Tangan kecil Ana bergerak untuk mencatat semua materi yang menurutnya penting. Dia tidak akan serajin ini jika dosen tidak menerapkan ujian lisan. Ana tidak tahu kenapa dosen harus bersusah payah menerapkan ujian lisan jika ujian tulis jauh akan lebih praktis nantinya. Benar bukan? Getaran pada ponselnya membuat Ana mengambil benda itu dari saku celana. Dia melakukannya dengan hati-hati, takut jika dosen akan melihatnya nanti.
Sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal membuat Ana mengerutkan keningnya bingung. Dengan cepat dia membuka pesan itu dan langsung lemas begitu melihat isinya. Di dalam pesan itu terdapat foto Davin yang terlihat sibuk di ruangan kantornya. Di bawah foto itu tertulis sesuatu yang membuat Ana bergerak gelisah dalam duduknya. Tanpa ragu, Ana berdiri dan meminta ijin untuk pulang lebih awal. Dia pergi begitu saja tanpa mendengarkan balasan dari dosen. Tidak sopan memang, tapi Ana takut jika hal ini akan membahayakan nyawa lagi.
Jantung Ana berdetak cepat ketika melewati lorong gelap di gudang kosong yang tidak ia ketahui. Dia tidak sendiri saat ini, ada Davin yang berjalan di depannya dengan cepat. Setelah Kevin menghubungi Davin dan mengatakan jika telah menemukan pelaku pemasang kamera di ruangannya, Davin langsung bergegas pergi tanpa menunggu lagi. Ana yang sejak tadi memang bersama Davin memilih untuk ikut dan mengekor seperti anak ayam. Hatinya tidak bisa tenang begitu melihat wajah kekasihnya yang berubah menakutkan. Dia takut jika kekasihnya akan bertindak diluar kendali atau bahkan lebih parahnya, Davin akan membunuh lagi nantinya."Di mana dia?" tanya Davin pada Bram yang berdiri di depan pintu sambil merokok.Bram mengepulkan asapnya dan berbicara, "Di dalem."Ana melepaskan cengkeramannya pada jas Davin begitu pria itu berlalu pergi meninggalkannya di depan pintu. Ana merasa ragu untuk ikut masuk. Melihat Bram yang seperti menunggunya, akhirnya Ana ikut masuk ke dalam ruang
Ana datang ke pesta Alex bersama Ally dan Andre, untung saja pasangan gila itu mau menemaninya. Suasanaclubterlihat sangat ramai dan banyak wajah asing di sini. Ana yakin jika Alex tidak hanya mengundang teman kuliahnya.“Akhirnya kalian dateng!" Alex datang dan tersenyum lebar."Nice party,"ucap Andre sambil menikmati keadaan sekitar."Makasih, oh iya kenalin ini Allen, kakakku." Alex mengenalkan pria yang sedari tadi mengikutinya.Ana tersenyum saat Allen menjabat tangannya, tapi lama-lama senyuman Ana berubah canggung ketika pria itu tidak kunjung melepaskan tangan Ana. Allen masih menatapnya sambil tersenyum."Let her go, dia udah punya pacar," ucap Andre pada Allen."Serius? Sayang banget, kenapa Alex nggak cerita kalau punya temen secantik Ana." Allen tertawa dan melepaskan jabatannya pada Ana."Jangan ganggu dia, Bang." Alex berucap pada kakaknya. "Kalian nikmati pesta ini, pes
Ana berjalan mengikuti Davin yang berada di depannya. Terlihat jelas jika pria itu masih marah. Diluar peristiwa yang terjadi di club tadi, pasti Davin ingin sekali memarahinya. Ana sadar jika dia salah sekarang. Bertemu dengan Lucy membuatnya menyesal untuk datang ke ulang tahun Alex, tapi jika dia tidak datang, Ana juga tidak akan menemukan satu nama yang patut ia curigai.Alex. Jika benar pria itu yang melakukannya, Ana benar-benar tidak percaya. Memang benar jika Alex sedikit berubah akhir-akhir ini. Pria itu menjadi misterius dan sering menghilang begitu saja, tapi Ana masih tidak percaya jika pria sebaik Alex akan berani bermain-main dengan nyawa."Katakan." Suara Davin yang kelewat datar membuat lamunan Ana buyar."Aku tadi ketemu Lucy," ucap Ana pelan.Diva berdecak malas, "Kamu emang sering ketemu Lucy, Na.""Beda!" Ana mengambil duduk di samping Laila dan mulai berbicara, "Dia nggak kabur lagi, justru dia datengin aku tadi."
Langkah kaki riang itu berjalan dengan semangat memasuki Lab TV. Ana membuka pintu dengan kencang dan tersenyum lebar, membuat semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut menatapnya aneh sekaligus geli."Siang!" sapa Ana sambil menutup pintu."Kenapa kamu? Seneng banget kayanya?" tanya salah satu teman Ana.Ana hanya tertawa dan berlalu masuk ke sebuah ruangan. Hari ini dia harus mengikuti rapat untuk pembagian job desc program baru di TV kampusnya. Begitu memasuki ruangan, sudah banyak orang yang datang, lengkap dengan kakak pendamping yang akan mendampingi junior ketika produksi nanti. Ketika melewati Alex, Ana memilih untuk menunduk dan mengambil tempat duduk yang jauh. Bukannya apa, tapi dia memang harus waspada bukan?"Oke, karena udah lengkap langsung aja kita mulai." Alex mulai berdiri dan menjelaskan materi setelah selesai membagikan kertas yang berisikan pembagian job desc untuk para anggota.Ana menatap kertas di tang
Davin meremas kertas di tangannya begitu telah selesai membaca pesan yang tertulis di sana. Dia tidak menyangka jika Lucy berani lari dari pengawasannya. Bahkan kemarin, Kevin masih bertatap muka untuk memberikan bahan makanan selama wanita itu di apartemen.Aku kembali ke Paris. Jangan mencariku."Gimana bisa dia kabur gitu aja?""Nggak tau, dia aneh akhir-akhir ini. Kalian sadar nggak sih, Lucy sering ngilang gitu aja. Bolak-balik Paris dengan tujuan yang belum kita tau pasti. Apa kamu yakin kalau dia beneran bukan orang di balik semua teror ini, Vin?""Kalau gitu kita susul Lucy." Saran Bram mulai menyulut rokoknya."Dia mau nikah kan?" tanya Davin ketika tahu harus memulai langkahnya dari mana sekarang, "Cari tau siapa suaminya.""Aku bahkan nggak yakin kalau calon suaminya itu ada bentuknya," celetuk Kevin kesal, "Bisa aja itu cuma alesan Lucy.""Apa salahnya kita cari?" Bram berdiri dan merap
Davin memijat keningnya sambil mengamati berkas-berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa kepalanya terasa pening saat ini. Sudah seminggu Davin tidak bertemu dengan Ana dan dia merindukannya sekarang. Memang selama seminggu ini dia sangat sibuk dengan urusan kantor karena hari-hari sebelumnya dia terlalu fokus untuk menyelidiki masalah teror. Untuk teror, bisa saja Davin langsung melaporkan dan menyerahkannya pada polisi. Namun belum tentu jika polisi akan menemukan nama Alex sebagai kandidat tersangka selain Lucy. Lagipula masalah ini cukup pribadi, Davin tidak ingin masalah ini sampai ke telinga media yang akan mempengaruhi perusahaannya nanti.Suara pintu yang terbuka membuatnya menoleh, muncul Bram dan Kevin yang masuk ke dalam ruangannya. Davin bangkit dan menunjuk sofa. Jika sudah berkumpul seperti ini, tentu mereka akan membahas sesuatu yang penting."Jadi apa yang kalian dapat?" tanya Davin sambil melonggarkan dasinya."Kamu bakal kaget pas denger ini.
Suasana kamar hotel sudah tidak berbentuk lagi. Selimut sudah jatuh ke atas lantai dengan bungkus makanan yang berserakan di atas kasur. Kamar bujang memang seperti ini bukan? Meskipun Bram sudah tidak bujang lagi, namun ketika bersama sahabatnya, naluri bebas itu langsung muncul begitu saja."Kapan terakhir kita kayak gini?" tanya Kevin kembali memasukkan keripik kentang ke dalam mulutnya. Tangannya tidak berhenti untuk mengolah stick game di tangannya."Kuliah mungkin?" balas Bram yang matanya tidak beralih dari layar laptop.Ini semua adalah ide Kevin yang membawa alat game-nya ke Paris. Dia beranggapan jika hitung-hitung akan beristirahat sejenak dari pekerjaannya. Meskipun tujuan awal bukan seperti itu, namun apa salahnya menghabiskan waktu bersama sahabat dan bernostalgia tentang kehidupan remaja mereka dulu. Davin yang melihat kedua sahabatnya sibuk bermain hanya bisa mendengus. Dia tidak ikut bermain dan lebih memilih untuk berbalas pes
Davin dan Adam saling bertatapan dengan tajam, tangan mereka terkepal siap untuk melayangkan sebuah pukulan. Begitu banyak pertanyaan yang akan mereka tanyakan saat ini. Namun, sepertinya Bram lebih ingin mereka untuk tenang terlebih dahulu. Pembicaraan mereka tentu sangat alot nantinya dan diperlukan kepala yang dingin untuk menyelesaikannya."Kita akan bicara kalau kalian udah tenang.”"Nggak perlu, kita bahas sekarang," balas Davin cepat. Dia tidak suka waktunya terbuang begitu saja. Jika untuk mengatur emosi dia ahlinya, tapi jika sudah meledak, dia bisa menggila. Bahkan dia tidak sadar jika akan meremukkan tubuh Adam tadi."Oke, jadi sekarang di mana Lucy?" tanya Kevin sambil memberikan segelas minuman pada Adam."Apa maksudmu?! Aku yang harusnya tanya. Di mana calon istriku?"Davin menyergit bingung. Apa maksud Adam sebenarnya? Dia juga tidak mengetahui keberadaan Lucy begitu? Namun surat yang Lucy tulis mengatakan jika dia akan kembali