Share

2. SUNAH RASUL

"Aisha? Aisha?" Teriak seorang lelaki dengan wajah cerianya.

Berjalan tergesa memasuki sebuah rumah kontrakan sederhana yang kini menjadi tempat tinggalnya dengan sang istri.

Mencari di mana keberadaan Aisha ke kamar, tapi sang istri tak ada di sana, lantas Samudra pun beranjak ke dapur.

"Ada apa Mas? Masuk rumah bukannya ngucap salam, malah teriak-teriak," sahut Aisha yang saat itu sedang tanggung memasak.

Samudra yang saat itu sedang bahagia tak mengindahkan omelan Aisha dan langsung memeluk sang istri dari arah belakang. Senyum lebarnya terus terkembang memperlihatkan lesung pipinya yang manis.

"Aku diterima bekerja hari ini," bisiknya pada Aisha.

Mendengar hal itu Aisha lantas mengucap syukur dan hamdalah berkali-kali. Mematikan kompor sejenak lalu berbalik ke arah sang suami, melingkarkan kedua tangannya di leher Samudra.

"Aku bilang juga apa, rejeki itu pasti akan datang kalau kita terus berdoa, nggak mengeluh, dan yang terpenting usaha," ucap Aisha yang memang senang sekali berceramah. Seperti seorang Ustadzah. "Kamu dapet kerja di mana?"

"Di pabrik Susu, nggak jauh dari kontrakan lama kita sebelum ini," jawab Samudra antusias.

Aisha mengerucutkan bibir seperti orang berpikir, "Oh ya, aku tau. Yang deket Supermarket itu ya kalau nggak salah?"

"Ya, betul sekali!" Jawab Samudra seraya mencuil ujung hidung sang istri yang mancung. "Ya, seenggaknya walau gajinya nggak besar yang pentingkan aku punya gaji tetap. Ini juga karena dibantu Pak Salim, orang dalam, kalau nggak mana bisa aku masuk ke sana, Ijazah aja nggak ada,"

"Wah, Pak Salim baik banget ya, Mas. Nanti kalau kamu gajian, inget tuh harus kasih dia apa gitu sebagai tanda terima kasih,"

"Pastinya dong,"

"Udah ah, aku mau lanjutin masak. Kamu mandi sana terus shalat Ashar, nanti habis itu, baru kita makan sama-sama,"

Pelukan mereka terlepas karena Aisha yang kini kembali sibuk melanjutkan kegiatannya di dapur.

"Kamu masak apa?" Tanya Samudra seraya melongok ke arah wajan sambil membuka satu persatu kancing kemejanya.

"Masak orek tempe doang, ini juga tempe sisa kemarin, nggak apa-apakan?"

"Nggak apa-apa sayang, apa pun masakan kamu pasti aku makan kok," ucap Samudra manja yang dengan jahil malah mencuri kesempatan dengan mengecup pipi istrinya sebelum akhirnya dia ngibrit ke kamar mandi, membuat Aisha memberengut, menahan senyum.

Semenjak menikah, kehidupan mereka memang jauh dari kata sempurna.

Dari yang awalnya tidak memiliki tempat tinggal, lalu memutuskan untuk bermalam di satu masjid ke masjid lain, hingga akhirnya mukjizat Allah datang saat ada orang yang menawari Samudra kontrakan murah meriah di pinggiran kota.

Meski dengan keadaan sangat memprihatinkan.

Rumah itu memang murah, tapi karena saking murahnya, seperti sudah tak layak huni.

Atap reot, dengan dinding rumah yang bertambal triplek dan plastik. Lantainya yang masih tanah serta aroma sekitar yang kurang sedap dihirup karena lokasinya yang dekat dengan tempat pembuangan sampah.

Tapi karena kebutuhan, alhasil mereka pun memutuskan untuk tinggal sementara di rumah itu sampai mereka memiliki uang lebih untuk menyewa rumah yang lebih layak.

Cukup tiga bulan, Samudra dan Aisha pun memutuskan pindah setelah uang mereka terkumpul. Dan di sinilah sekarang, mereka tinggal.

Di sebuah kontrakan sederhana daerah Bekasi yang keadaannya jauh lebih layak dari kontrakan mereka sebelumnya.

Sejauh ini sebelum pindah kontrakan, Samudra bekerja serabutan.

Apapun pekerjaan halal yang bisa menghasilkan uang meski hanya seperak dua perak dia kerjakan dengan penuh semangat.

Meski harus berlelah diri mengais rejeki sementara hasilnya tak sesuai dengan tenaga yang sudah dia keluarkan, Samudra tak lantas menyerah apalagi mengeluh.

Jika memang dia merasa penat dan lelah, maka merebahkan kepala di atas pangkuan Aisha, bermanja-manja dengan Aisha, adalah obat paling ampuh untuk menghilangkan semua kepenatannya.

Saat itulah, Aisha akan memijit kepala Samudra, mengelus-elus rambut hitam dan tebal sang suami seraya menceritakan kisah-kisah suri tauladan sang Baginda Nabi Muhammad SAW.

Tentang bagaimana perjuangan Nabi saat berdakwah dan menyebarkan ajaran Islam.

"Bukannya didukung, melainkan Nabi Muhammad SAW justru dimusuhi, dibatasi ruang geraknya, dan bahkan dikejar-kejar untuk dibunuh. Siapa saja yang membela kegiatan Nabi Muhammad dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiah yakni tentang keberadaan Islam di muka bumi, juga ikut dimusuhi. Akhirnya setelah sekian lama tidak membawa hasil maksimal, Nabi Muhammad SAW, kemudian berhijrah atau berpindah dari Makkah ke kota Yastrib atau sekarang ini disebut dengan Madinah. Betapa beratnya perjuangan tersebut, sebenarnya bukan saja dapat dilihat dari kekuatan mereka yang harus dihadapi, tetapi juga dari bagaimana utusan Allah itu harus berhijrah." Tutur mulut Aisha saat dirinya mulai bercerita.

"Dalam berhijrah Nabi Muhammad harus menempuh jarak yang cukup jauh, dan hanya mungkin dapat ditempuh dalam waktu lama hingga berhari-hari. Makkah - Madinah sekarang ini dengan bus bisa ditempuh dalam waktu antara 6 hingga 7 jam. Sementara itu, jika menggunakan pesawat udara memerlukan waktu perjalanan sekitar 45 menit. Maka tidak dapat dibayangkan beratnya jika jarak itu ditempuh dengan berjalan kaki atau naik unta? Belum lagi cuaca panas di tengah gurun pasir berbatu. Tapi, Nabi Muhammad tidak pernah menyerah. Dia terus berdakwah dari satu tempat ke tempat lain, hingga akhirnya beliau wafat."

"Itulah sebabnya, kita sebagai umat Nabi, tidak boleh berputus asa akan rahmat Allah. Sesulit apapun hidup kita di dunia, jika kita bersabar dan ikhlas, maka percayalah, kesulitan-kesulitan itu pasti akan hilang dengan sendirinya. Karena apa? Ya karena hati kita yang ikhlas itu tadi, ridho menerima apa yang sudah Allah kehendaki terhadap diri kita adalah yang terbaik."

"Udah Bu Ustadz ceramahnya?" Tanya Samudra yang masih asik berada dalam pangkuan Aisha.

Aisha menoyor kepala suaminya meski dengan gerakan lembut. "Kamu dengerin aku ngomong nggak sih sebenernya?"

"Iya dong aku denger. Denger, dan diresapi," lanjut Samudra sambil tertawa.

"Tuhkan ngeledek? Dosa loh!"

"Loh kok dosa? Aku cuma ketawa doang ya?"

"Nggak, aku tau, tawa kamu tuh ngeledek aku!" Aisha jadi sewot. "Ah, males cerita-cerita sama kamu lagi,"

Seketika bangkit dari duduknya, dan membiarkan kepala Samudra terbaring di lantai, Aisha melepas mukenanya dan masuk ke dalam kamar.

"Tuh, malah masuk kamar? Ngasih kode ya?" Ucap Samudra yang masih cengengesan. Lelaki itu bangkit dan melepas sarung yang dia kenakan, menyusul sang istri ke kamar.

Aisha yang masih pura-pura ngambek hanya terdiam. Masih berusaha menahan untuk tidak tertawa.

"Ih, kamu mau ngapain?" Tanya Aisha saat dilihatnya Samudra malah membuka pakaian.

"Ya, mau sunnah Rasul dong, inikan malam jumat, gimana sih?" Kata Samudra yang kini mulai berjalan mendekati Aisha yang terduduk di kasur lantai milik mereka.

Senyum di wajah Aisha akhirnya merekah saat tubuh Samudra kini sudah menindih tubuhnya.

"Aku nggak mau lama-lama ya Mas! Awas kalau sampai kayak kemarin! Nanti aku kesiangan lagi! Besok aku mau bangun pagi, shalat tahadjud!" Ancam Aisha ketika sang suami mulai menyerangnya.

*****

HAYO, SIAPA YANG BAPER?

YUK KOMEN ❤️🙏🥰

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status