Share

Part 2

Lima tahun berkecimpung di dunia entertaiment dan bergelut akrab dengan dunia keartisan, membuat Cinta merasa menemukan jati diri dan habitat yang dia cari selama ini. Di industri hiburan inilah dia memiliki gairah hidup yang membuatnya menjadi pribadi yang penuh percaya diri. Selain mendapatkan pundi-pundi materi yang fantastis, tentunya.

Menjadi selebritas terkenal, bahkan beberapa kali namanya masuk di jajaran nominasi penghargaan untuk para bintang pelakon peran, tentu saja membuat dirinya pantas berbangga. Walaupun itu diraihnya dengan cara yang tidak mudah.  

Kerasnya perjuangan untuk mencapai prestasi tersebut harus dilaluinya terlebih dulu, melewati proses yang berundak-undak dan penuh liku. Kucuran keringat dan air mata sudah menjadi teman sejati kala meniti karirnya di awal lalu.

Berbagai penolakan dan bully-an kerap dia alami. Namun beruntung dia memiliki karakter yang tangguh dan tahan banting di segala situasi. Dia menganggap dua hal itu hanya sebagai pecutan bagi dirinya untuk membuktikan bahwa dia mampu bertahan dan mencapai puncak kesuksesan seperti yang dia rasakan saat ini.

Namun, pecutan itu tak hanya dia dapatkan dari pihak luar. Kedua pintu surganya pun ikut ambil bagian sebagai pihak yang sangat menentang keputusan Cinta untuk terjun ke dunia keartisan. Alasannya sudah pasti karena takut Cinta akan terjerumus pada perilaku menyimpang yang banyak dialami oleh artis-artis tanah air yang tak kuat membawa diri dalam pergaulan entertaint yang serba glamour dan penuh tuntutan gaya hidup.

Dan apa yang ditakutkan oleh papa mamanya pun terbukti. Nyaris satu tahun belakangan ini, Aura Cinta Anastasia selalu terlibat masalah yang cukup serius. Terseret arus pergaulan yang menyesatkan dan mulai sulit untuk dikendalikan. Gemerlap dunia malam menjadi salah satu kegiatan favoritenya dan minuman keras yang semula hanya menjadi penghilang kesuntukan, justru kini membuatnya kecanduan.

Dan itu terjadi sejak Cinta memutuskan untuk tinggal terpisah dari kedua orang tuanya dan berkeras untuk menempati satu unit apartement yang dia beli dari hasil jerih payahnya sendiri.

Semula Pak Abraham dan Ibu Viola-istrinya- menentang keras keinginan Cinta itu. Namun bukan Cinta namanya jika tak sanggup meyakinkan kedua orang tuanya.

Dengan kegigihan dan berjanji sepenuh hati untuk berlaku baik, hingga pada akhirnya papa dan mama mengijinkan juga dengan syarat Cinta tidak boleh tinggal disana seorang diri.

Karena itulah Pak Abraham memerintahkan sang manajer, Sabrina Reselovina alias Sobri Rifa’i untuk menemani dan mengawasi Cinta dengan tinggal bersama di unit apartementnya.

Namun, apa yang terjadi justru diluar ekspektasi. Sang manajer malah membiarkan sang artis lebih tenggelam ke dalam lingkungan dunia gemerlap malam dengan alasan hanya untuk bersenang-senang sambil melepas kepenatan.

Ini tak bisa dibiarkan. Pasangan manajer dan artisnya itu harus berada dalam pengawalan dan pengawasan yang lebih ketat demi keselamatan dan karir sang artis sendiri. Jangan sampai hal yang jauh lebih buruk terjadi.

Untuk itu, Pak Abraham dan Ibu Viola merasa wajib menyewa seseorang yang dikhususkan untuk mengawal, menjaga dan mengawasi setiap kegiatan Cinta. Seorang pengawal pribadi merangkap supir yang harus selalu mendampingi kemanapun Cinta pergi.

Dan disinilah orang yang disewa untuk tugas ‘kenegaraan’ itu kini. Berdiri tegak di hadapan Pak Abraham dan Ibu Viola.

Rasya Pramudya Pratama, pria muda matang pohon dengan usia mendekati tiga puluh tahun. Berperawakan tinggi tegap dan raut datar yang nyaris tanpa guratan senyum. Wajahnya lumayan tampan dengan hidung mancung yang menawan. Kulit sawo matang kemerahan dan bibir tipis dengan garis tepi kecoklatan.

Meskipun kadar ketampanannya dua level di bawah Chris Evan si Captain America. Namun wajah si calon bodyguard artis ini termasuk kategori tampang yang mampu memanjakan penglihatan dan menenangkan perasaan.

Apalagi dengan bola mata bersorot tajam dan berbingkai alis tebal, bisa di pastikan sanggup melumerkan hati para wanita dan pria yang mengaku wanita.

Tapi, apakah sosok Pramudya juga sanggup meluluhkan kekerasan hati Cinta?

Sepertinya, kemungkinannya fifty-fifty.

“Papa terlalu berlebihan, Pa.” Begitu kalimat pertama yang meluncur dari bibir Cinta ketika dirinya puas men-scanning sosok Pramudya yang berdiri kaku dengan sikap sempurna di hadapannya di ruang keluarga pagi ini. Dan dia pun sudah tahu untuk tujuan apa papanya mempekerjakan pria jangkung ini.

‘Nyebelin, gue jadi di awasin ketat gini seolah mau ngutil di minimarket,’ umpatnya dalam hati sambil menatap malas pria dengan panggilan akrab Pram itu.  

“Bukan papa yang berlebihan, Cinta. Tapi kelakuan kamu yang sudah keterlaluan,” Telunjuk besar Pak Abraham menunjuk kasar ke arah putrinya.

“Tapi nggak perlu juga pake pengawal begini, dong. Pa. Cinta kan jadi risih,” bantahnya lagi sedikit merengek.

“Bilang aja kamu jadi nggak bisa bebas dugem dan mabuk-mabukkan lagi, kan?” Kali ini Ibu Viola yang ikut menyerang putri kesayangannya.

“Iiih, Mama. Siapa juga yang mabuk-mabukkan. Aku ‘kan cuma minum Vodka satu gelas, Mam. Untuk menghargai bartender aja. Masa dia udah cape-cape sediain minuman nggak aku minum. Itupun satu gelas kecil, kok,” kilah Cinta berargumen seraya mendekatkan jari telunjuk pada ibu jari menunjukkan sekecil apa ukuran gelas yang dia maksud. Kemudian membuang pandangan ke sembarang arah untuk menyembunyikan tampang ngibulnya.

“Iya, minumnya satu gelas tapi nambahnya sepuluh gelas. Jangan bodoh-bodohin mama dan papa deh, Cin. Gak mungkin kamu berkali-kali nabrak warung dan kios orang di pagi buta kalo kamu gak mabuk berat.”

“Papa dan mama khawatir kalo kamu gak di awasin kelakuan kamu makin barbar. Dan takutnya bukan warung lagi yang kamu tabrak, tapi orang. Ya Tuhan, mama takut banget.” Bu Viola bergidik ngeri kala bayangan resiko terburuk yang dilakukan Cinta melintasi benaknya.

Reaksi kekhawatiran yang wajar dari seorang ibu yang sangat menyayangi putri tunggalnya. Apalagi Bu Viola sadar Cinta kini berada dalam masa emas karir keartisannya. Satu saja kasus hukum yang dilakukan Cinta, maka bisa dipastikan hancurlah kesuksesan dan popularitas yang sudah dia genggam selama ini.

Karena tak dapat dipungkiri, banyak artis terkenal yang sedang naik daun tiba-tiba karirnya hancur lebur ketika mereka bermasalah dengan kasus hukum. Contohnya terlibat kasus narkoba, prostitusi, kekerasan, dan juga menghilangkan nyawa seseorang baik disengaja maupun tak disengaja akibat pengaruh minuman keras.  

“Ya ampun, Ma. Please deh jangan lebay. Aku bisa kontrol diri, kok. Lagian juga kan udah ada Sabrina yang dampingin aku terus. Jadi aku rasa nggak perlu pake bodyguard segala. Malu, Pa, Ma. Pejabat bukan, Presiden bukan, CEO bukan, masa dikawal segini ketat sih?”

Usaha terus, Cinta. Jangan kasih kendor. Lu mau tiap langkah lu di pepet terus sama cowok berwajah kaku kayak kanebo kering begitu?  

Kembali Cinta mengalihkan bola matanya pada Pramudya yang masih berdiri tegak dengan ekspresi tak tergoyahkan. Mungkin hanya angin puyuh yang bisa membuat kelopak mata itu berkedip. 

Bisa-bisa lu mati gaya, Cin.  

Siap-siap aja lu say goodbye sama Dancefloor, Mbak Martini, Mas Tequilla and Om Vodka. Terutama sama Babang DJ Arot dan DJ Ablay yang racikan musik techno and trench-nya bikin lu orgasme sambil teriak “Ampun Bang Dije!”

Hahaha... Selamat Datang di Nusa Kambangan, Aura Cinta Anastasia.

Bye bye ... gue mau ajep-ajep dulu.

Tarik, sis!

Cinta meraup wajahnya kasar. Merasa kesal dan frustrasi karena setan alas di dalam dirinya terus-menerus nyinyir padanya.

“Sabrina si bencong sialan itu nggak bisa di percaya untuk jaga kamu, Cinta. Kalian itu sebelas dua belas. Yang satu gila yang satunya sinting. Makanya harus ada satu orang yang waras untuk jagain kamu. Dan papa percaya Pram ini orangnya.”

Pak Abraham kembali membuka suara. Menunjuk Pramudya dengan lirikan matanya. Lalu beranjak dari kursi kemudian melangkah menghampiri Cinta yang kini mulai tertunduk dengan bibir mungilnya yang dia tekuk.

Sementara itu, Pramudya yang masih tegak terpaku berusaha tetap bersikap tenang sambil menyaksikan perdebatan antara si tuan dan si putri yang menyangkut dirinya. Pram hanya menunggu keputusan yang akan diambil mereka pada akhirnya. Apakah si nona muda itu akan menolak atau menerima dirinya bekerja sebagai pengawal sekaligus supir pribadinya.

Jika pun dia di tolak, dia akan kembali ke posisi semula sebagai Security di hotel milik Pak Abraham yang selama tiga tahun ini dia emban. Jika nantinya si nona lambe turah itu menerimanya sebagai pengawal pribadinya, dia akan bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan perintah. Nothing to loose, pikirnya.

“Selama ini semua kemauan kamu papa turutin, Cinta. Sampe terjun ke dunia entertaiment pun papa nggak halangin kamu. Padahal kamu tau sendiri ‘kan bagaimana papa dan mama mempersiapkan kamu untuk menjadi pengganti papa di hotel kita. Tapi untuk kali ini papa mohon ... oh bukan ... Papa perintahkan kamu untuk nurut sama papa. Kamu harus didampingi oleh pengawal pribadi. Ini bukan untuk mengekang kamu, justru untuk menjaga supaya kamu nggak melakukan hal-hal yang bakal jadi penyesalan nanti.”   

Kalimat-kalimat Pak Abraham yang bergelombang naik turun penuh emosi itu sepertinya cukup sakti untuk membuat otak Cinta akhirnya mau berpikir positif tentang perintah papanya itu.

Toh, tak ada salahnya juga punya pengawal pribadi. Apalagi cowok itu juga merangkap sebagai supirnya. Di saat nanti Cinta dan Sabrina kelelahan karena beban syuting sinetron kejar tayang yang membuat dirinya terpaksa pulang mendekati pagi, ada supir yang siap siaga menyetir mobil untuk membawanya pulang dengan tenang dan selamat.

Setelah dirinya lelah menjadi juri debat antara setan alas dan malaikat yang berjibaku didalam hatinya, pada akhirnya Cinta memutuskan untuk menerima perintah papa dan mamanya. Menerima cowok si muka kertas HVS yang masih berdiri setegak Monas itu menjadi pengawal sekaligus supir pribadinya.

“Okelah, Pa. Anak papa yang kece badai ini menurut saja. Daripada benjol,” putus Cinta akhirnya dengan nada menyerah pasrah.

Walaupun Pak Abraham melihat masih ada ketidak-ikhlasan di raut wajah Cinta tapi apa yang diucapkan Cinta membuatnya sumringah dan menjulurkan tangan menepuk-nepuk lembut pucuk kepala Cinta, seperti menepuk kepala seekor anak puppy yang patuh pada tuannya.

“Untuk sementara ini kamu pake mobil papa ya, Cin. Sambil menunggu mobil baru kamu yang sudah papa pesan di showroom.”

“Dan untuk gaji Pramudya, kamu nggak usah pikirkan. Itu urusan papa, oke.”

Cinta mengangguk dan mencoba mengulas senyum untuk papanya, meski terpaksa. Lalu menatap punggung papa yang sudah berputar badan untuk berlalu meninggalkan ruang keluarga. Dan tak lama, Bu Viola pun beranjak dari duduknya kemudian menyusul langkah suaminya menapaki anak tangga menuju kamar mereka di lantai dua.

Meninggalkan Cinta yang kini mengalihkan pandangannya pada Pram yang masih konstan dengan posisinya. Tegak dengan raut wajah yang datar, bibir terkatup rapat dan bola mata menyorot lurus ke depan.

Kakinya sama sekali tidak bergeser satu senti pun. 

Apa jangan-jangan di tapak sepatunya ada lem Aibon, ya?

Atau mungkin cowok ini dulunya pernah di kutuk jadi patung batu yang berdiri setia mengawal candi-candi bersejarah dan sekarang sudah terbebas dari kutukan karena dicium putri raja? Hingga kebiasaannya berdiri mematung itu terbawa sampai wujudnya menjelma kembali menjadi manusia?

Super amazinglah, pokoknya.

By the way, anyway, busway. Cowok ini good looking juga sih sebenarnya, walaupun mukanya tegang kayak nahan BAB ratusan tahun begitu.

Ditambah lagi ... uuugghhh ... bokongnya melengkung padat. Seksi.

Otak korengan Cinta terkoneksi sempurna ketika dia memiringkan sedikit kepalanya dan memaku mata liarnya pada tubuh Pram yang dibalut dengan seragam security berupa kemeja putih yang dihiasi berbagai atribut, berlengan pendek dan berukuran cukup pas mendekati ketat hingga mencetak lekukan sepasang bicepsnya. Dipadukan dengan celana model slimfit warna biru tua yang juga mencetak bagian belakang tubuhnya. Salah satu bagian yang memenuhi kualifikasi seksi menurut selera Cinta.

Hmm ... Lumayan lucu juga nih satpam.

Eh, tunggu. Kira-kira mantan patung candi ini bisa bicara nggak ya? Dari tadi nggak kedengeran bunyinya.

Cinta beranjak dari duduknya lalu perlahan melangkah mendekat pada cowok bernama singkat Pram itu tanpa memutuskan tatapan tajamnya.

Kini dia berdiri tepat di hadapan Pram dengan jarak tak lebih dari satu langkah saja lalu menurunkan arah bola matanya dan berhenti tepat pada dada Pram yang tampak bidang bergelombang padat di balik kemeja.

“Aaaw!” Pekikan yang tertahan lolos dari bibir Pram disertai dengan kedua ujung alis yang berkerut dan saling bertautan menatap kaget wajah Cinta, merasakan pedih sekaligus geli ketika dua jari Cinta memelintir kulit bagian dadanya dengan gemas.  

“Ohh, ternyata disini tombol suaranya,” Tanpa mengindahkan keterperangahan Pram, Cinta berujar ringan.

Namun Pram tak menjawab, justru perlahan merubah kembali ekspresi wajahnya datar dengan kedua sudut bibir yang dia tarik, kesal. Lalu melempar arah pandangannya ke samping kepala Cinta untuk menghindari tatapan Cinta yang masih memaku wajahnya.

“Eh, SatPram. Lo bisa bawa Range Rover?” tanya Cinta membuat Pram terpaksa menoleh kembali ke arahnya.

“Nggak bisa, Bu,” jawab Pram tegas namun dengan volume suara tak terlalu keras.

Cinta mengernyitkan dahi dan menarik wajahnya. Bingung bercampur kesal.

“Saya nggak bisa bawa mobil itu, Bu. Tapi kalo nyetirnya saya bisa,” kembali Pram melengkapi jawabannya. Yang tentu saja membuat bibir Cinta tertarik kencang.

Eeeealadalah ....

“Ya kali gue suruh lo manggul tu mobil, Mbambaaaank!” ketus Cinta seraya memutar bola matanya malas sembari menggelengkan kepala.

Berharap Pram bereaksi, sama saja dengan mengecat batu es. Sia-sia.

“Nama saya Pram, Bu. Rasya Pramudya Pratama. Bukan Mbambank,” protesnya datar tanpa ekspresi.

Kembali Cinta memutar bola mata seraya berdecak sebal. “Iya deh, Pramuka. Serah lo deh.”

Beneran kanebo kering nih cowok. Nggak gaul, kudet, kuper.

“Yuk, capcuss. Kita cabut,” ajak Cinta menyudahi sesi perkenalannya dengan pengawal merangkap supir pribadi pilihan papa.

Namun yang diajak masih bergeming di tempatnya seraya menatap punggung Cinta yang hendak berlalu keluar pintu.

“Cabut apa, Bu?” tanya Pram bingung, sebelum Cinta benar-benar menjauh.

Terpaksa Cinta berbalik badan dan memicingkan kelopak matanya tajam pada Pram.

Gemas, itu yang menggelitik benak Cinta. Hingga berpikiran nyeleneh di dalam hati untuk membongkar isi kepala Pram dan mengencangkan baut-baut sel otaknya yang mungkin saja sudah mengendur.

“Cabut bulu ketek nenek moyangmu!”

“Bulu ketek?”

“Ya Tuhan, dosa apa sih gue di masa lalu sampe dikasih pengawal yang telmi begini?” bergumam kesal, Cinta menggeleng-geleng kepala lalu memberi kode dengan tangannya pada Pram untuk lekas mengikutinya.

“Udahlah jangan nanya mulu kayak wartawan. Tugas pertama lo, anter gue ke lokasi syuting, oke.”

“Dimana, Bu?”

“Di Arab,” sebut Cinta asal sambil mendengkus kesal dan mengelus-elus dada berusaha tetap sabar menghadapi si Kanebo Kering yang melangkah di belakangnya.

“Saya belum punya pasport, Bu.” Pram berhasil membuat Cinta menghentikan langkahnya dan berbalik kembali dengan mencebik kesal.

Cinta menggeram. Serasa stok sabarnya mulai menipis menghadapi Pram yang baru sekian menit saja berinteraksi dengannya tapi sudah membuatnya naik darah.

Cubitin orang ini sampe modar dosa kagak ya?

Cinta kembali menghela nafas berusaha mengumpulkan kembali kesabarannya. “Pokoknya lo nyetir aja, oke. Ntar gue kasih tau lokasinya.”

Entah paham atau hanya untuk membuat kekesalan Cinta meredam, Pram pun mengangguk patuh. Lalu melangkah cepat di belakang punggung Cinta mengikuti gadis itu menuju Range Rover putih yang telah terparkir gagah di halaman rumah untuk menunaikan tugas pertamanya, mengantar Tuan Putri Baginda Nyai Ratu Aura Cinta Anastasia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status