" Maaf, pak. Saya tidak mengenal bapak. Saya tidak mau pergi bersama dengan orang yang tidak dikenal." jawab Anya dengan tegas.
" Tapi, Nona...." belum sempat Abdi menyelesaikan kalimatnya Anya langsung kembali memotongnya. " Maaf ya, pak." katanya sambil berusaha untuk menutup pintu dan mengusir abdi secara halus.
Abdi tahu bahwa ia tidak bisa memaksa Anya untuk ikut dengannya. Bagaimana pun juga, wajar saja jika seorang wanita bersikap waspada. Tidak seharusnya ia mengikuti pria tidak dikenal secara sembarangan.
Namun Abdi juga tidak bisa pulang dengan tangan kosong. Ia segera menghentikan Anya sebelum pintu rumah tersebut ditutup, " Nona, tuan Arsyad meninggalkan kartu namanya untuk anda. Anda bisa menghubungi jika anda berubah pikiran." katanya sambil menyerahkan selembar kartu nama pada Anya.
Anya merasa lega karena pria paruh baya di hadapannya ini tidak memaksanya untuk ikut bersama dengannya. Ia menerima kartu nama yang diberikan oleh Abdi tanpa mengatakan apa pun.
Setelah kartu nama yang ia berikan di terima oleh Anya, Abdi sedikit menganggukkan kepalanya sebagai gestur untuk berpamitan dan meninggalkan Anya seorang diri.
Anya menatap kartu nama di tangannya dengan linglung di depan rumahnya. Hari ini, banyak hal aneh yang terjadi.
Kartu nama di tangannya berwarna hitam legam, di hiasi dengan tulisan - tulisan berwarna emas yang membuatnya tampak sangat elegan.
Arsyad Atmajaya, CEO Atmajaya Group.
Apa yang sebenarnya pria itu inginkan darinya?
Anya menyimpan kartu nama hitam itu di tasnya dengan asal - asalan. Berusaha untuk tidak memikirkan bahwa Arsyad sedang mencarinya. Ia tidak punya waktu untuk memikirkan pria itu.
Sudah tiga tahun empat bulan ibunya koma dan di rawat di rumah sakit. Selama tiga tahun itu, Anya berjuang seorang diri. Berjuang untuk menyelesaikan kuliahnya dan juga berjuang untuk mencari uang demi biaya rumah sakit ibunya. Dia mencari dengan menjual parfumt di toko - toko atau kaki lima.tetapi waktu itu Anya ingin mempunyai pekerjaan yang gajihnya lumayan, baru saja dua hari bekerja sudah di pecat.
Ibunya dulu adalah seorang parfumeur, seorang pencipta parfum yang terkenal. Sejak kecil, Anya sering mendengar cerita mengenai pekerjaan ibunya. Dengan parfum ciptaannya, ibunya bisa membuat para wanita menjadi jauh lebih percaya diri.
Cerita - cerita ibunya itu lama - kelamaan menjadi bagian dari mimpinya, membawanya mengambil jurusan ahli kimia semasa kuliahnya. Ia berharap, suatu hari nanti bisa menjadi seorang parfumeur profesional seperti ibunya.
Karena pekerjaannya itu, ibunya memiliki sebuah lahan kecil yang ia gunakan untuk bercocok tanam. Setiap akhir minggu, ibunya sering mengajak Anya untuk menanam berbagai macam bunga dan memberitahunya berbagai macam pengetahuan mengenai dunia parfum.
Dengan mengandalkan pengetahuan itu dan ketajaman penciumannya. Anya menggunakan kemampuannya untuk mencari uang. Ia membuat parfum dan aromaterapi untuk di jual di toko - toko kecil.
Hanya itu yang bisa ia lakukan, untuk bertahan hidup. Sayangnya itu saja tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya yang luar biasa besar.
Ia terus memikirkan biaya rumah sakit ibunya. Satu - satunya yang Anya dan ibunya miliki saat ini adalah taman bunganya. Apakah ia harus menjual taman itu?
Tetapi jika tanah itu juga di jual, Anya akan kehilangan satu - satunya pekerjaan untuk menyambung nyawanya. Ditambah lagi kepemilikan tanah itu atas nama ibunya. Hanya ibunya sendiri yang bisa menjual tanah itu.
Anya juga sempat meminta tolong pada ayahnya, tetapi ayahnya menolak dengan alasan keluarganya sendiri saat ini juga mengalami masa sulit. Namun saat Anya pergi ke rumah ayahnya, Anya masih melihat mobil - mobil mewah masih berjejeran. Mona masih menggunakan pakaian yang mewah dan ponselnya pun model keluaran terbaru.
Apakah ia harus mencoba untuk meminta bantuan ayahnya lagi?
Tetapi Anya sadar bahwa sebenarnya ayahnya hanya beralasan. Ayahnya tidak mau membantu ibunya karena mereka telah berpisah. Meskipun mereka pernah bersama, ayahnya merasa bahwa saat ini mereka telah menjalani kehidupan mereka masing - masing sehingga ayahnya tidak mau dibebani dengan masalah orang lain. Bahkan mengeluarkan uang untuk membiayai kuliah Anya pun ayahnya tidak bersedia.
Tiba - tiba saja, Anya teringat kartu nama hitam bertulisan emas yang ia terima dari Abdi. Kartu nama itu masih tersimpan di dalam tasnya. Ia mengeluarkan kartu nama tersebut dan menatapnya seolah seluruh harapannya tergantung pada selembar kertas kecil berwarna hitam itu.
Arsyad Atmajaya, CEO Atmajaya Group.
Apakah ia harus menemui pria ini? Anya tidak tahu apa yang sebenarnya Arsyad inginkan darinya dan apa tujuan pria itu ingin bertemu dengannya.
Tetapi Anya tahu bahwa keluarga Atmajaya adalah salah satu keluarga yang berkuasa di kota ini. Mungkin ia bisa meminta bantuan dan meminjam uang dari Arsyad, atau mungkin hanya bisa memohon agar Arsyad mau memberikan pekerjaan untuknya. Bahkan menjadi pelayannya pun Anya rela asalkan ia bisa membayar biaya rumah sakit ibunya. Bila biaya rumah sakit itu tidak di bayar ibunya tidak akan mendapatkan perawatan intensif dan itu akan membuat ibu semakin parah.
Memang kedengarannya tidak masuk akal, meminta bantuan pada orang yang tidak ia kenal. Apalagi, Anya baru pertama kali bertemu dengan Arsyad. Tetapi ia tidak punya pilihan lain. Ia benar - benar sudah putus asa.
Apakah aku harus meminta bantuan padanya?
Abdi sudah bersiap di depan mobil untuk menyambut kedatangan Anya. Saat sosok majikannya terlihat, pria paru baya itu langsung membukakan pintu untuknya." Nyonya saya di perintahkan tuan untuk mengantar anda" kata abdi." Terima kasih, pak. Panggil saya Anya saja," kata Anya sambil memasuki mobil dan berpamitan pada Hana. Abdi bisa mendengar apa yang telah di katakan oleh Anya, tetapi ia tidak terbiasa bersikap tidak formal pada majikannya sehingga ia hanya tersenyum dan tidak mengatakan apapun.Sebelum menemui ayahnya, Anya memutuskan untuk mengunjungi ibunya di rumah sakit terlebih dahulu. Ia ingin melihat kondisi ibunya dan ingin mencari tahu apakah seluruh administrasi rumah sakit ibunya benar - benar sudah dilunasi oleh Arsyad.Kakinya melangkah menuju ruang ICU, ruang yang sangat di kenalnya. Ia melihat ibunya masih terbaring koma. Anya hanya bisa memandangnya dari balik jendela kaca transparan. Matanya memerah saat menatap mata ibuny
"Hallo..." jawab Anya saaat mengangkat telepon itu. "Anya, apakah kita bisa bertemu? Ada hal yang ingin ayah bicarakan," kata Deny. Bahkan pria itu tidak menanyakan bagaimana kabar Anya setelah sekian lama mereka tidak bertemu dan mengobrol. "Ada apa?" tanya Anya. ia merasa aneh tiba - tiba saja ayahnya ingin bertemu dengannnya. Namun, dari bicara pria itu, Anya tahu bahwa ayahnya mencarinya bukan karena rindu dan ingin bertemu. " Ayah akan menunggumu di cafe, akan ayah kirimkan lokasinya padamu." kata Deny dan kemudian ia langsung menutup teleponnya. Bahkan pria itu tidak memberikan kesempatan bagi Anya untuk menjawabnya, Anya belum sempat berkata apapun. Ia tidak sempat menjawab, apalagi mengatakan ia bersedia atau tidak menemui pria itu. Setelah panggilan itu terputus, Anya menghela napas dengan kecewa. Seharusnya ia tidak sekecewa ini. Seharusnya ia sudah tahu bahwa ayahnya itu tidak mencarinya karena rindu padan
Anya menghabiskan cukup banyak waktu di kamar mandi. Berusaha menghindar dari Arsyad. Ia mengenakkan salah satu baju terusannya yang masih cukup bagus dan memoles wajahnya dengan sedikit make up. Setidaknya, ia harus tampil lebih rapi karena sekarang ia telah menjadi seorang istri.Setelah selesai bersiap, ia segera menuju ke ruang makan, menemukan Arsyad sudah duduk di meja tersebut dengan pakaian yang rapi meskipun Anya telah menguasai kamar mandi utama selama sekitar satu jam hari ini. Sepertinya, pria itu menggunakan kamar mandi lain. Namun, alih - alih terlihat kesal, senyum tipis terlihat di wajah pria itu saat ia berbicang - bincang dengan Haris dan Hana. Sepertinya suasana hati pria itu sedang baik hari ini.Dari kejauhan, Anya mengamati Arsyad. Pria itu memakai pakaian gelap seperti biasa. Kemejanya berwarna abu-abu gelap, sementara sebuah jas hitam tersampir dengan rapi di belakang kursinya. Rambutnya sudah di tata dengan rapi dan kacamata hitam
Ciuman mereka menjadi semakin bergairah. Bibir mereka tak terpisahkan, pada saat Arsyad menuntun tubuh Anya menuju ke tempat tidur sekali pun. Ia meletakkan tubuh Anya di atas tempat tidur dengan sangat lembut, seolah wanita itu adalah permata yang mudah retak.Tubuhnya berada di atas tubuh Anya, menguncinya dan tidak memberikan ruang untuk bergerak.Anya mulai merasakan bimbang. Ia sedang mencium pria yang tidak ia cintai! Apakah ia melakukan hal yang benar?Tidak seharusnya ia melakukan hal seperti ini dengan pria yang tidak dicintainya. Tetap mereka adalah suami istri. Apakah ia harus menolak? Atau ia harus menyerahkan dirinya begitu saja?Tetapi ciuman - ciuman lembut Arsyad juga membuatnya terhanyut dalam rasa yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, seolah mereka adalah sepasang kekasih yang saling mencintai.Arsyad tidak sempat memikirkan kegelisahan Anya, ia terlalu tenggelam dalam gairahnya sendiri sehingga ia terus mencumbu
Setelah berkeliling, Hana kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Anya memutuskan untuk menghabiskan waktu dan berjalan - jalan di taman bunga iris, di depan rumah barunya.Tadi ia hanya bisa melihat taman bunga itu sekilas dari mobil, ternyata aslinya jauh lebih indah dari pada yang ia bayangkan. Taman bunga itu begitu besar dan di bagian tengahnya terdapat sebuah rumah kaca. Ketika ia memasuki rumah kaca tersebut, ia tidak bisa mempercayai matanya sendiri. Rumah kaca itu jauh lebih indah dibandingkan taman bunga iris di depannya.Berbagai macam jenis bunga dengan warna yang beragam tumbuh di sana. Sebuah kursi ayun putih yang di lilit dengan tanaman salur membuat tempat itu seperti berasal dari negeri dongeng. Tempat ini adalah tempat favoritnya di rumah, tempat persembunyiannya.Saat ia sedang mengelilingi rumah kaca tersebut dan memperhatikan setiap tanaman yang ada di dalamnya, salah seorang pelayan yang masih cukup muda mendekati
Setelah setengah jam perjalanan, mobil mereka mulai memasuki sebuah kawasan perumahan elite. Namun, mereka tidak berhenti di salah satu rumah di kawasan tersebut. Mobil mereka terus berjalan, memasuki bagian dalam perumahan menuju ke daerah yang cukup terpencil. Mobil mereka terus berjalan sampai tiba di sebuah gerbang besar yang sangat indah. Gerbang itu tidak dijaga dengan ketat, hanya ada sebuah CCTV di salah satu sisinya.Pintu gerbang itu tiba - tiba saja terbuka secara otomatis setelah mobil Arsyad berhenti dihadapannya, membiarkan mobil mewah itu berjalan masuk.Mereka masih harus melewati sebuah jalan yang panjang selama 15 menit, sehingga sebuah rumah yang luar biasa besar dan mewah terpampang dihadapannya. Tatapannya tampak menerawang seolah ia berada di tengah - tengah surga yang di penuhi dengan bunga - bunga.Arsyad yang sebelumnya memejamkan matanya langsung terbangun. Ia menatap wanita yang disampingnya dengan lembut.Anya seo