"Wake up, Putri Tidur," bisik Voscar pada telinga Lilac. Lilac hanya bergumam pelan lalu kembali melanjutkan tidurnya.
"Kok bisa gua mau sama cewe kaya dia?" gumam Voscar yang melihat Lilac tidak kunjung bangun. Voscar langsung saja menepuk pelan pipi Lilac, Lilac langsung mengambil jemari Voscar dan menciumnya sebentar.
"Kembali tidur gua tinggal sekolah," ucap Voscar membuat Lilac langsung membuka matanya dan menatap jam di dinding seketika Lilac langsung terduduk di atas kasur.
"BUNDA, LILAC TELAT!" teriak Lilac membuat Voscar menutup kupingnya.
"Berisik!" Kesal Voscar.
"Bukannya mandi malah teriak," ucap Voscar yang kesal terhadap Lilac. Lilac langsung menatap Voscar dan tersenyum lebar membuat Voscar bergedik takut melihat senyum Lilac.
"Aw, gua masih perawan," ucap Voscar yang menyilangkan tangannya di dadanya membuat Lilac tertawa keras.
"MANDI, LIL!" teriak Bunda Lilac.
"Sana mandi," ucap Voscar yang menarik lembut jemari Lilac. Lilac langsung berdiri dan berjalan menuju kamar mandinya.
"Gua tunggu ruang makan," ucap Voscar di depan kamar mandi.
"Oke," jawab Lilac.
Voscar berjalan meninggalkan kamar Lilac lalu berjalan menuju ruang makan yang sudah ada Bunda dan Papah Lilac. Voscar duduk di hadapan Bunda Lilac.
"Lilac mana, Voscar?" tanya Papah Lilac yang sedang membaca koran paginya.
"Baru mandi, Om," jawab Voscar. Papah Lilac hanya mengangguk kepalanya saja. Bunda Lilac menaruh roti selai coklat di atas piring Voscar membuat Voscar tidak enak.
"Terima kasih, Tante," ucap Voscar.
"Terima kasih kembali," jawab bunda Lilac.
Voscar langsung melahap rotinya dengan tenang sampai suara Lilac membuat Voscar dan kedua orangtua Lilac menghentikan sarapan.
"BUNDA, PAPAH. LILAC TELAT!" panik Lilac yang berlarian di tangga. Voscar, papah Lilac dan bunda Lilac seketika langsung melihat jam di dinding dan mereka segera mengerutkan keningnya bingung.
"Ini baru jam enam kurang, Lil," ucap bunda Lilac. Lilac seketika menghentikan lari-nya dan menatap Bundanya dengan bingung lalu melihat jam di ponsel serta jam di dinding.
"Aish," ringis Lilac yang berjalan pelan menuju tempat makan. Orangtua Lilac hanya menggelengkan kepalanya sedangkan Voscar tersenyum tipis, di bawah meja jemari Voscar mengepal menahan kegemasan Lilac.
"Lho, Voscar?" Lilac menatap Voscar dengan bingung lalu duduk di samping Bundanya.
"Kenapa?" tanya Voscar.
"Kapan sampai?" tanya kembali Lilac membuat Voscar menghentikan kunyahannya begitupun orang tua Lilac.
"Kapan sampai?" Voscar mengulang pertanyaan Lilac dengan sedikit ragu, Lilac langsung menganggukan kepalanya.
"Voscar, sudah diamkan saja. Ini tidak akan selesai sampai kalian beneran telat," ucap Bunda Lilac. Lilac menatap Bundanya dengan kesal lalu mengembungkan pipinya.
"Ayo, berangkat," ajak Voscar yang melihat Lilac sudah selesai sarapan. Lilac yang sedang meminum susu hanya melirik Voscar dengan kesal.
"Siapa ya?" tanya Lilac sambil memakai tas-nya begitupun dengan Voscar.
"Bun, Pah, Lilac berangkat dahulu," pamit Lilac lalu menyalimi tangan kedua orangtuanya begitupun dengan Voscar yang mengikuti Lilac.
"Kenapa?" tanya Voscar saat di depan gerbang. Lilac menatap motor yang dibawa oleh Voscar seketika tersenyum tipis. Motor Beat, merah yang tidak membuat dirinya susah untuk dinaiki.
"Lu belum jawab pertanyaan gua!" kesal Lilac membuka pintu gerbang. Voscar menghentikan langkahnya dengan bingung lalu menatap Lilac dan mengingat pertanyaan apa yang belum dirinya jawab.
"Dih, gitu doang lebay banget," ucap Voscar yang sudah mengingat pertanyaan Lilac. Pertanyaan di ruang makan, "Kapan sampai?"
"Setengah enam gua sampai rumah lu," ucap Voscar sambil memberikan helm motif gajah berwarna pink kepada Lilac.
"Terus gua gangguin lu tidur, tapi lu engga bangun-bangun," jelas Voscar. Lilac yang mendengar langsung menghentikan aktivitasnya dan menatap Voscar dengan aneh.
"Jadi, tadi gua engga mimpi yang meluk tangan lu?" tanya Lilac dengan ragu. Voscar menatap Lilac lalu menghembuskan nafasnya pelan.
"Gua nyata begini aja masih dibilang mimpi," keluh Voscar yang langsung menaiki motornya diikuti Lilac.
"Gua kangen banget naik si merah," ucap Lilac yang langsung memeluk Voscar.
"Baru kemaren doang juga engga naik ini motor," ketus Voscar yang langsung menyalakan motornya dan mengabaikan segala ocehan Lilac tentang jalanan yang sudah sedikit macet.
"Marah-marah Mulu lu, kaya kurang kerjaan!" kesal Voscar yang sudah menghentikan motornya. Lilac langsung turun dari motor Voscar dengan wajah yang cemberut.
"Habisnya ngeselin bapak-bapaknya," kesal Lilac yang kesusahan membuka helmnya. Voscar menaruh helmnya di kaca spion lalu menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya.
"Kok bisa gua mau pacaran sama lu?" tanya Voscar yang membantu Lilac membuka helmnya. Lilac langsung saja menginjak kaki Voscar dan mengembangkan pipinya, lucu.
"INI PARKIRAN BUKAN TEMPAT BUCIN, WOI!" teriak Nando dengan merangkul Alendro. Alendro segera melepaskan rangkulan Nando dan mengusap kupingnya yang sedikit berdenyut.
"Bacot, Ndo," balas Voscar yang langsung merangkul pinggang Lilac lalu membawa Lilac menuju kelasnya. Di sepanjang koridor banyak yang melihat kemesraan Lilac dan Voscar.
"Kak Voscar dan Kak Lilac makin lucu aja ya," ucap adik kelas sambil menatap Lilac dan Voscar dengan iri. Lilac tersenyum miring lalu melepaskan rangkulan Voscar membuat Voscar menaikkan sebelah alisnya bingung.
Lilac langsung mengambil jemari Voscar dan tersenyum lebar. "Ini daerah sekolah, lebih romantis seperti ini," ucap Lilac.
"Modus belajar dari siapa?" tanya Voscar dengan nada yang mengejek.
"I*******m," jawab Lilac dengan tertawa pelan begitupun Voscar. Voscar langsung mengacak poni Lilac dengan gemas membuat Lilac langsung mendelikkan matanya kesal.
"Udah ngerjain tugas Matematika?" tanya Voscar yang memasuki kelas.
Lilac langsung menganggukan kepalanya. "Sudah," jawab Lilac.
Voscar membawa mengambil tas Lilac sedangkan Lilac langsung berjalan menuju Aluna dan mulai bergosip ala perempuan.
"Bagi tugas bisa kali," ucap Nando yang baru saja sampai dan menaruh tas-nya di bangkunya. Voscar menatap Nando dengan tersenyum miring.
"Lu siapa?" tanya Voscar membuat Nando menatap Voscar dengan terkejut.
"Lu engga tahu gua siapa?" tanya Nando. Nando langsung saja menggelengkan kepalanya. Nando langsung saja berdiri dan merapihkan pakaiannya.
"Gua, Nando Al-Fatih, putra bapak Fatih yang terhormat. Bukan sang pemilik sekolah hanya menitipkan anaknya di sini saja tetapi bergaya seperti yang mempunyai sekolah," jawab Nando dengan gaya yang sok keren.
"Ngawur, di demo bapak Fatih baru tahu rasa lu," ucap Voscar yang menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Nando.
Nando adalah anak pemilik sekolah sebenarnya tetapi banyak yang tidak mengetahui karna Nando yang selalu bertingkah seolah murid biasa seperti yang lainnya. Terkadang, beberapa murid banyak yang tidak percaya. Setiap pemilik sekolah datang saja Nando akan bersikap seperti murid yang lainnya dan itu tidak dipermasalahkan oleh kedua orangtua Nando.
"Cepet kerjain!" ucap Alendro yang sejak tadi sudah jengah dengan kelakuan Nando. Nando langsung saja mengambil buku yang diberikan Alendro dan memeriksanya, seketika senyum Nando terbit dengan lebar.
"Ini sama kaya gua jawabannya!" girang Nando yang langsung mengembalikan buku Alendro. Membuat Alendro dan Voscar menatap Nando dengan aneh.
"Bukan temen gua!" tegas Voscar yang langsung menutup wajahny begitupun dengan Alendro yang langsung menaruh wajahnya di atas meja dan di tutupi oleh tas.
Lilac menutup pintu mobil depan dengan sedikit kencang membuat orang yang sedang makan kentang goreng menggerutu kesal karena terkejut—tidak menyangka Lilac akan menutup pintu dengan kencang. Lilac hanya tertawa kecil tanpa rasa bersalah lalu mencomot kentang goreng dan memakannya begitu saja. Lagi dan lagi mendapat tatapan sinis serta tajam dari Voscar. Menutup pintu mobil kencang serta mengambil makanannya tanpa izin sedikit membuatnya kesal, sebenarnya itu tidak membuatnya marah, hanya kesal sedikit, sedikit sekali, hanya seujung kuku tapi kuku yang panjang."Maaf, maaf, nanti di jalan mampir dulu ke restoran biasa," ucap Lilac namun masih dengan tawa kecilnya. Seperti benar-benar tidak ada rasa bersalah."Enggak usah, udah malas," ketua Voscar sambil melajukan mobilnya, meninggalkan halte sekolah.Menyusuri jalan raya yang padat oleh kendaraan-kendaraan bermotor ataupun bermobil. Terhenti sejenak di depan lampu merah, melihat kanan-kiri, mencari tukang dagang asongan yang biasa be
Tangan yang terkepal erat serta wajah yang tersenyum tipis namun mata yang memancar kemarahan menjadi tanda Lilac sangat kesal bahkan amat sangat marah. Ternyata Laura adalah pengkhianat. Ia selalu berpikir jika Laura akan sangat cocok untuk menjadi penerusnya, kapten basket putri. Membantu Alina selama dirinya pergi nanti. Hancur sudah rencana yang ia persiapkan kemarin-kemarin.Lilac menggigit jari kuku jempol sambil menahan amarahnya. Rasanya ingin sekali ia pergi dari dalam kelas menuju Laura yang pastinya masih berada di tangga. Berani sekali adik kelasnya ini mencoba mengambil miliknya. Ia tidak akan membiarkannya begitu saja.Menit berlalu menjadi jam dan sekarang adalah waktunya istirahat ke dua, istirahat di siang hari. Sejujurnya, istirahat ini hanya bisa dipakai untuk ibadah shalat saja bagi umat muslim dan yang tidak berhalangan. Lilac yang merupakan seorang muslim baru saja melipat mukena pink parasut miliknya. Mukena yang selalu ia simpan di masjid se
Lilac dan teman-teman sekelasnya tertawa melihat Voscar yang sedang di hukum oleh Pak Budi dari dalam kantin.Voscar disuruh berlari keliling lapangan outdoor yang bisa dilihat oleh semua murid dan guru, sambil memakai kertas karton yang bertuliskan "SAYA ANAK NAKAL!". Ia ingin sekali protes dan menggerutu. Tetapi, Pak Budi pun menyuruhnya sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya serta 17 Agustus secara berulang.Bulir-bulir keringat serta napas yang menderu bahkan tatapan mata Voscar sudah layu, pertanda ia sudah merasa sangat lelah. Ia sudah berlari sebanyak 10 kali di lapangan yang super luas ini. Begitu putaran ke 11 ia menjatuhkan tubuhnya di hadapan Pak Budi yang sejak tadi terus melihatnya dengan wajah datar. Pak Budi menghela napas pelan, merasa kasihan dengan anak murid bebal ini."Kamu istirahat dulu, sehabis itu temui Bapak di ruangan," ujar Pak Budi yang langsung meninggalkan Voscar begitu saja.Sedikit tersenyum tipis, setidaknya pender
Pak Budi meminta kami—seisi kelas mengikutinya menuju lapangan outdoor. Tepat setelah menyuruh kami berganti pakaian dengan seragam yang kering. Beruntung cuaca pagi ini sedikit mendung, mungkin akan turun hujan. Pak Budi meminta kami untuk duduk lesehan di atas rumput dengan membawa alat tulis. Pak Budi pun tidak lupa menyuruh anak lelaki mengambil satu papan tulis dorong yang berada di gudang. Kami tidak ada yang berani bertanya, protes ataupun membantah, yang kami lakukan hanyalah patuh—berjalan mengikuti langkah Pak Budi."Kapan lagi kita study alam begini," celetuk Voscar begitu saja seolah tidak mengerti suasana mencekam saat ini.Dia baru datang setelah mengambil papan tulis dorong bersama teman-teman lelakinya. Ia langsung duduk tepat di depan Lilac, memasuki barisan perempuan membuat beberapa teman perempuannya tidak terima ia berada di depan karena tinggi badan yang menghalangi mereka.LIlac pun ikut memprotes keberadaan dirinya dengan mencolok-c
"KAK LILAC!" teriak Laura, adik kelas yang sangat menyebalkannya memasuki kelasnya sambil berteriak memanggilnya namanya.Ia dan teman-teman sekelas langsung menoleh pada Laura yang sedang berjalan ke arahnya sambil memasang wajah yang sedikit menyeramkan. Ia bingung dengan kedatangan Laura yang sangat tiba-tiba, begitu pun dengan teman-temannya yang menatap aneh pada Laura. Seingat mereka, Laura adalah sosok yang yang baik hati, polos dan lugu. Namun, lihatlah sekarang, Luara seperti sosok orang lain.Laura yang sudah berada di hadapan Lilac langsung menaruh tumpukan kertas yang sedari tadi digenggamnya. Lilac melihat serta membacanya dengan seksama, sebuah kertas yang merupakan petisi sekolah dan itu pun resmi karena ada cap sekolahnya. Lalu, ia pun membacanya sampai habis mengenai isi surat petisi tersebut. Padahal melalui website sekolah akan lebih mudah dan tidak membuang-buang kertas untuk hal sepele seperti ini.Surat petisi yang menurutnya sangat-sangat sepele dan tidak bermut
"Lilac," panggil Papah Lilac yang sedang membaca koran.Lilac yang baru saja turun dari tangga rumahnya sambil membawa sepatu sekolahnya langsung menatap Papahnya dengan senyum tipisnya. Ia pun melihat bundanya sedang mencuci buah."Sebentar lagi pernikahan Azaella di luar negri. Kita akan berangkat hari Minggu nanti dan sekalian menetap di sana sebentar karena perusahaan keluarga sedang ada masalah sedikit dan membutuhkan Papah," jelas Papah Lilac sambil menurunkan korannya dan menatap penuh pada Lilac.Lilac mengangguk-anggukkan kepalanya tanpa menjawab apapun karena semua percuma saja, Papahnya tidak pernah menyetujui apapun yang ia katakan. Jadi, ia hanya menganggukkan saja kepalanya.Ia pun menaruh sepatu sekolahnya di bawah meja dan menginjaknya santai. Lalu, dia memulai sarapannya dengan roti selai cokelat yang dibuat oleh bunda. Dia hanya fokus pada sarapannya tanpa memedulikan tatapan Papahnya yang masih menatap dirinya. Sang Papah yang merasa dirinya tidak dipedulikan oleh s