Share

KENAPA AKU TERLALU BODOH?

Setelah menyelesaikan urusan secepat kilat, mereka berempat termasuk saksi yang disewa Tiffany keluar dari ruangan dengan berbagai macam ekspresi.

Vio keluar dengan langkah gontai, Tiffany melihat foto-foto yang diambilnya tadi, sekretaris melaporkan sesuatu ke atasannya sementara si Tuan Punya Segalanya hanya diam mendengarkan.

Vio melirik Alex. Ia tidak terlalu mendengar namanya karena pusing memikirkan kesalah pahaman ini lalu bagaimana kalau tunangannya tahu soal ini?

"Ini." Alex memberikan sesuatu ke Vio.

Vio melihat barang di tangan Alex lalu menatap matanya. "Handphone?"

"Saya lihat handphone kamu tidak layak, jadi pakai ini saja. Handphone kedua saya untuk sementara."

"Wah, inikan handphone mahal!" seru Tiffany sambil membandingkan dengan handphonenya. "Kita kembaran jadinya."

Rasanya Vio ingin mengeplak kepala Tiffany.

"Disana ada nomor saya."

"Ini-" Vio hendak mengatakan sesuatu.

"Nanti saya hubungi kamu lewat handphone ini." Alex melihat jam tangannya lalu pergi bersama sekretaris meninggalkan Vio yang berdiri termenung sambil memegang handphone barunya.

"Selamat ya nyonya." Kikik Tiffany.

Vio menghela napas. Ia malas menjelaskan kesalahpahaman ini, besok ajalah.

"Kamu mau kemana?" tanya Tiffany sambil mengejar Vio.

Vio hendak mengatakan sesuatu tapi ditahannya. "Aku pulang dulu."

"Oh, oke." Tiffany mengangguk lalu mengekori Vio.

Vio menggenggam erat handphone barunya. Sebenarnya kemana kamu Ki?

Setelah hampir dua jam berputar-putar dengan sepeda motornya, ia memutuskan pergi ke apartemen tunangannya lebih tepatnya apartemen bersama karena tunangannya memasrahkan apartemen ini ke dirinya.

Siapa tahu Kiki tertidur atau bisa saja hanpdhone mati.

Ia hendak masuk ke dalam apartemen tapi dihadang satpam.

Vio terkejut.

"Maaf, anda siapa?"

"Saya tunangannya Kiki Sanjaya."

Satpam itu mengerutkan kening, menilai penampilan Vio dari atas sampai bawah.

"Jangan bohong!"

"Apa?"

"Semalam, Ceo Sanjaya datang bersama tunangannya."

"Mungkin saja itu sekretaris atau temannya."

"Tidak mungkin, Ceo sendiri yang bilang."

"Tapi..."

Satpam itu mendorong mundur Vio. "Ini tempat elit, kamu pasti wartawankan? dari penampilan lusuh aja sudah kelihatan."

"Tapi aku sering kesini."

"Ada apa ini?" tanya satpam senior.

"Ini, ada perempuan mengaku tunangan Ceo Sanjaya."

Satpam senior itu menatap terkejut Vio. "Nona Vio."

Vio berjalan ke satpam senior. "Ada apa ini, kenapa tunanganku bersama wanita lain?"

Satpam senior menatap tajam juniornya. "Apa kamu sudah lupa dengan peraturan disini?"

Satpam junior hendak mengatakan sesuatu.

"Nyonya."

Semua orang menoleh ke sumber suara.

"Sekretaris tadi-" Vio menunjuk sekretaris berkacamata itu dengan bingung.

"Nama saya Eric."

Vio tersenyum canggung sekaligus panik. Ia masih memikirkan kondisi tunangannya, apa ia lagi kerja di dalam kamar?

Eric berdehem. "Bagaimana kalau anda ikut saya mengambil pakaian atasan saya?"

"Ya?"

"Suami anda membutuhkan pakaian ganti dan sepertinya belum makan dari pagi, anda bersedia memasakan sesuatu?"

Vio menggigit bibir bawahnya.

"Mungkin saja, saya bisa mengantar anda bertemu dengan ke.na.lan anda." Eric menekan kalimat kenalan untuk memperingatkan Vio.

Vio bergidik ngeri.

Satpam senior hendak mengatakan sesuatu.

Eric membetulkan letak kaca matanya. "Jangan lupa, apartemen ini milik siapa."

Satpam senior dan junior menjadi salah tingkah.

Eric mempersilahkan Vio berjalan dulu. "Nyonya."

Vio mengangguk lalu jalan duluan. Ia masih mengingat seluk beluk apartemen ini, sudah sering ia kesini untuk menemani Kiki.

Di dalam lift, Eric melihat ekspresi cemas nyonya-nya. Ia mengerutkan kening tidak mengerti, kenapa atasannya memutuskan menikah dengan perempuan semacam ini? kemampuan sosial nol bahkan ia bisa digertak satpam. Kalau memang itu tunangan, harusnya bisa bersikap tegas.

"Selera tuan memang unik."

Vio balik badan dan menatap Eric. "Ya?"

Eric menunjukan senyum bisnisnya.

TING

Eric melirik nomer gedung. 28. "Nyonya-"

"Saya ingin bertemu seseorang sebentar lalu pergi ke kamar dia."

Eric hanya tersenyum dan mengikuti Vio.

Sesampainya di depan pintu, ia menatap pintu dengan ragu.

Eric menjadi tidak sabar. "Nyonya."

Vio memberanikan diri lalu membuka kunci dengan kartu lalu memencet kode.

Pintu terbuka.

Saat pintu terbuka lebar, Vio bisa melihat pemandangan tidak menyenangkan. Pakaian bertebaran kemana-mana dimulai dari depan pintu.

Eric menutup hidungnya dengan sapu tangan dan menaikan dagu dengan angkuh. Ia bisa menebak betapa liarnya semalam dari aroma busuk dan pakaian bertebaran.

Eric melirik Nyonya dan terkejut. Tatapannya sudah berubah, tidak pengecut seperti tadi.

Vio jalan mengikuti arah pakaian bertebaran sementara Eric mengikuti dari belakang, ia tidak mau istri atasannya mendapat masalah.

Vio mendengar suara samar-samar di dalam ruangan.

Eric mengerutkan kening dengan jijik.

Suara erangan dua orang lawan jenis terdengar dari pintu kamar yang terbuka setengah.

"Kamu... bukannya... ah..."

"Apa.. hah?"

Vio mengepalkan kedua tangannya, melihat pemandangan tunangan memunggungi dirinya dengan pinggang bergoyang menjijikan.

"Nyonya-" bisik Eric.

"Bukan... kamu... janji..."

"Berhenti bicara... hah... atau aku akan mengacaukan... hah..."

Rasanya Eric ingin mengacaukan situasi kamar.

"Kamu rekam ini, setelah semua selesai hapus semua jejak kita. Berapa no lantai dan kamar suami saya?" Vio balik badan. Sorot matanya menjadi tegas sekaligus letih.

"Lantai paling atas, gunakan lift khusus. Liftnya akan terbuka menggunakan ini." Jawab Eric dengan suara pelan sambil memberikan kartu ke Vio.

Vio terkejut sebentar lalu mengambil kartu di tangan Eric, "Ada beberapa barang saya disini. Kamu bisa menanganinya?"

"Anda cukup memberitahu saya apa saja."

Vio mengangguk lalu berjalan meninggalkan ruangan.

Eric menatap jijik ke dalam ruangan. Suara mereka cukup keras tadi, tapi sepertinya kebutuhan dan erangan mereka berdua lebih keras.

Tuan besar, anda harus berterima kasih kepada saya.

Sementara Vio di luar berjalan cepat menuju lift khusus yang diberitahukan Eric, dengan kartu ia berhasil membuka lift itu.

Vio masuk ke dalam lift lalu menutup mulutnya dengan punggung tangan dan mulai menitikan air matanya.

Vio tahu kebutuhan fisik pria sangat besar seperti yang dilakukn ayah kandungnya dulu, tapi tetap saja ini sangat menyakitkan.

Selama menjalin hubungan, Vio tidak pernah melakukan hubungan seks dengan tunangannya, mereka hanya berciuman dan berpelukan.

Vio tahu Kiki sangat menyukai model cantik, lalu kenapa mengejarnya yang jelek dan gendut ini?

"Bahkan papa bilang aku kerbau, tapi kenapa kamu mengejarku?"

Vio tidak mengerti jalan pikiran Kiki.

TING

Vio menghapus air matanya dengan punggung tangan lalu mengangkat kepalanya.

Ia terkejut.

Rupanya ini penthouse, begitu pintu lift terbuka ia sudah melihat pemandangan mewah ruang tamu dengan air mancur.

Vio keluar dari lift melihat sekeliling ruangan dengan takjub. Tapi aneh, sepertinya ia pernah melihat ruangan seperti ini.

Vio menggelengkan kepala lalu berjalan mencari kamar suaminya.

Vio membuka pintu dan sekali lagi takjub melihat isi kamar yang dua kali lipat dari rumah mungilnya. Bukan, bahkan lebih dari itu.

Vio membuka pintu satu lagi dan rasanya ingin menangis. Berapa harga isi ruangan ini? kemeja, jam tangan, jas semuanya mewah bahkan pakaian tidur saja bermerk

Kenapa ia tahu? karena ia sering melihat di media sosial soal barang bermerk.

Vio meletakan tas ranselnya lalu mengeluarkan handphone yang diberikan suami.

Dia menelepon suaminya.

"Hallo."

Vio memejamkan matanya sebentar. Ah, suara ini sexy dan dalam sekali.

"Vio?"

Vio tersadar dari lamunannya. "Saya dengar anda membutuhkan baju ganti jadi anda ingin baju yang bagaimana?"

Tidak ada jawaban.

Vio melihat handphonenya. Masih tersambung. Lalu mengucapkan hallo.

"Saya hanya membutuhkan kemeja, celana panjang dan jas. Jangan lupa pakaian dalam."

Wajah Vio memerah begitu mendengar pakaian dalam.

"Kenapa kamu- dimana Eric?"

"Ah, saya membutuhkan bantuannya jadi saya mengambil alih tugasnya."

"Kamu baik-baik saja?"

Rasanya aneh mendengar pertanyaan itu dari orang asing.

"Saya akan siapkan barangnya," tutup Vio. Dia masih tidak ingin mengatakan perasaanya sekarang ke orang lain meskipun itu suaminya sendiri.

Vio menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. "Sepertinya hari ini aku sibuk."

Menunggu lama dengan cemas, pernikahan yang salah, diusir satpam, tunangan berselingkuh lalu melihat takjub penthouse ini benar-benar menghabiskan energinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status