkan jika kami yang bukan mahram bergaul secara tidak terkendali.Namun, tentu saja aku akan tetap pada koridor dan batas yang ada. Aku akan menjaga kehormatanku juga harga diriku. Tapi hanya satu hal yang tidak bisa dijaga yaitu perasaan hati yang berdegup kencang, Entah kenapa atas semua perhatian dan kebaikannya aku merasa menyukai Mas Devan."Ah, tidak ya Allah,. Dia punya istri, Mbak Dini juga baik padaku, bagaimana respon Mbak Maya dan Mas Deka juga Mas Doni dan istrinya, ipar-iparku adalah orang-orang yang baik dan aku tidak bisa menghianati mereka!" Aku bersenandika dengan pikiranku sendiri di antara kekalutan yang ada. Mas Dirga sudah pergi sementara Mas Devan mobilnya baru saja menghilang dari depan halamanku. Hanya tinggal aroma parfumnya yang begitu maskulin serta bumbungan asap mobilnya. Jika ak

  • MERTUA RASA MADU    9

    Beberapa detik berada dalam rangkulan Mas Devan yang baik, aku nyaris saja tak sadar menumpahkan sedih di bahu suami orang, aku yang sadar langsung gelagapan dan melepaskan diri. Dadaku berdebar selagi aku mundur dan dalam benakku menyesali mengapa aku sempat merasa nyaman beberapa saat tadi."Ma-maaf, Mas, saya tidak sengaja," ungkapku pelan, aku merasa sangat malu di depan pria berbaju lengan panjang itu."Tidak apa. Saya paham bahwa hati yang sedih memerlukan tempat untuk melabuhkan diri, jika kamu sudah sedikit lega, mari kita bicara," ujarnya."Maaf, Mas, saya mau pulang," ucapku sopan, aku menolak halus dan beranjak pergi."Kamu tidak ingin masuk ke dalam dan menyelesaikan semua ini? Saya akan membelamu," ujarnya lembut."Enggak, Mas, ibu sudah merajuk ....""Ibu yang sudah tua berubah jadi anak kecil dan sebagai anak kita harus memakluminya, Dek," sambungnya lagi."Ibu, tidak terkesan dengan saya Mas," jawabku lirih."Itu karena Dirga anak bungsu, dia yang paling habiskan wak

  • MERTUA RASA MADU    8

    Jika aku duduk sendiri merenungi tentang kelakuan Mas Dirga, lalu kubayangkan akibat jangka panjangnya, rasanya lemah sekali diri ini jika tak melawan dan bersikap tegas. Harus sampai kapan aku menggadaikan kewarasakanku atas nama mengalah pada mertua. Rasanya makin disabarkan makin membuncah rasa muak ingin meledak dan mengamuk.Akankah rumah tangga ini berakhir demi ego ibu Lina yang selalu cemburu padaku, ini sangat tak masuk akal!Pukul delapan malam, makanan sudah terhidang di meja tapi Suamiku belum juga keluar dari dalam kamar di mana dia mengurung dirinya.Haruskah aku ... sekali lagi aku yang mengalah dan mengetuk pintu. Memintanya keluar seakan-akan dia adalah anak kecil yang harus diyakinkan? Oh, sungguh melelahkan sekali. Apakah yang telah merasuki ku hingga menerima lamarannya dulu? Mengapa semakin hari, aku semakin menyesali pernikahanku dengannya.Amplop gajinya siang tadi masih teronggok begitu saja di atas meja, dan aku belum membelikan apapun dari uang itu. Aku men

  • MERTUA RASA MADU    7

    Sebelum aku hanya menjadi manusia bodoh yang menyaksikan bagaimana jahatnya ibu mertua memperlakukanku, maka kali ini aku akan bertindak dengan tegas."Tunggu sebentar, aku ingin bicara dengan suamiku," cegahku menahan langkah mereka."Ada apa kau memperlambat perjalanan kami," tanyanya sambil menarik tangan putranya."Begini, Bu, suamiku baru saja pulang, dia bahkan belum makan, bisakah Ibu biarkan dia untuk mandi dan memakan sesuatu? aku yakin Ibu juga tidak mau dia lemas karena belum makan atau terkena penyakit maag akut.""Tentu saja kami bisa makan di luar atau mampir ke rumah, kebetulan aku juga ingin mengambil tas dan ganti sandal," jawabnya cepat, masih menarik lengan suamiku."Kalau begitu Ibu duluan saja ambil tas dan ganti sandal ibu, sementara suamiku akan mandi dan menikmati makan siangnya yang sudah kesorean," balasku tak mau kalah.Wanita itu mulai tidak sabar itu mulai meninggi intonasi suaranya "Dia bisa makan di rumahku!""Dia akan makan di sini, karena aku sudah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status