"MULAI DETIK INI, AKU UMUMKAN DI HADAPAN SELURUH KELUARGA, BAHWA SAMUDRA ATLANTA BUKAN LAGI BAGIAN DARI KELUARGA ATLANTA DAN SELURUH HAK WARIS AKAN DIALIHKAN PADA YANG LEBIH PANTAS MENERIMANYA!"
Suara Adipati terdengar membahana ke seluruh area luas di dalam ruang keluarga.Kalimatnya menikamkan luka sekaligus menimbulkan senyum kebahagiaan tersembunyi dari beberapa orang yang berada di ruangan tersebut."Pa--""Mulai detik ini kamu tidak berhak memanggilku dengan sebutan Papa karena kamu bukan lagi anakku!" Tegas Adipati pada putra semata wayangnya, Samudra.Hanya karena satu kesalahan yang dilakukan Samudra, kini Adipati menghukum sang anak dengan begitu keji."Silahkan tinggalkan rumah ini dan jangan coba-coba kamu membawa sepeser pun uang atau barang berharga milikku, jika tidak ingin kujebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan pencurian!"Lagi, kalimat menyakitkanlah yang terus saja keluar dari mulut Adipati pada sang anak.Adipati yang benar-benar murka saat mengetahui bahwa satu-satunya anak lelaki yang dia banggakan selama ini, yang telah dia limpahkan kasih sayang dan dia cukupi semua kebutuhannya kini justru malah membangkang padanya hanya karena seorang perempuan miskin.Bahkan setelah sebuah rencana pernikahan telah disusun sedemikian rupa. Pernikahan yang seharusnya dilangsungkan bulan depan antara Samudra dengan Airish, putri dari salah satu rekan bisnis Adipati. Putri dari salah satu pemilik perusahaan besar di Indonesia. Yang pasti, Airish adalah seorang perempuan dengan latar belakang keluarga yang baik dan terpandang, pendidikannya tinggi dengan prestasi yang membanggakan. Sebagai orang tua, Adipati yakin bahwa Airish lebih cocok menjadi pendamping Samudra dari pada perempuan miskin sok alim yang tidak tahu malu itu.Samudra sudah benar-benar dibutakan oleh cinta, dan bodohnya, cinta itu sendiri yang kini justru menghancurkannya."Mas, kita bisa bicarakan semua ini baik-baik. Kamu sedang emosi, tolong jangan lakukan ini pada Samudra.""DIAM KAMU TALIA! APA KAMU JUGA INGIN KUUSIR SEPERTI AKU MENGUSIR ANAK TIDAK TAHU DIRI ITU?" Kemurkaan Adipati semakin pecah tatkala mendengar sang istri yang masih mencoba untuk membela Samudra. Sebelah tangan lelaki itu terangkat menunjuk ke arah sang putra. "Apa balasan dia setelah berpuluh tahun kita membesarkan dia dengan tetesan peluh dan limpahan kasih sayang? Bisa-bisanya dia mempermalukan aku seperti ini!" Adipati masih terus mengutarakan gelegar amarahnya yang kali ini dia cetuskan di hadapan Talia, sang Istri. Ibu yang telah melahirkan Samudra.Mendengar ledakan amarah sang suami, Talia hanya bisa menangis dalam pelukan Mutiara, adik perempuan Samudra yang paling kecil.Tak ada yang berani menentang keputusan Adipati di dalam rumah ini.Tak ada siapa pun termasuk Samudra, pada awalnya.Samudra yang sudah berusaha menjelaskan pada sang Papa bahwa dia mencintai Aisha, tapi sayangnya Adipati tak juga mau mendengarkan apalagi memberikan restu untuk Samudra menikahi Aisha.Hingga akhirnya, Samudra menyerah terlebih saat Aisha mengikhlaskan Samudra dan meminta lelaki itu untuk menuruti kemauan sang Ayah.Aisha adalah sosok wanita sholehah dan sangat paham agama. Dia jelas tak ingin kehadirannya di tengah kehidupan Samudra akan membawa petaka dalam hubungan Samudra dengan keluarga lelaki itu sendiri.Itulah sebabnya, keduanya memutuskan untuk berpisah. Memendam angan indah untuk membangun rumah tangga impian mereka.Hingga pada suatu malam, saat tiba-tiba Aisha datang mengetuk pintu apartemen pribadi Samudra, bahkan dalam keadaan Aisha yang begitu mengenaskan.Sebagian pakaian perempuan itu terkoyak dengan kepala yang tidak tertutup hijab dan sekujur tubuhnya yang penuh oleh luka memar.Kejadian itu membuat Samudra terkejut bukan main.Malam itu, Aisha datang tertatih-tatih meminta pertolongan Samudra.*"Tolong aku, Sam. Tolong selamatkan aku. Ibu tiriku memaksaku menjadi pelacur, aku tidak mau... Tolong aku, aku mohon..."*Melihat betapa menderitanya hidup yang dijalani Aisha, detik itu juga, tanpa keraguan lagi, Samudra membulatkan tekad untuk menikahi Aisha meski dalam keadaan ala kadarnya. Tidak hanya sampai di situ, Samudra pun menebus Aisha dengan sejumlah uang dari Ibu Tiri Aisha yang memang mata duitan.Sah dalam sisi agama itu yang terpenting untuk mereka saat ini tanpa memikirkan hal lain.Hingga setelah pernikahan dadakan itu, Samudra pun membawa serta sang istri untuk menghadap keluarganya dan memberitahukan kabar yang seharusnya menjadi kabar membahagiakan.Meski pada akhirnya, semua yang terjadi tak sesuai harapan.Adipati benar-benar mengusir Samudra dan melarang siapa pun anggota keluarga besar Atlanta untuk membantu kehidupan perekonomian Samudra. Adipati yang marah telah membuang Samudra begitu saja bahkan tanpa dia sudi untuk menatap kembali wajah sang anak sebelum pergi.Kini, di sinilah Samudra berdiri.Di luar pintu gerbang sebuah rumah besar, setelah dirinya dan Aisha baru saja menerima kenyataan pahit atas apa yang dikatakan Adipati kepada Samudra.Kini, sepasang suami istri itu sudah melangkahkan kaki keluar dari istana besar itu. Menenteng sebuah tas besar berisi pakaian dan belum memiliki tujuan hendak kemana.Sekali lagi Samudra menoleh ke arah pintu gerbang besar di belakang mereka.Menatap rumah besar di ujung sana.Sebuah rumah yang sudah Samudra tempati sejak kecil.Sebuah rumah yang pada awalnya Samudra pikir akan menjadi tempat tinggal terbaik dalam hidupnya. Karena di sanalah Samudra mendapatkan ilmu pertama sebagai seorang makhluk Tuhan yang dilahirkan ke dunia.Buah kesabaran dari sepasang tangan milik kedua orang tuanya yang telah mengasuhnya sejak kecil. Tapi, lihatlah, yang Samudra lakukan saat ini, dia justru malah mengecewakan mereka.Air mata lelaki itu pun menetes dengan sendirinya tanpa bisa lagi dia tahan. Hadir sejumput sesal, meski itu tidak mendominasi hatinya yang lebih yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini adalah benar."Maafkan aku, Mas," ucap Aisha dengan segenap perasaan bersalah yang menyiksa batin dan jiwanya, saat dilihatnya sang suami kini menangis. Seharusnya semua tidak akan jadi seperti ini jika saja Aisha tidak melibatkan Samudra dalam lingkar setan kehidupannya yang penuh drama.Samudra tersenyum. Dia mengusap lembut air mata di pipi Aisha. "Kamu tidak bersalah. Atas izin Allah sebagai pembolak-balik hati manusia, Allah membimbing hatiku untuk menikahimu. Dan itu artinya, Allah sudah merencanakan hal baik untuk kita kelak di masa depan. Aku harap, kamu bersedia bersabar hidup denganku, dalam keadaanku yang sekarang. Aku akan tetap berusaha melaksanakan tanggung jawabku sebagai seorang suami untuk membahagiakanmu. Aku mencintaimu karena Allah, Aisha. Allah bersaksi atas cinta tulusku padamu yang telah aku kumandangkan melalui kalimat kabul tadi malam. Tetaplah bersamaku, dampingi aku apa pun yang terjadi di depan nanti."Mendengar kalimat panjang Samudra, tangis Aisha semakin pecah."Surgaku ada di dalam ridho suamiku. Aku berjanji tak akan mengecewakanmu, Mas..."Dan keduanya pun tersenyum.Sesulit apa pun kehidupan mereka kelak, mereka akan terus bersama mengarungi bahtera rumah tangga yang baru saja akan mereka mulai dan berharap, rumah tangga mereka bisa menjadi rumah tangga yang sakinah, mawwadah dan warahmah.InsyaAllah.*****HAI-HAI, AUTHOR KEMBALI DENGAN CERITA BARU...YUKZ FOLLOW AKUN AUTHOR DAN MASUKIN CERITA INI KE RAK BUKU KALIAN SUPAYA GA KETINGGALAN NOTIFIKASI UPDATE YA ❤️🙏🥰HAPPY READING, SEMOGA SUKA DENGAN CERITANY ❤️🥰🙏"Aisha? Aisha?" Teriak seorang lelaki dengan wajah cerianya.Berjalan tergesa memasuki sebuah rumah kontrakan sederhana yang kini menjadi tempat tinggalnya dengan sang istri.Mencari di mana keberadaan Aisha ke kamar, tapi sang istri tak ada di sana, lantas Samudra pun beranjak ke dapur."Ada apa Mas? Masuk rumah bukannya ngucap salam, malah teriak-teriak," sahut Aisha yang saat itu sedang tanggung memasak.Samudra yang saat itu sedang bahagia tak mengindahkan omelan Aisha dan langsung memeluk sang istri dari arah belakang. Senyum lebarnya terus terkembang memperlihatkan lesung pipinya yang manis."Aku diterima bekerja hari ini," bisiknya pada Aisha.Mendengar hal itu Aisha lantas mengucap syukur dan hamdalah berkali-kali. Mematikan kompor sejenak lalu berbalik ke arah sang suami, melingkarkan kedua tangannya di leher Samudra."Aku bilang juga apa, rejeki itu pasti akan datang kalau kita terus berdoa, nggak mengeluh, dan yang terpenting usaha," ucap Aisha yang memang senang sekali ber
Minggu pagi yang cerah, Samudra sudah pergi sejak habis Shubuh tadi, katanya sih ada teman yang menawarkan pekerjaan borongan, dan Samudra diajak untuk bantu-bantu.Daripada dia berdiam diri di rumah, jadi ada baiknya Samudra memanfaatkan waktu liburnya untuk pergi mencari rupiah.Di rumah seperti biasa, Aisha akan berjalan ke depan untuk membeli sayuran di pagi hari setelah dia selesai mencuci pakaian.Hanya saja, ada yang berbeda pagi itu, ketika tiba-tiba Aisha melihat Santi dan suaminya tiba-tiba keluar dari kontrakan mereka sambil membopong tubuh mungil Shaka, putra mereka."Ya ampun, Mbak Santi, Shaka kenapa?" Tanya Aisha yang jadi khawatir karena Shaka terlihat mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya."Aku juga nggak tau, tiba-tiba begini. Aku ke rumah sakit dulu ya Aisha. Titip rumah,""I-iya Mbak, nanti kalau ada apa-apa, kabar-kabarin ya Mbak,""Iya,"Menatap prihatin punggung kedua tetangganya itu, Aisha merasa begitu iba.Akhir-akhir ini, Santi memang seringkali mengel
Semenjak tahu bahwa Aisha kini tengah mengandung, sikap Samudra semakin perhatian saja.Apapun keinginan Aisha pasti akan dikabulkannya.Bahkan Samudra meminta Aisha untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah karena Samudra yang akan turun tangan mengerjakan semuanya.Meski hal itu justru seringkali membuat kehidupan rumah tangga mereka kerap dihantui pertengkaran-pertengkaran kecil.Seperti contoh, ketika Samudra melarang Aisha mencuci pakaian, alhasil Samudra sampai kehabisan pakaian ganti karena pakaian-pakaian itu yang belum dicuci."Terus aku pakai baju apa dong kerja?" Tanya Samudra yang jadi kebingungan sendiri."Makanya Mas, jangan lebay! Suruh aku jangan nyuci, tapi kamunya malah nggak nyuci-nyuci juga. Yaudahkan, habis pakaiannya! Nggak mungkinkan kamu ke kerjaan pakai sarung?" Tutur Aisha sambil menyembunyikan senyum. Padahal, Aisha sengaja menyembunyikan pakaian Samudra yang sudah rapi di tempat lain, hanya untuk membuat suaminya itu sadar bahwa dalam rumah tangga itu suami da
Hari yang berlalu kini terasa begitu lambat bagi Samudra.Sejak dirinya mengetahui penyakit yang diderita Aisha, Samudra jadi seperti orang linglung. Seperti kehilangan pijakan saat dirinya harus meniti langkah ke depan.Terseok dalam ketakutan.Terjebak dalam dilema berkepanjangan.Samudra terlalu takut kehilangan.Hingga membuatnya kerap termenung sendirian, menangisi keadaan.Terlebih ketika dia harus melihat Aisha yang merintih kesakitan, meski terkadang Aisha sendiri kerap bersembunyi dari Samudra saat dirinya tengah merasakan sakit itu.Beban dalam hidup Samudra sudah terlalu besar semenjak kehadiran Aisha dalam hidup lelaki itu, lantas, masihkan kini Aisha terus membuat suaminya itu bersedih akibat keadaannya?Sejauh ini, Dokter memang tidak menganjurkan pengobatan fibroid rahim atau tumor jinak selama masa kehamilan. Jika terjadi gejala tertentu, dokter hanya merekomendasikan pereda nyeri ringan, istirahat yang cukup, dan hidrasi.Perawatan intensif baru akan dilakukan setelah
Seperti kata Aisha, Allah tidak akan pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan umatnya.Itulah satu hal yang menjadi pegangan Samudra saat ini.Cobaan yang dia alami saat ini memang berat, tapi dia masih diberi akal untuk berpikir dan diberi kemampuan untuk berusaha.Berusaha mencari uang untuk membayar biaya rumah sakit yang jelas tidak sedikit.Pagi itu, setelah mendapat penanganan serius di IGD, Aisya masih diharuskan menjalani rawat inap karena keadaannya yang semakin memburuk.Tumor di rahimnya sudah semakin membesar, itulah yang menyebabkan Aisha kini mengalami pendarahan meski hal tersebut tidak fatal karena lekas mendapat penanganan.Hanya saja, tim medis mengatakan, bahwa Aisha harus segera melakukan Operasi untuk mengangkat tumor, termasuk melakukan persalinan prematur, karena jika dibiarkan dan sampai tumor tersebut pecah di dalam rahim, maka nyawa Aisha dan nyawa sang janin tidak akan bisa diselamatkan.Mungkin, jika Samudra memiliki uang, dia tidak akan berpikir lama
"Ya ampun, Muti mana ada uang segini banyak Kak?" Pekik Mutiara saat Samudra baru saja memberitahunya bahwa dia membutuhkan sejumlah uang untuk membayar biaya operasi Aisha. "Kakak kan tau Muti masih sekolah. Paling Papa biasa kasih Muti uang untuk pegangan jajan sama ongkos sebulan aja. Selebihnya uang biaya sekolah ya Papa sendiri yang urus," tambahnya dengan wajah yang tampak prihatin.Mutiara mengeluarkan Kartu ATM dari dompetnya dan memberikannya pada Samudra. "Kayaknya masih sisa empat jutaan sih di sini. Nih, Kakak pakai aja, nanti Muti minta lagi sama Mama. Tapi, kalau untuk kasih tau Mama soal ini, Muti nggak janji ya Kak, soalnya kondisi kesehatan Mama juga lagi nggak stabil. Muti takut Mama jadi tambah down kalau tau keadaan Kak Sam sekarang,"Samudra mengesah. Jadi serba salah.Keadaan saat ini memang benar-benar sedang menghimpitnya.Setelah mencoba berpikir jernih, akhirnya Samudra memutuskan untuk tidak merepotkan Mutiara lebih jauh.Mendorong kembali ATM yang tadi diso
Hari itu, Santi sudah menemani Aisha seharian di rumah sakit, namun sampai hari menjelang malam, Samudra tak kunjung menunjukkan batang hidungnya di rumah sakit.Bahkan setelah Santi sudah berulang kali menghubungi tetangganya itu, Samudra tak sama sekali membalas pesan yang dikirim Santi.Sampai akhirnya, Santi pun memutuskan untuk pulang karena dia pun khawatir akan kondisi Shaka di rumah, sementara Hendrik suaminya harus berangkat bekerja malam ini."Aisha, Mbak pulang dulu ya? Shaka nggak ada yang jagain di rumah, gimana ini?" Ucap Santi yang jadi tak enak hati. Tapi mau bagaimana lagi, dia tak punya pilihan lain, Shaka jelas membutuhkannya di rumah.Aisha yang memang sudah sadar sejak tadi siang hanya mengangguk pelan. Kondisinya masih sangat lemah.Setelah menitipkan Aisha pada suster jaga, Santi pun pulang meski saat itu dia sendiri berat meninggalkan Aisha sendirian.Untungnya, di depan rumah sakit, sewaktu Santi sedang menunggu angkutan umum, dia melihat Samudra di kejauhan y
Satu minggu berlalu sejak hari di mana Samudra ditangkap polisi atas tuduhan pencurian, Samudra tak sama sekali diizinkan keluar dari sel tahanan meski dia sudah berkali-kali memohon, menghiba hingga membuat onar dengan menjerit-jerit seperti orang gila, tetap saja, tak ada yang memperdulikannya.Frustasi, Samudra sampai tega melukai salah satu teman satu selnya dan menjadikannya tawanan, sebagai alat ancaman agar para polisi itu bersedia melepaskannya. Sebuah tali yang dia dapatkan dari tempat sampah, dia gunakan untuk mencekik leher salah satu napi itu, meski pada akhirnya, Samudra justru harus menerima hukuman di ruangan isolasi yang pengap dan berbau.Di dalam ruangan isolasi itu, Samudra yang sudah putus asa hanya bisa menangis. Bahkan dia sempat menyalahkan Tuhan atas takdir dan penderitaan yang harus dia lalui saat ini.Samudra sama sekali tak memperdulikan dirinya, karena sejauh ini, yang ada dalam pikiran Samudra hanyalah, bagaimana kondisi Aisha sekarang.Itu saja."Ya Allah