Morgan duduk di kursi makan keluarga. Bersampingan dengan istrinya, Keyza. Malam ini adalah waktu jamuan keluarga. Biasanya, akan di hadapkan dengan makanan, dan juga wejangan. Morgan ingin berbicara lebih malam ini. Ia ingin menghadirkan sosok yang telah luput dari pandangan orang orang. Adiknya.
“Sayang....?” tanya Keyza dengan nada khawatir sambil meremas tangan suaminya di bawah meja makan. Ia khawatir, apa yang akan di sampaikan oleh suaminya itu akan mengundang mala petaka untuk mereka.
Morgan mengangguk, mencoba menenangkan Keyza dengan ekspresi. Tidak apa apa, semuanya akan baik baik saja. Dan Keyza hanya pasrah, ia tak bisa mengekang keinginan Morgan untuk menyuarakan pada keluarg
Raka kembali ke apartemennya dengan semburat senyum yang tak lepas dari bibirnya sejak ia memegang kendali mobil, atau saat ia sedang memikirkan Mika. Laki laki itu masih tersenyum saja dengan alasan yang sederhana itu. Dan di saat yang bersamaan, Mika juga tak melepaskan senyumannya. Ia masih tersenyum hanya untuk hal hal tidak penting.^^^ Ken pulang dengan berat hati, ia seperti belum siap saat di tampar keadaan apartemennya. Pasti Alana akan mengabaikannya dengan banyak hal. Dan seperti ada rasa tidak siap di hati Ken untuk mendapatkan sikap acuh wanita itu. Sakit.... “Alana...?” sapa Ken dengan keterkejutan yang terlihat jelas. Alana masih terjaga walau sudah semalam ini
Raka menatap Mika yang tak mengetahui makna kekhawatirannya. Gadis itu masih tertawa. Bahkan Raka sempat heran bagaimana Mika bisa sampai secepat itu akrab dengan Brian. Dan itu bisa menjadi hal baik juga buruk. Raka mencoba mengabaikan tatapan Mika, dengan kembali membalik map di tangannya. Mika terkekeh geli dengan cara Raka mengabaikannya. Kentara sekali kalau laki laki itu sedang marah akan ‘Suatu’ hal yang ada di pikirannya. “Kamu marah?” tanya Mika dengan suara lembut, tapi masih berusaha mengabaikan reaksi dingin Raka. Menghela nafas dengan sangat pelan,”Engga.” Jawab Raka dengan lemah sebelum kemudian menutup mapnya dan berjalan kembali ke arah Mika.
Ken bangun dengan tubuh yang pegal pegal, Alana benar benar tak menghiraukannya. Walaupun semalaman tidur di sofa, Ken sangat yakin kalau Alana tak perlu repot repot menengoknya. Ken sangat yakin sekali. Bangun dengan menghirup udara pagi yang menyesakan. Seperti ada yang mengganjal di hati Ken, entah apa. Seperti ada yang seharusnya hadir di sampingnya, di hadapannya. Tapi apa? Seperti ada yang hilang. Apa ini Alana? Keberadaan dan perhatian Alana mungkin sudah memberikan pengaruh amat besar pada kehidupan Ken selama mereka berumah tangga, walaupun Ken menikahinya karena terpaksa. Tapi... Bagaimana mungkin...??? “Alana.....” panggil Ken dengan tangan kanan sudah mencengkeram gelas susu cokelat. Alana masih belum juga keluar dari kamarnya, mungkin hanya untuk menghindari Ken.
Mika bisa mempertahankan kendali dirinya dengan tidak menunjukan sisi sakitnya dan sisi lemahnya sekarang ini, atau Mayang akan semakin panik saat mendapati. Satu wanita hamil yang tidak sadarkan diri dengan ketuban yang pecah. Dan kekasih atasanya yang kesakitan. Dan Mika memutuskan untuk menahan rasa sakitnya. “Mayang....” panggil Mika nyaris seperti rintihan. Tapi Mayang tidak menyadarinya, ia sedang sibuk memberikan tekanan pada dada Alana. Dan brak...!! Pintu di buka dan bala bantuan datang. Tim perawat yang Mayang panggil datang tanpa membutuhkan waktu lama. Melihat si calon pasien masuk, Mika bahkan terkejut saat melihat Pevita ada di sana. Dokter cantik itu sekarang terlihat sangat dingin.&nb
Mereka makan malam. Dan Mika tak bisa menikmati makan malam ini walaupun seenak apapun makanannya. Tubuhnya di terjang kekhawatiran yang tak bisa di buang begitu saja saat mata Marcell menatapnya sejujur, lurus seperti ingin menghancurkan. Seperti ingin meremukan Mika menjadi kepingan. Jujur, Mika tak terlalu terkejut. Karena Marcell memang selalu menatapnya seperti itu. “Mika....?” panggil Raka dengan suara rendah. Ingin membuat Mika fokus dengan makanannya saja. “Iya...?” Mika menyahuti dengan kaget, karena tak memprediksi panggilan itu. Raka menatap isi piring Mika, hanya berkurang setengahnya. Biasanya, Mika akan makan dengan lahap apapun yang ia bawakan untuknya. Ta
Morgan menghunuskan pukulannya. Pada wajah Marcell yang sudah sejak tadi babak belur. Morgan tak peduli kalau laki laki di hadapannya ini adalah kakaknya sendiri. Ia terlalu marah sampai tak memperdulikan ikatan keluarga di antara keduanya. “Gila! Sinting!” maki Morgan dengan tangannya yang juga sudah merah karena memukul Marcell. Dan Marcell malah tersenyum dengan sangat puas dengan sebelah bibir yang hampir robek. Marcell masih bisa tersenyum?!! “Dia adikmu!” maki Morgan. Morgan melayangkan pukulannya. Tapi sekarang, Marcell marah, karena membawa kata adik. Kini tangan Marcell menangkis tangan Morgan dengan sekuat tenaga. Mata Morgan sampai membelalak. “Tid
Raka masih terpaku di sofa hitam mengkilat itu. Ada banyak fakta yang terhubung di otaknya saat ini. Ada rasa yang tak bisa ia mengerti. Hasutan buruk! Sialnya muncul di pikiran Raka. Apa harus kawin lari saja?? Tapi Raka langsung menggeleng dengan sangat keras, menolak ide yang bahkan muncul dari otaknya sendiri. Raka sungguh sungguh mencintai Mika. Tak perlu di ragukan lagi. Perempuan itu adalah cara Tuhan menundukannya dengan rasa takut kalau Tuhan bisa mencabut nyawa orang yang paling ia cintai dari dunia ini. Raka tau kondisi Mika, sejauh mana Mika bisa bertahan.... dan sejauh mana Raka ketakutan. Itu cara Tuhan menundukan Raka kalau ia harus patuh terhadap Tuhany
Raka masih duduk mematung di apartemenya. Ia masih tak bisa berpikir dengan tenang di balkon malam ini walaupun angin malam sudah mendinginkan otaknya. Tapi.... nyatanya, otaknya masih kosong. Dan deringan ponsel yang tiada henti itu... membuat Raka menyadari, kalau ia bukan orang yang bisa mengabaikan panggilan. Karena.... itu bisa saja sebuah panggilan yang penting. Dan nyatanya, Raka tak bisa menyangkal. Kalau panggilan ini dari Mayang. “Hallo dokter Raka???” sapaan Mayang yang terburu buru membuat Raka mengesampingkan kemelut di hati dan otaknya itu. “Mba Mika di ruangan operasi sekarang, Dokter Brian yang menangani. Mba Mika... kritis!!”&nb