REBECCA POV
Kehidupanku sempurna di mata semua orang. Suamiku tampan dan sukses, kehidupan bergelimang harta, anak yang tampan dan pandai. Dan keluarga kami tampak harmonis. Terlihat sempurna! Memang betul, hingga kelahiran anak keduaku. Aku sungguh tak menduganya, bahkan saat itu aku sedang rutin mengkonsumsi obat pelangsing yang digembar-gemborkan bisa menurunkan berat badan dengan cepat. Begitu tahu aku hamil aku sangat khawatir bila ada apa-apa dengan janinku. Sempat ingin menggugurkannya, tapi dokter kandunganku tak mau mengaborsinya. Jadilah aku menjalani kehamilanku dengan perasaan kacau, was-was bila anak yang akan kulahirkan cacat atau tak sempurna.
Ternyata saat dilahirkan dia terlihat sempurna, tampan sekali! Bahkan lebih tampan dari kakaknya. Aku sangat menyayanginya saat itu karena merasa bersalah semp
TITI POV Aku berlari mengejar Chocho. Napasku sampai tersenggal-senggal. Sial, kencang sekali lari bocah itu! Sepertinya perlu siasat khusus untuk menangkapnya. "Aargghh!!" aku menjerit pura-pura jatuh.Chocho sontak berhenti lari dan menatapku panik. Dia menghampiriku dengan tergesa-gesa. "Kak Titi! Kak Titi!" dia memanggilku khawatir.Aku pura-pura memejamkan mataku sambil berbaring di lantai. Chocho berlutut di dekatku. Dia membungkukkan badannya, wajahnya nyaris bersentuhan dengan wajahku. Gotcha! Ku dekap tubuhnya erat-erat dan kubalikkan tubuhku. Kini aku ganti menindih tubuh Chocho. "Kak
TITI POV Aku baru saja akan masuk ke kamar Mas Aro ketika pintu kamarnya dibuka dari dalam. Jadi ternganga melihat penampilan Mas Aro yang berdiri di pintu kamarnya. Itu, itu kan baju yang dulu kupilihkan buatnya dan ditolaknya mentah-mentah. Kaus tanpa lengan dan celana selutut sobek-sobek. Astaga, sekseh-nya Mas Aro memakai baju pilihanku ini!Mas Aro jadi jengah kupandangi mulu, dengan salting dia berkata, "sepertinya aku salah mengambil baju."Dia hendak berbalik masuk kamarnya, tapi kutahan. "Eh Mas, kenapa mau diganti? Bagus kok," cengirku lebar.Mas Aro tersenyum kaku menanggapiku. "Mas Aro seksi," bisikku nakal.Mata Mas Aro membulat kaget. Aku te
CHOCHO POV Kak Titi sekarang gak pelit waktu. Chocho senang! Senang sekali. Kak Titi bisa nemenin. Meski sebentar. Sebal! Kak Ander udah curi Kak Titi! Chocho sebal. Dulu Kak Titi punya Chocho. Sekarang punya Kak Ander juga. Chocho gak suka Kak Titi di kamar Kak Ander. Chocho ikut masuk. "Chocho!" Kak Titi kaget.Dia berdiri cepat. Dari ranjang Kak Ander. Kak Ander duduk. Rambut Kakak kacau. "Kalian ngapain?" Chocho tanyaPipi Kak Titi merah. Kak Ander rapiin rambutnya. "Kak Titi bobokin Kak Ander?" Chocho tanya. Gak seneng! Sebal!
XANDER POV Kakiku semakin membaik. Dad dan Mom sering mendesakku agar segera kembali ke rumah. Dengan berbagai alasan yang logis, aku selalu menunda kepulanganku. Sebenarnya memang sudah saatnya aku kembali ke 'dunia' ku yang dulu, tapi ada sesuatu yang membuatku enggan melakukannya. Sesuatu yang bernama 'Titi'. Dia yang telah mewarnai hari-hariku belakangan ini dengan keceriaan, kepolosan dan tingkah antiknya. Dia membuatku sangat bahagia hingga aku tak bisa mengenali diriku sendiri. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta, dan membuat hidupku jadi lebih semarak.Kami menjalin kasih secara sembunyi-sembunyi, tapi sepertinya Pak Frans mencurigai kami meski ia tak berani mengungkapkannya langsung padaku. Sedang Chocho, adikku itu akan mencemburui siapapun yang dekat dengan Titi. Duh posesif sekali. Yang jadi cowoknya
TITI POV "Masih lama?" Lagi-lagi Chocho bertanya tak sabar. "Sebentar lagi, Sayang," jawabku menenangkannya. "Oke!" kata Chocho sambil mengedipkan matanya.Chocho duduk dengan gelisah didalam mobil. Kakinya bergoyang terus seakan tak sabar ingin meloncat keluar saat mobil berhenti tiba di tujuan. Wajahnya nampak sangat antusias! Berbeda ketika dia bertanya padaku, apa aku cinta Mas Aro. Saat itu aku bingung harus menjawab apa. Akhirnya aku hanya berkata bahwa Mas Aro sudah ada yang punya. Anehnya Chocho diam saja dan bisa menerimanya. Entah dia mengerti atau tidak aku juga tak tahu. "Mana pantainya? Gak kelih
XANDER POV Untungnya pertunangan yang membuatku muak ini telah usai. Bahkan selama acara itu berlangsung, aku tak pernah sekalipun menatap mata tunanganku. Pasti pandangan mataku kosong, wajahku nampak dingin. Namun gadis itu tak bereaksi apapun meski aku yakin dia menyadari betapa dinginnya sikapku padanya. Kurasa ia juga tak menghendaki pertunangan ini. Kami adalah pion dalam biduk permainan politik bisnis yang dimainkan keluarga kami. Entahlah, mungkin ini sudah menjadi kutukan bagiku sebagai anak sulung keluarga Edisson. Terkadang aku merasa Chocho lebih beruntung dariku. Meski sudah menjadi nasibnya disembunyikan sebagai aib keluarga Edisson, tapi tak ada yang mengatur kehidupan cintanya atau dia diharuskan menikah dengan putri konglomerat lainnya. Dia bebas mencintai siapapun! Ehm, sampai sekarang aku masih bingung melihat hubungan Chocho dan Titi. Hubungan mereka terasa istimewa, s
TITI POV TIDAK! Kurasa ini tidak benar. Kudorong tubuh Mas Aro agar menjauhiku. "Mas Aro tak perlu berbuat seperti ini untuk membuktikan cinta Mas. Aku percaya Mas cinta aku," kataku lembut. "Tapi aku tak cuma butuh rasa percayamu, Titi. Aku ingin tetap memilikimu. Aku tak sanggup kehilanganmu!" Aku tersenyum lembut untuk menenangkannya. "Mas Aro tetap memiliki... cintaku. Tapi maaf, lebih baik kita cukup menyimpan cinta itu dalam hati. Aku ini wanita, Mas. Aku tak ingin menyakiti perasaan tunangan Mas Aro." Mas Aro terhenyak mendengar keputusanku. Kurasa ia tak menyangka aku akan mengambil langkah ini. Ya malam ini pikiranku pas benar pada tempatnya! "Titi, kau tak mengenal siapa tunanganku. Kami hanya korban keegoisan keluarga! Ia juga tak mencintaiku. Bahkan didepan temannya ia memanggilku Om dan tidak mengakui aku sebagai
GLADHYS POV Brengsek! Kepalaku masih terasa pusing gegara mabuk semalam, eh kini masih harus ngambil hapeku yang tertinggal di mobil si Om. Damn! Paling hapeku terjatuh saat aku mengakusisi paksa mobilnya yang kusabotase buat balapan liar. "Dhys, apa bener arahnya kesini?" tanya Uun yang kupaksa untuk mengantarku mengambil. "Iyalah, aplikasi pelacakku gak pernah mengecewakan kok." Aku menunjukkan aplikasi pelacak yang kuinstal di hape Uun. "Prett!" ledek Uun kenes. Uun ini sohibku sejak SMP yang lagaknya rada kemayu juga kenes. Aku sering menggodanya dengan memanggil dia Uni. Cuma dia yang tahu aku luar dalam. Paham jiwa pemberontak yang kusembunyikan dalam gaya anggun dan songgongku, adalah topeng untuk menutupi kesedihan dan rapuhnya hatiku. Yah, emang aku orang munafik sedunia, tapi setidaknya di depan Uun aku bisa bertingkah apa adanya. "Lagian elo Say, n