"Aisha? Aisha?" Teriak seorang lelaki dengan wajah cerianya.
Berjalan tergesa memasuki sebuah rumah kontrakan sederhana yang kini menjadi tempat tinggalnya dengan sang istri.Mencari di mana keberadaan Aisha ke kamar, tapi sang istri tak ada di sana, lantas Samudra pun beranjak ke dapur."Ada apa Mas? Masuk rumah bukannya ngucap salam, malah teriak-teriak," sahut Aisha yang saat itu sedang tanggung memasak.Samudra yang saat itu sedang bahagia tak mengindahkan omelan Aisha dan langsung memeluk sang istri dari arah belakang. Senyum lebarnya terus terkembang memperlihatkan lesung pipinya yang manis."Aku diterima bekerja hari ini," bisiknya pada Aisha.Mendengar hal itu Aisha lantas mengucap syukur dan hamdalah berkali-kali. Mematikan kompor sejenak lalu berbalik ke arah sang suami, melingkarkan kedua tangannya di leher Samudra."Aku bilang juga apa, rejeki itu pasti akan datang kalau kita terus berdoa, nggak mengeluh, dan yang terpenting usaha," ucap Aisha yang memang senang sekali berceramah. Seperti seorang Ustadzah. "Kamu dapet kerja di mana?""Di pabrik Susu, nggak jauh dari kontrakan lama kita sebelum ini," jawab Samudra antusias.Aisha mengerucutkan bibir seperti orang berpikir, "Oh ya, aku tau. Yang deket Supermarket itu ya kalau nggak salah?""Ya, betul sekali!" Jawab Samudra seraya mencuil ujung hidung sang istri yang mancung. "Ya, seenggaknya walau gajinya nggak besar yang pentingkan aku punya gaji tetap. Ini juga karena dibantu Pak Salim, orang dalam, kalau nggak mana bisa aku masuk ke sana, Ijazah aja nggak ada,""Wah, Pak Salim baik banget ya, Mas. Nanti kalau kamu gajian, inget tuh harus kasih dia apa gitu sebagai tanda terima kasih,""Pastinya dong,""Udah ah, aku mau lanjutin masak. Kamu mandi sana terus shalat Ashar, nanti habis itu, baru kita makan sama-sama,"Pelukan mereka terlepas karena Aisha yang kini kembali sibuk melanjutkan kegiatannya di dapur."Kamu masak apa?" Tanya Samudra seraya melongok ke arah wajan sambil membuka satu persatu kancing kemejanya."Masak orek tempe doang, ini juga tempe sisa kemarin, nggak apa-apakan?""Nggak apa-apa sayang, apa pun masakan kamu pasti aku makan kok," ucap Samudra manja yang dengan jahil malah mencuri kesempatan dengan mengecup pipi istrinya sebelum akhirnya dia ngibrit ke kamar mandi, membuat Aisha memberengut, menahan senyum.Semenjak menikah, kehidupan mereka memang jauh dari kata sempurna.Dari yang awalnya tidak memiliki tempat tinggal, lalu memutuskan untuk bermalam di satu masjid ke masjid lain, hingga akhirnya mukjizat Allah datang saat ada orang yang menawari Samudra kontrakan murah meriah di pinggiran kota.Meski dengan keadaan sangat memprihatinkan.Rumah itu memang murah, tapi karena saking murahnya, seperti sudah tak layak huni.Atap reot, dengan dinding rumah yang bertambal triplek dan plastik. Lantainya yang masih tanah serta aroma sekitar yang kurang sedap dihirup karena lokasinya yang dekat dengan tempat pembuangan sampah.Tapi karena kebutuhan, alhasil mereka pun memutuskan untuk tinggal sementara di rumah itu sampai mereka memiliki uang lebih untuk menyewa rumah yang lebih layak.Cukup tiga bulan, Samudra dan Aisha pun memutuskan pindah setelah uang mereka terkumpul. Dan di sinilah sekarang, mereka tinggal.Di sebuah kontrakan sederhana daerah Bekasi yang keadaannya jauh lebih layak dari kontrakan mereka sebelumnya.Sejauh ini sebelum pindah kontrakan, Samudra bekerja serabutan.Apapun pekerjaan halal yang bisa menghasilkan uang meski hanya seperak dua perak dia kerjakan dengan penuh semangat.Meski harus berlelah diri mengais rejeki sementara hasilnya tak sesuai dengan tenaga yang sudah dia keluarkan, Samudra tak lantas menyerah apalagi mengeluh.Jika memang dia merasa penat dan lelah, maka merebahkan kepala di atas pangkuan Aisha, bermanja-manja dengan Aisha, adalah obat paling ampuh untuk menghilangkan semua kepenatannya.Saat itulah, Aisha akan memijit kepala Samudra, mengelus-elus rambut hitam dan tebal sang suami seraya menceritakan kisah-kisah suri tauladan sang Baginda Nabi Muhammad SAW.Tentang bagaimana perjuangan Nabi saat berdakwah dan menyebarkan ajaran Islam."Bukannya didukung, melainkan Nabi Muhammad SAW justru dimusuhi, dibatasi ruang geraknya, dan bahkan dikejar-kejar untuk dibunuh. Siapa saja yang membela kegiatan Nabi Muhammad dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiah yakni tentang keberadaan Islam di muka bumi, juga ikut dimusuhi. Akhirnya setelah sekian lama tidak membawa hasil maksimal, Nabi Muhammad SAW, kemudian berhijrah atau berpindah dari Makkah ke kota Yastrib atau sekarang ini disebut dengan Madinah. Betapa beratnya perjuangan tersebut, sebenarnya bukan saja dapat dilihat dari kekuatan mereka yang harus dihadapi, tetapi juga dari bagaimana utusan Allah itu harus berhijrah." Tutur mulut Aisha saat dirinya mulai bercerita."Dalam berhijrah Nabi Muhammad harus menempuh jarak yang cukup jauh, dan hanya mungkin dapat ditempuh dalam waktu lama hingga berhari-hari. Makkah - Madinah sekarang ini dengan bus bisa ditempuh dalam waktu antara 6 hingga 7 jam. Sementara itu, jika menggunakan pesawat udara memerlukan waktu perjalanan sekitar 45 menit. Maka tidak dapat dibayangkan beratnya jika jarak itu ditempuh dengan berjalan kaki atau naik unta? Belum lagi cuaca panas di tengah gurun pasir berbatu. Tapi, Nabi Muhammad tidak pernah menyerah. Dia terus berdakwah dari satu tempat ke tempat lain, hingga akhirnya beliau wafat.""Itulah sebabnya, kita sebagai umat Nabi, tidak boleh berputus asa akan rahmat Allah. Sesulit apapun hidup kita di dunia, jika kita bersabar dan ikhlas, maka percayalah, kesulitan-kesulitan itu pasti akan hilang dengan sendirinya. Karena apa? Ya karena hati kita yang ikhlas itu tadi, ridho menerima apa yang sudah Allah kehendaki terhadap diri kita adalah yang terbaik.""Udah Bu Ustadz ceramahnya?" Tanya Samudra yang masih asik berada dalam pangkuan Aisha.Aisha menoyor kepala suaminya meski dengan gerakan lembut. "Kamu dengerin aku ngomong nggak sih sebenernya?""Iya dong aku denger. Denger, dan diresapi," lanjut Samudra sambil tertawa."Tuhkan ngeledek? Dosa loh!""Loh kok dosa? Aku cuma ketawa doang ya?""Nggak, aku tau, tawa kamu tuh ngeledek aku!" Aisha jadi sewot. "Ah, males cerita-cerita sama kamu lagi,"Seketika bangkit dari duduknya, dan membiarkan kepala Samudra terbaring di lantai, Aisha melepas mukenanya dan masuk ke dalam kamar."Tuh, malah masuk kamar? Ngasih kode ya?" Ucap Samudra yang masih cengengesan. Lelaki itu bangkit dan melepas sarung yang dia kenakan, menyusul sang istri ke kamar.Aisha yang masih pura-pura ngambek hanya terdiam. Masih berusaha menahan untuk tidak tertawa."Ih, kamu mau ngapain?" Tanya Aisha saat dilihatnya Samudra malah membuka pakaian."Ya, mau sunnah Rasul dong, inikan malam jumat, gimana sih?" Kata Samudra yang kini mulai berjalan mendekati Aisha yang terduduk di kasur lantai milik mereka.Senyum di wajah Aisha akhirnya merekah saat tubuh Samudra kini sudah menindih tubuhnya."Aku nggak mau lama-lama ya Mas! Awas kalau sampai kayak kemarin! Nanti aku kesiangan lagi! Besok aku mau bangun pagi, shalat tahadjud!" Ancam Aisha ketika sang suami mulai menyerangnya.*****HAYO, SIAPA YANG BAPER?YUK KOMEN ❤️🙏🥰Minggu pagi yang cerah, Samudra sudah pergi sejak habis Shubuh tadi, katanya sih ada teman yang menawarkan pekerjaan borongan, dan Samudra diajak untuk bantu-bantu.Daripada dia berdiam diri di rumah, jadi ada baiknya Samudra memanfaatkan waktu liburnya untuk pergi mencari rupiah.Di rumah seperti biasa, Aisha akan berjalan ke depan untuk membeli sayuran di pagi hari setelah dia selesai mencuci pakaian.Hanya saja, ada yang berbeda pagi itu, ketika tiba-tiba Aisha melihat Santi dan suaminya tiba-tiba keluar dari kontrakan mereka sambil membopong tubuh mungil Shaka, putra mereka."Ya ampun, Mbak Santi, Shaka kenapa?" Tanya Aisha yang jadi khawatir karena Shaka terlihat mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya."Aku juga nggak tau, tiba-tiba begini. Aku ke rumah sakit dulu ya Aisha. Titip rumah,""I-iya Mbak, nanti kalau ada apa-apa, kabar-kabarin ya Mbak,""Iya,"Menatap prihatin punggung kedua tetangganya itu, Aisha merasa begitu iba.Akhir-akhir ini, Santi memang seringkali mengel
Semenjak tahu bahwa Aisha kini tengah mengandung, sikap Samudra semakin perhatian saja.Apapun keinginan Aisha pasti akan dikabulkannya.Bahkan Samudra meminta Aisha untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah karena Samudra yang akan turun tangan mengerjakan semuanya.Meski hal itu justru seringkali membuat kehidupan rumah tangga mereka kerap dihantui pertengkaran-pertengkaran kecil.Seperti contoh, ketika Samudra melarang Aisha mencuci pakaian, alhasil Samudra sampai kehabisan pakaian ganti karena pakaian-pakaian itu yang belum dicuci."Terus aku pakai baju apa dong kerja?" Tanya Samudra yang jadi kebingungan sendiri."Makanya Mas, jangan lebay! Suruh aku jangan nyuci, tapi kamunya malah nggak nyuci-nyuci juga. Yaudahkan, habis pakaiannya! Nggak mungkinkan kamu ke kerjaan pakai sarung?" Tutur Aisha sambil menyembunyikan senyum. Padahal, Aisha sengaja menyembunyikan pakaian Samudra yang sudah rapi di tempat lain, hanya untuk membuat suaminya itu sadar bahwa dalam rumah tangga itu suami da
Hari yang berlalu kini terasa begitu lambat bagi Samudra.Sejak dirinya mengetahui penyakit yang diderita Aisha, Samudra jadi seperti orang linglung. Seperti kehilangan pijakan saat dirinya harus meniti langkah ke depan.Terseok dalam ketakutan.Terjebak dalam dilema berkepanjangan.Samudra terlalu takut kehilangan.Hingga membuatnya kerap termenung sendirian, menangisi keadaan.Terlebih ketika dia harus melihat Aisha yang merintih kesakitan, meski terkadang Aisha sendiri kerap bersembunyi dari Samudra saat dirinya tengah merasakan sakit itu.Beban dalam hidup Samudra sudah terlalu besar semenjak kehadiran Aisha dalam hidup lelaki itu, lantas, masihkan kini Aisha terus membuat suaminya itu bersedih akibat keadaannya?Sejauh ini, Dokter memang tidak menganjurkan pengobatan fibroid rahim atau tumor jinak selama masa kehamilan. Jika terjadi gejala tertentu, dokter hanya merekomendasikan pereda nyeri ringan, istirahat yang cukup, dan hidrasi.Perawatan intensif baru akan dilakukan setelah
Seperti kata Aisha, Allah tidak akan pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan umatnya.Itulah satu hal yang menjadi pegangan Samudra saat ini.Cobaan yang dia alami saat ini memang berat, tapi dia masih diberi akal untuk berpikir dan diberi kemampuan untuk berusaha.Berusaha mencari uang untuk membayar biaya rumah sakit yang jelas tidak sedikit.Pagi itu, setelah mendapat penanganan serius di IGD, Aisya masih diharuskan menjalani rawat inap karena keadaannya yang semakin memburuk.Tumor di rahimnya sudah semakin membesar, itulah yang menyebabkan Aisha kini mengalami pendarahan meski hal tersebut tidak fatal karena lekas mendapat penanganan.Hanya saja, tim medis mengatakan, bahwa Aisha harus segera melakukan Operasi untuk mengangkat tumor, termasuk melakukan persalinan prematur, karena jika dibiarkan dan sampai tumor tersebut pecah di dalam rahim, maka nyawa Aisha dan nyawa sang janin tidak akan bisa diselamatkan.Mungkin, jika Samudra memiliki uang, dia tidak akan berpikir lama
"Ya ampun, Muti mana ada uang segini banyak Kak?" Pekik Mutiara saat Samudra baru saja memberitahunya bahwa dia membutuhkan sejumlah uang untuk membayar biaya operasi Aisha. "Kakak kan tau Muti masih sekolah. Paling Papa biasa kasih Muti uang untuk pegangan jajan sama ongkos sebulan aja. Selebihnya uang biaya sekolah ya Papa sendiri yang urus," tambahnya dengan wajah yang tampak prihatin.Mutiara mengeluarkan Kartu ATM dari dompetnya dan memberikannya pada Samudra. "Kayaknya masih sisa empat jutaan sih di sini. Nih, Kakak pakai aja, nanti Muti minta lagi sama Mama. Tapi, kalau untuk kasih tau Mama soal ini, Muti nggak janji ya Kak, soalnya kondisi kesehatan Mama juga lagi nggak stabil. Muti takut Mama jadi tambah down kalau tau keadaan Kak Sam sekarang,"Samudra mengesah. Jadi serba salah.Keadaan saat ini memang benar-benar sedang menghimpitnya.Setelah mencoba berpikir jernih, akhirnya Samudra memutuskan untuk tidak merepotkan Mutiara lebih jauh.Mendorong kembali ATM yang tadi diso
Hari itu, Santi sudah menemani Aisha seharian di rumah sakit, namun sampai hari menjelang malam, Samudra tak kunjung menunjukkan batang hidungnya di rumah sakit.Bahkan setelah Santi sudah berulang kali menghubungi tetangganya itu, Samudra tak sama sekali membalas pesan yang dikirim Santi.Sampai akhirnya, Santi pun memutuskan untuk pulang karena dia pun khawatir akan kondisi Shaka di rumah, sementara Hendrik suaminya harus berangkat bekerja malam ini."Aisha, Mbak pulang dulu ya? Shaka nggak ada yang jagain di rumah, gimana ini?" Ucap Santi yang jadi tak enak hati. Tapi mau bagaimana lagi, dia tak punya pilihan lain, Shaka jelas membutuhkannya di rumah.Aisha yang memang sudah sadar sejak tadi siang hanya mengangguk pelan. Kondisinya masih sangat lemah.Setelah menitipkan Aisha pada suster jaga, Santi pun pulang meski saat itu dia sendiri berat meninggalkan Aisha sendirian.Untungnya, di depan rumah sakit, sewaktu Santi sedang menunggu angkutan umum, dia melihat Samudra di kejauhan y
Satu minggu berlalu sejak hari di mana Samudra ditangkap polisi atas tuduhan pencurian, Samudra tak sama sekali diizinkan keluar dari sel tahanan meski dia sudah berkali-kali memohon, menghiba hingga membuat onar dengan menjerit-jerit seperti orang gila, tetap saja, tak ada yang memperdulikannya.Frustasi, Samudra sampai tega melukai salah satu teman satu selnya dan menjadikannya tawanan, sebagai alat ancaman agar para polisi itu bersedia melepaskannya. Sebuah tali yang dia dapatkan dari tempat sampah, dia gunakan untuk mencekik leher salah satu napi itu, meski pada akhirnya, Samudra justru harus menerima hukuman di ruangan isolasi yang pengap dan berbau.Di dalam ruangan isolasi itu, Samudra yang sudah putus asa hanya bisa menangis. Bahkan dia sempat menyalahkan Tuhan atas takdir dan penderitaan yang harus dia lalui saat ini.Samudra sama sekali tak memperdulikan dirinya, karena sejauh ini, yang ada dalam pikiran Samudra hanyalah, bagaimana kondisi Aisha sekarang.Itu saja."Ya Allah
LIMA TAHUN KEMUDIAN...Hari ini keadaan pasar ikan di Penjaringan, Muara Baru, terlihat agak sepi.Semenjak pihak Pemerintah DKI melakukan survei tempat dan lokasi untuk perencanaan pembangunan Pasar Ikan Modern, mau tidak mau semua nelayan dan para penjual ikan terpaksa diungsikan ke tempat baru.Sayangnya, di tempat baru ini mereka banyak kehilangan para pelanggan karena akses jalan yang sempit, serta kesan kumuh dan jorok yang menjadikan pasar ikan dadakan itu kini sepi pengunjung.Para konsumen lebih memilih untuk pergi ke supermarket yang higienis dan nyaman, ketimbang bersusah payah datang ke tempat berbau amis yang dipenuhi lalat-lalat menjijikan seperti di pasar ikan dadakan ini.Banyak para pedagang yang mengeluh karena ikan-ikan mereka pada akhirnya busuk karena tidak segera di konsumsi."Ya mau gimana lagi, harus sabar-sabarlah, nanti kalau pasar ikan modern udah jadi, kita-kita juga yang enakkan?" ujar Pak Slamet salah satu nelayan ikan yang biasa menjajakan hasil tangkapa