Morgan menghunuskan pukulannya. Pada wajah Marcell yang sudah sejak tadi babak belur. Morgan tak peduli kalau laki laki di hadapannya ini adalah kakaknya sendiri. Ia terlalu marah sampai tak memperdulikan ikatan keluarga di antara keduanya.
“Gila! Sinting!” maki Morgan dengan tangannya yang juga sudah merah karena memukul Marcell. Dan Marcell malah tersenyum dengan sangat puas dengan sebelah bibir yang hampir robek. Marcell masih bisa tersenyum?!!
“Dia adikmu!” maki Morgan. Morgan melayangkan pukulannya. Tapi sekarang, Marcell marah, karena membawa kata adik. Kini tangan Marcell menangkis tangan Morgan dengan sekuat tenaga. Mata Morgan sampai membelalak.
“Tid
Raka masih terpaku di sofa hitam mengkilat itu. Ada banyak fakta yang terhubung di otaknya saat ini. Ada rasa yang tak bisa ia mengerti. Hasutan buruk! Sialnya muncul di pikiran Raka. Apa harus kawin lari saja?? Tapi Raka langsung menggeleng dengan sangat keras, menolak ide yang bahkan muncul dari otaknya sendiri. Raka sungguh sungguh mencintai Mika. Tak perlu di ragukan lagi. Perempuan itu adalah cara Tuhan menundukannya dengan rasa takut kalau Tuhan bisa mencabut nyawa orang yang paling ia cintai dari dunia ini. Raka tau kondisi Mika, sejauh mana Mika bisa bertahan.... dan sejauh mana Raka ketakutan. Itu cara Tuhan menundukan Raka kalau ia harus patuh terhadap Tuhany
Raka masih duduk mematung di apartemenya. Ia masih tak bisa berpikir dengan tenang di balkon malam ini walaupun angin malam sudah mendinginkan otaknya. Tapi.... nyatanya, otaknya masih kosong. Dan deringan ponsel yang tiada henti itu... membuat Raka menyadari, kalau ia bukan orang yang bisa mengabaikan panggilan. Karena.... itu bisa saja sebuah panggilan yang penting. Dan nyatanya, Raka tak bisa menyangkal. Kalau panggilan ini dari Mayang. “Hallo dokter Raka???” sapaan Mayang yang terburu buru membuat Raka mengesampingkan kemelut di hati dan otaknya itu. “Mba Mika di ruangan operasi sekarang, Dokter Brian yang menangani. Mba Mika... kritis!!”&nb
Keyza meneguk ludahnya dengan sangat kaku. Ia tak bisa mengkontrol diri saat Marcell mulai berjalan mendekatinya, entah untuk tujuan apa. Tapi jantung Keyza menjadi gugup dan berdetak dua kali lipat. Tidak...!! aku istri Morgan. Bukan lagi kekasih Marcell. Sadar Keyza!! Jangan terperangkap dalam genangan masa lalu itu. sadar!!!! Dan entah harus merasa kecewa atau lega. Karena sekarang Marcell malah duduk di sofa sebrang sana. Sangat jauh dari Keyzza dan Mika. Tapi tatapan Marcell lain dari biasanya. Keyza takut. Bukan karena ketakutan degan sikap Marcell. Tapi takut kalau.... “Marcell...?!” tanya Morgan dengan alis berkerut karena mendap
Baik Marcell ataupun Keyza, sedang sama sama mengingat kenangan masa lalu itu. keyza yang terang terangan mengejar Marcell, dan Marcell yang terang terangan tak menggubris Keyza, juga Morgan yang diam diam menyukai Keyza. Entah rasa cinta karena simpati, atau memang karena jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi satu hal yang membuat Morgan tak suka adalah. Marcell yang memperlakukan Keyza dengan sangat tidak berperasaan. Tak bisa menghargai perasaan wanita selembut Keyza. Keesokan harinya, setelah insiden mengantarkan kue itu. Morgan mendapati kalau kotak kue itu teronggok di tempat sampah. Tentu bukan Morgan yang membuangnya. Marcell sendiri lah yang membuangnya tanpa menyentuh isi di dalamnya. Selalu saja seperti itu hingga bertahun tahun... Keyza dengan kesabarannya menghadapi tingkah
Brian terdiam. Ada hal yang aneh yang terlihat dari ekspresi Mika yang hanya diam dan tak bergeming, malahan memanggil nama Kakaknya ketimbang menanyakan hal yang seharusnya menggaljal di hatinya. “Kak Morgan....” panggil Mika lagi saat Morgan sudah berjalan lumayang dekat dengannya, hanya berjarak beberapa langkah. Ada sedikit genangan air mata di pelupuk Morgan. Entah untuk apa? Apa karena ia sudah tersadar? Tentu.... Mika tak tau. “Kamu baik baik saja kan?” tanya Morgan dengan hati hati, Mika sedikit meringis, kembali rulang rusuknya baru saja di buka untuk membuat organ bernama jantung di dalam tubuhnya berdetak. Rasanya... saat terbangun dan mendapati kalau Brian yang sedang memeriksanya, alih alih Raka. Mika mulai tersadar... kalau pen
Wajah Raka nampak terlihat kebingungan, di tengah tengah keputus asaanya karena Mika sudah tak ada di ruangannya. Sekarang, Mika malah mengatkaan selamat atas pertunangan sialannya dengan Pevita seperti sedang mengucapkan perpiasahan. “Mikaila Abraham....” geram Raka dengan sangat marah dan membanting pintu ruangan Mika, Mika bisa mendengarnya dengan sangat keras kalau Raka sedang marah besar. Tentu saja. Kalau saja Mika melihat kondisi Raka saat ini. Dari pada mengucapkan selamat atas pertuangnannya dengan Pevita, lebih baik memeluk Raka dan menanyakan kondisinya. Yah... kondisi Raka benar benar kacau. Babak belur?? Sudah pasti. Berantakan!? Sangat...!!! Apa lagi?? “Raka....” Mika memanggil nama itu dengan sangat nelangsa. Ia pernah membayangkan mati, Mika sering se
Seluruh kamar terlihat berantakan, bahkan lantai yang di penuhi dengan pecahan vas adalah pemandangan yang paling menyita perhatian. Di tengah keremang – remangan kamarnya, Pevita mencengkeram buku jemarinya. Ia marah, kesal, tapi juga sedih secara bersamaan. Raka pergi meninggalkannya, di pertunangan mereka. Bahkan setelah babak belur pun, Raka tetap nekat untuk pergi. Pevita mendengar pintu di ketuk. Lebih tepatnya di gedor. Itu pastilah ayah atau ibunya yang khawatir terhadap kondisi puterinya. “Pevita... sayang.... “ rayu suara yang lemah lembut itu, “Kamu bisa keluar sebentar? Mommy sangat khawatir,” bujuk wanita bersanggul rapi yang memasang tampang khawatir.
Sementara di sisi lain, Ibu tiri Mika baru saja selesai mengeluarkan amarahnya. Hampir semua barang pecah belah di ruangan itu. Suara gaduh barang – barang yang di banting terdengar sampai ke beberapa ruangan. Namun para pelayan tidak ada yang berani untuk mendekati majikannya itu, bahkan setelah amarahnya reda. Mereka tidak berani untuk mendekat, sebelum mereka mendapatkan perintah langsung. “Mama..... “ Marcell berlari cepat menghampiri ibunya yang terengah setelah membanting puluhan vas. Marcell melihat darah segar mengalih dari telapak tangan ibunya, tapi ibunya tidak memperhatikan luka di tanganya, Marcell yang panik langsung mempercepat langkahnya dan saat ia hendak mera