Share

4

Penulis: Elios
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-03 15:41:05

Malam hari, di rumah sakit sendirian di lantai teratas karena ruangan VIP pastinya punya prioritas tersendiri. Ruangan VIP memiliki lantai tersendiri untuk setiap kegiatan pemeriksaan. Satu lantai sudah sepaket dengan ruangan operasi dan lab yang hanya di pakai khusus untuk pemeriksaan pasien VIP. Jadi tak perlu menunggu lama hanya untuk hasil labolatorium. Semuanya sepadan dengan harga tentunya.

                Tapi harga yang di bayar Mika rasanya sangat tinggi jatuhnya, ia berkali kali menelfon kakanya dan orang tuanya. Jawaban mereka hampir sama semua. Sedang tenggelam dalam kesibukan masing masing. Ada yang masih bekerja, ada yang masih di urusan bisnins dan bahkan belum menginjakan kaki di ibu kota.

                “Mika sekarat loh...” desah Mika sambil menaruh ponselnya di sampingnya. Dengan wajah yang tak mandi sedikitpun. Mika sudah di bantu membersihkan diri khusunya luka di dadanya dan juga  makan dengan teratur oleh perawat perawat di rumah sakit.

                Tapi yang Mika butuhkan lebih dari itu. ia butuh orang untuk di ajak berbicara denganya. Di sampingnya, menanyakan keadaanya. Bukan karena kewajiban memeriksa. Ia butuh seseorang untuk menanyakan kesehatannya, kondisinya, karena memang benar benar peduli padanya. Tapi mereka tak ada.

                Mika mencoba beranjak dari ranjangnya. Rasanya ia ingin menghirup nafas dengan sangat panjang di udara malam ini. Ia sudah pengap menghirup udara ber-AC yang justru sering ia hirup freonnya. Tak sesegar udara dari alam langsung.

                Mika kewalahan saat ia tersangkut dengan infus yang melingkar dan menusuk tangan kirinya. Rasanya sangat sakit saat cairan itu di paksakan masuk ke dalam pembuluh darahyan. Lebih sakit lagi saat jarumnya bergerak di dalam sana.

                “Arghh....!” Mika mengerang kesakitan saat ia mencoba untuk bangkit. Tapi akhirnya tak jadi. Ia tak jadi keluar dari ruangan ini karena rasa sakit untuk bangkit menghalanginya.

                “Kalau kamu mau mati, sia sia kamu ke rumah sakit. Jangan mati di rumah sakit.” suara yang terdengar lebih ke ancaman itu membuat Mika melengos. Ke arah pintu yang sekarang terbuka dan terdapat tubuh Raka di sana. Dengan stelan jas yang sama seperti pagi tadi saat kali ketiga mereka bertemu.

                Raka mendekati Mika dengan langkah panjangnya. Hanya butuh berapa langkah dan mereka bertemu. Raka berdiri di samping Mika dengan tangan yang memegang sebuha laporan yang tak bisa Mika ketahui isinya. Tapi lebih karena hanya Raka yang bisa membaca dan mengerti maksudnya.

                “Besok kita lakukan pemeriksaan menyeluruh ke katup jantung kamu,” ucap Raka dengan sangat dingin. Ia melihat ke arah infus Mika dan seperti hendak menancapkan jarumnya dalam dalam agar tidak bisa di lepaskan oleh gadis itu.

                Mika mendapati kalau mata Raka sedang menatap ke arah tanganya yang memerah karena usahanya untuk melepaskan diri itu.

                “Dokter tau? Kalau bertemu lebih dari tiga kali konon katanya itu takdir?” tanya Mika mengalihkan pembicaraan. Raka hanya tersenyum tengil meremehkan takdir apa yang sedang di katakan Mika ini.

                Mata Mika mengobsevasi kemeja dan juga jas yang Raka kenakan. Terdapat nama yang sedang Mika cari cari. Raka Adiwiswara. Mika akhirnya menemukan nama itu.

                “Dokter Raka percaya takdir?” tanya Mika dengan nada suara yang berubah. Membuat Raka yang sedang sibuk mengatur infus terperanjat. Ia tak tau kalau Mika mengetahui namanya. Berkenalan jgua tidak. Tapi secepat kilat Raka  mengkondisikan wajahnya itu. tapi terlambat, Mika sudah melihat wajah kaget Raka yang menurutnya terlihat lucu.

                “Saya tidak percaya takdir...” ucap Raka dengan dingin, membuat Mika jadi ragu untuk melanjutkan tawa mengejeknya. Raka melanjutkan pekerjaanya. Terdengar kata bullshit yang keluar dari mulut Raka.

                Raka memutuskan untuk tidak terinterupsi oleh Mika bagaimanapun caranya. Ia kembali ke mode profesionalitas yang sering ia gunakan saat berada di rumah sakit.

                “Besok infusnya akan habis, besok juga kamu bisa bebas tanpa infus.” Ucap Raka dengan masih melihat infus yang masih tersisa setengahnya. Ia kira, akan habis malam ini dan esoknya ia atau perawat yang akan melepaskan. Terdengar desahan nafas Mika yang lega.

                Tapi seringai Raka membuat Mika ngeri.

                “Besok kita lakukan endoskopi. Lebih menyakitkan dari pada pasang infus.” Tutur Raka dengan nada memberitahu, sekaligus memperingati, tapi juga mengancam. Mika sampai berpikir sejenak kalau Raka itu keturunan iblis karena banyak dokter akan menenangkan. Tapi Raka malah bukannya menenangkan dengan mengatakan semuanya akan baik baik saja, dia malah menuju langsung ke poin utamanya. Seperti mengatakan, rasanya akan sama seperti di tusuk belati. Seperti keluar dari neraka dan masuk ke neraka baru.

                Raka selesai melakukan pemantauan alias pemeriksaan rutinnya. Ia tak punya waktu tersisa untuk hari ini, kalau tak mau minum air kran lagi. Ia harus cepat pulang bergerak menyusuri lorong lorong swalayan dan membeli makanan untuknya. Karena makan siang di kantin rumah sakit nyatanya tak membuat perutnya yang sudah berlari selama berjam jam sepanjang lima kilo meter itu puas.

                Raka hendak berbalik badan saat melihat Mika sedang menatap kosong ke sekeliling ruangan dengan wajah pias. Pucat kenapa? Semuanya baik baik saja saat Raka memeriksanya. Namun tanpa sadar, Raka merasakan hal yang menjadikan ia mirip dengan pasiennya itu. Kesepian dan kesendirian. Tak ada yang namanya komunikasi selain saat Mika di periksa.

                Tapi Mika tak mengindahkan kehadiran Raka lagi. Ia sibuk melamun sampai tak tau kalau dokternya sudah pergi begitu saja.  Dan Mika kembali sendirian. Komunikasi dengan sesama manusia yang sering ia lakukan selama di rumah sakit.

^^^

                Raka menyusuri lorong lorong dengan sangat cepat memilah dan memilih segala jenis makanan yang akan ia simpan di kulkas dengan cepat. Banyak sekali botol minuman yang akan ia beli, mulai dari soda, air mineral bahkan susu kotak dengan ukuran tak kurang dari satu liter.

                Tangan Raka terangkat untuk mengambil sereal gandum di rak paling tinggi, untung saja ia memiliki tinggi yang lebih dari seratus delapan puluh centimeter. Hampir mendekati seratus sembilan puluh memang. Tapi tak menyentuh itu. ia akan jadi manusia raksaksa kalau begitu.

                Raka mengamati super market yang sangat ramai sekarang ini, ia bahkan jadi todongan orang orang. Laki laki lajang yang sedang berbelanja sendirian. Raka makin mempercepat langkahnya dan menuju ke kasir untuk membayar belanjaanya.

                Si kasir yang melihat trolli belanjaan Raka makin heran bercampur senyuma geli.

                “Belanja bulanan Pak....” sapa perempuan itu sambil menarik belanjaan Raka dan menaruhnya di mesin scanner barcode. Raka hanya tersenyum simpul dengan sangat kaku. Sekarang ia tau kenapa ia jadi pusat perhatian orang orang. Karena sudah mirip dengan ibu ibu.

                “Dokter Raka mau saya bantu bawa ke apartemen?”

                Tiba tiba suara itu membuat Raka menoleh, ada Pevita yang sedang melayangkan senyuman manis padanya. Tapi tak mempan pada Raka yang notabennya pria super dingin, dan kadang berlidah tajam.

                Sang kasir terkeke tertahan saat melihat Pevita tak di gubris oleh Raka. Tapi Pevita malah melirik sebal ke arah si kasir yang tak bisa menahan tawanya itu. membuat Pevita jadi geram.

                “Raka, kamu engga ada shift malam kan besok?” tanya Pevita masih dengan usaha untuk mendekati hati Raka. Tapi laki laki itu diam tak bergeming, ia malah lebih memilih fokus mendengarkan bunyi bippp tiap belanjaanya selesai di scann.

                “Aku mau minta bantuan kamu, buat temenenin aku-“

                “Besok saya ada kerjaan, lembur dan ada endoskopi pasien VIP.”jawaban Raka langsung memutus segala peluang Pevita untuk berduaan dengan Raka. Ia mencebik sebal karena melihat kasir di depannya tak menahan tawanya. Tak memperhatikan kalau Pevita sudah bersemu sangat malu dan ingin pergi begitu saja.

                Tiba tiba Raka berbalik dan mentap Pevita, memberikan harapan kalau laki laki itu akan berubah pikiran. Sesaat, Pevita seperti berada di atas awan.

                “Tapi kalau kamu butuh bantuan segera...” ucap Raka masih dengan suara barton yang sangat maskulin beraroma mint itu.

                Kamu yang akan bantu kan! Pevita sangat berharap di dalam hati.

                “Kamu bisa minta bantuan Dokter Brian, karena dia cuman shift pagi besok.” Sela Raka dengan menerima kartu kreditnya dan bergegas mengambil barang belanjaanya dan meninggalkan Pevita yang seutuhnya sudah tidak punya wajah lagi di depan dua kasir di depannya. Pevita yakin! Ia takan memasukan kakinya lagi ke dalam supermarket ini. Dan Raka melenggan pergi tanpa melihat wajah merah padam Pevita.

^^^

                Mika menekukan badannya, mencoba mencari kehangatan walaupun ia sudah mematikan AC sebelum tertidur, tapi rasanya bermalam di rumah sakit untuk sehari saja takan ada yang merasakan nyaman, sama seperti Mika.

                Ia merasa harus berjalan ke kamar mandi dengan tertatih. Mika tiba tiba teringat dengan kata kata Raka padanya.

                “Dokter Sialan!” umpat Mika, ia sekarang tau kenapa ia tak bisa tidur dengan tenang. Karena ucapan Raka barusan sebelum laki laki itu pergi. Rasa sakitnya melebihi dari di infus. Mika mencoba tersenyum dengan tegar. Kali ini, ia harus menghadapinya. Lagi lagi sendiri.

                “Tenang Mika! Semuanya akan mudah,” sela Mika sambil menyemangati dirinya sendiri di depan cermin kamar mandi, dengan tiang penyangga infus yang ia bawa kemana mana. Membuat pergerakan Mika jadi terhalang.

                “Argh!!” Mika berteriak dengan bibir yang terasa bergetar, ia nekat melepaskan infus itu sendirian karena merasa terganggu dengan selang selang itu. Nyatanya ia tak berpengalaman untuk melepaskan jarum infus dari tubuhnya. Mika menyesali kebodohannya yang terulang sampai dua kali ini. Ia takan melaukan ini.

                Tapi ini semakin membuat Mika jadi sangsi, sesakit apa nantinya kalau ia melakukan endoskopi? Memasukan kamera kecil atau apalah itu yang bernama endoskop ke dalam tubuhnya? Rasanya sudah tak bisa di prediksi. Sakitnya bukan main pasti. Dan semua pikiran buruk ini gara gara Raka Dokter itu yang menjadi penyebabnya. Dia yang patut di salahkan!!!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MY Doctor - Bahasa Indonesia   60

    Mikaila Abraham. Tubuhnya mungil dan ringkih. Bibirnya tipis dan lengkungan bibirnya seperti bentuk hati. Indah, namun lebih sering terlihat pucat. Jemarinya lentik, kulitnya tipis seperti kulit bayi. Memerah jika mengenakan pakaian dengan kain yang kasar. Mika sangat suka buah dan benci rasa pahit. Sayangnya, ia harus terbiasa menelan pil pahit. Mika terduduk di tepi pantai dengan pasir putih yang menempel di telapak kakinya, tanganya memainkan pasir basah, mengeruknya sedikit demi sedikit dan melemparnya sampai tersapu oleh ombak kembali.Raka duduk di samping Mika, mengamati Mika yang asik bermain pasir."Indah bukan?" Tanya Mika tanpa memalingkan pandangan dari pantai."Apanya?" Tanya Raka. "Pantainya, pasirnya putih dan bersih...." Ucap Mika sembari mengangkat pasir di genggaman tangannya, kemudian melemparnya ke depan."Lautnya biru kehijauan, membentang luas seperti tak memiliki pembatas..." Lanjut Mika. "Aku tidak peduli, entah laut itu biru, hijau bahkan merah atau hitam s

  • MY Doctor - Bahasa Indonesia   59

    "Bagaimana dengan kamu, sayang?" Tanya Raka pada Mika.Tidak mungkin kan Mika mengatakan kalau ia memikirkan ide yang sama sampai ia tersedak barusan?"Apa?" Kini Mika sedikit syok karena keberanian Kama memanggilnya dengan panggilan yang mesra. "Bagaiamana dengan kamu sayang, apa kamu senang kalau kita tinggal disini begitu punya anak?" Tanya Raka."Sayang? Hah.. aku?" Ulang Mika menunjuk dirinya sendiri. Raka mengangguk, terulas senyum jahil di bibirnya. Ia sengaja menggoad Mika di depan ayahnya. "Iya, bagaimana dengan kamu sayang. Kamu tidak keberatan?""Ahahah...." Mika tertawa canggung, "Tentu saja tidak sayang.... " Jawab Mika sembari menepuk bahu Raka dengan sekuat tenaga.Raka tersenyum kecil, ia tau kalai Mika sedang menahan diri agar tidak makin salah tingkah. "Baguslah kalau kamu tidak keberatan disini Mika..." Ucap Ayah Raka.Mika mengambil cangkir tehnya, menyeruputnya dengan hati - hati agar tidak tersedak lagi seperti sebelumnya."Ayahmu bilang, kamu bisa main piano

  • MY Doctor - Bahasa Indonesia   58

    Setelah lima jam perjalanan, Raka akhirnya sampai ke tempat tujuannya. Mika kira, Raka akan membawanya ke sebuah hotel atau resort dekat dengan laut. Tapi Mika salah. Mobil Raka memasuki halaman sebuah rumah yang terlihat asri. Seorang satpam dengan sangat sigap langsung membukakan pintu gerbang, seolah sudah mengetahui kedatangan Raka."Kita dimana?" Tanya Mika, tak bosan ia menanyakan pertanyaan yang sama."Dirumahku." Ucap Raka dengan tenang. ***Mobil Raka berhenti di garasi, ia dengan sigap mengeluarkan koper milik Mika. Pantas saja Raka hanya menyuruhnya untuk berkemas, sedangkan Raka sendiri. Mika bahkan tak melihat tas atau koper berisi baju - baju Raka. Bodohnya, Mika malah masih mengira kalau ia akan diajak berlibur di hotel atau resort. "Tolong bawakan koper ini ke kamar," perintah Raka pada seorang art yang mengehampiri mereka berdua. "Baik Mas," jawab art itu dengan cepat mengambil alih koper Mika. Untung saja Mika tak jadi membawa koper 24 inchinya yang super bersar

  • MY Doctor - Bahasa Indonesia   57

    Pagi ini terasa sangat sunyi, Mika menggerakan kakinya, meregangkan tubuh bagian bawah tapi tanganya menarik selimut lebih dalam untuk menutupi wajahnya. Ini tidak seperti biasanya, tepat sebelum pukul tujuh pagi, biasanya Raka akan membangunkanya, mengajak Mika untuk berjalan - jalan di taman. Atau mungkin Raka akan sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Tapi kali ini, bahkan sampai pukul tujuh lewat, Mika masih meringkuk di atas kasur dengan nyaman. Itu dia.... Mika bisa menciumnya, aroma tubuh Raka yang sangat khas. Wangi maskulin yang segar bercampur aroma keringat. Perlahan pria itu mendekat, ia melihat Mika yang bermalasan di atas kasur, kakinya tidak tertutup selimut, tapi tubuh bagian atasnya tertutup rapat oleh selimut. Raka menarik senyum tipis, Mika pasti sengaja menutup wajahnya agar tidak silau karena sinar matahari sudah menembus gorden. Dengan iseng, Raka malah menyibakan gorden agar sinar matahari menerobos masuk tanpa penghalang. Raka mendekati Mika, meny

  • MY Doctor - Bahasa Indonesia   56

    Raka menggengam sekaleng minuman soda yang baru saja ia beli dari minimarket, sembari berjalan melipis, Raka memutuskan untuk duduk sementara di kursi yang di sediakan untuk konsumen. Tangan Raka dengan cekatan membuka tutup kaleng dan suara minuman soda yang terbuka terdengar, dengan busa busa yang mencuat dari dalam kaleng.Raka mulai minum, sensasi soda yang sudah tak asing di lidahnya, serta tenggorokannya mampu menghilangkan rasa dahaganya, sedikit demi sedikit.Meski begitu, Raka nampaknya tidak terlalu menikmati minumannya. Dahinya berkerut, nampak tengah berpikir keras. Tentu saja ini berkaitan dengan MIkaila, siapa lagi perempuan yang wara - wiri memenuhi pikiran Raka kalau bukan MIkaila Abraham.Dengan dahi yang masih mengkerut, Raka kembali mengangkat kaleng soda, meminumnya dengan rakus seperti tak ada hari esok lagi.Tepat saat minuman Raka habis, ponsel pria itu berdering pelan. Tanda khusus kalau ia menerima telephone. Kali ini Raka tidak mengabaikan telephone, meski

  • MY Doctor - Bahasa Indonesia   55

    Akibat MIka yang kehilangan kesadaran beberapa waktu yang lalu, proses perawatan Mika jadi sedikit tertunda. Akibatnya, jadwal operasi selanjutnya di pukul mundur oleh Raka. Kondisi yang menurun secara tiba - tiba meski selalu di dalam pantauan, membuat Raka khawatir. Kawatir akan ada sesuatu yang terjadi di luar kendalinya.Oleh sebab itu, Raka memutuskan untuk menunda operasi dan hanya melakukan perawatan dan pemeriksaan rutin. Saja. Ssetelah menilik lagi ke belakang, Raka tau alasan Mika akhirnya ta ksadarkan diri secara tiba - tiba. Mika sudah melewati banyak hal berat, bahkan akhir - akhir ini, Mika sudah melalui banyak hal dengan susah payah. Ia butuh istirahat, istirahat dari semua hal yang membuatnya stress.“Kamu senang hari ini?” tanya Raka.Ia tengah duduk di kursi taman, dengan Mika yang ada di sebelahnya. Rambut gadis itu terurai dengan bebas. Seeskali hembusan angin memainkan anak rambut MIka yang mulai memanjang. Tapi gadis itu tidak peduli, ia tengah sibuk menebar biji

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status