Share

6. Hai, Airyn!

"Pa, kenapa malah mintain Pak Arion uang?" Airyn memejam jengah dengan sikap Guntur, tidak habis pikir jika berdebatan mereka malah berujung pemerasan.

Guntur berhasil memeras Arion sebesar dua juta akibat perlakuan tidak baik dan pukulan yang diterimanya. Jika tidak, Guntur mengancam akan membawa masalah ini ke pihak berwajib.

"Sudah sepantasnya dia ganti rugi. Kamu pikir hidung dan bibir Papa nggak berdarah akibat pukul satpamnya yang gendut itu?" Guntur balas mengomeli Airyn yang sejak tadi juga lumayan menyulut emosi di hadapan Arion. Anaknya itu terlalu lemah, padahal Guntur memang sengaja memanfaatkan keadaan.

Kapan lagi memeras orang kaya secara cuma-cuma?

Uangnya bisa Guntur pakai untuk membeli minuman dan modal berjudi nanti malam.

Sementra Airyn, dia hanya tidak ingin papanya semakin dipandang sebelah mata oleh orang lain. Namun, sikap Guntur sendirilah yang membuat dirinya tercela.

"Apa kata Pak Arion nanti, Pa? Aku nggak enak." Terlebih dia akan bersama Arion selama dua bulan mendatang, selama periode magang yang Airyn ambil.

Magang berlangsung awal bulan, setelah Airyn menyelesaikan ujian akhir semester.

"Ngapain dibuat ribet sih, Ai, mereka orang kaya. Dua juta bagi mereka nggak ada apa-apanya. Nggak usah dipikirin."

Belum apa-apa, Airyn sudah membuat dua kali kesalahan. Dia kaget bukan main saat mengetahui Arion Harrison adalah orang yang sama dengan pria yang Airyn peluk sewaktu di kampus kemarin.

Tanpa sepengetahuan Guntur, Airyn menyelipkan sepenggal kertas di tangan Arion sebelum pergi. Airyn janji akan menyicil uang yang dua juta tadi, anggap saja sebagai hutang. Entah bagaimana reaksi Arion setelah mereka pergi, bisa saja pria itu risih sekaligus murka pada dia dan papanya.

"Kamu mau beli makanan apa? Kita beli sekarang, mumpung masih di jalan."

"Enggak usah, Pa, langsung pulang aja."

"Nanti malam doakan Papa menang judi. Kamu jadi mau beli laptop, 'kan?"

"Iya, Pa."

"Besok kita beli, tapi yang bekas saja. Uang Papa nggak cukup kalau beli baru, mending sisa uangnya buat beli printer."

"Makasih, Pa." Dia menyandarkan kepala pada punggung Guntur, menangis dalam diam.

Di saat yang sama, ternyata Guntur memiliki niat baik untuk memenuhi kebutuhan Airyn. Seperti yang pernah Guntur bilang dulu, "Apa pun akan papa usahakan buat Airyn."

***

Kertas dari Airyn tadi masih Arion simpan, dia tersenyum tipis membacanya untuk kesekian kali. Bisa-bisanya gadis itu kepikiran untuk menyicil, padahal Arion tidak mempermasalahkannya sama sekali.

Lucu.

Satu kata yang Arion sematkan untuk Airyn. Gadis itu benar-benar berbeda.

"Arion, kamu kenapa tiba-tiba pergi tinggalin Fevita? Kesian banget anak gadis orang, dia jadi pulang sendirian." Nyonya Harrison langsung mendatangi Arion ke kamar ketika mengetahui sang putra sudah kembali. "Apa yang terjadi di kantor? Kata Ayah ada keributan di lobi."

"Satu-satu tanyanya, Bun. Tadi ada sedikit kesalahpahaman di lobi. Udah selesai kok, bukan masalah serius."

"Fevita mungkin sedikit merajuk sama kamu. Anak itu baik banget, Arion, bahkan dia masih bisa bilang nggak pa-pa setelah kamu tinggalin. Bunda nggak enak sama orang tuanya."

"Mendadak, Bun."

Nyonya Harrison memicing. "Kertas apa itu? Kenapa disembunyikan?"

Arion memasukkan dalam saku, menggeleng. "Cuman pesan singkat."

"Dari siapa?"

"Seorang gadis."

"A—apa? Kamu serius sudah punya kekasih?"

Arion menghela, memijat pangkal hidungnya. "Bukan kekasih, Bun."

"Lalu? Kamu suka dia?" Arion tidak menjawab, tapi Nyonya Harrison langsung memutuskan dugaannya sepihak. "Siapa perempuan itu? Kerja di mana dia, Arion? Bawa dia ke sini, kenalkan sama Bunda dan Ayah."

"Belum bekerja."

"Kok belum bekerja?"

"Masih muda, Bun."

"Kamu penyuka anak kecil, Arion? Ingat umur, ngapain pacarin gadis belia. Cari yang seperti Fevita, umur kalian nggak beda jauh."

Arion menatap bundanya, geleng-geleng. "Bun, cukup. Dia bukan kekasih aku, baru kenal." Melihat Nyonya Harrison memicing, Arion kembali meluruskan, "Sedikit lucu anaknya. Berbeda dari yang lain. Cukup, Bun?"

"Siapa gadis itu? Kok bisa bikin kamu jatuh hati padahal baru kenal?"

"Bun, aku ada kerjaan yang harus diurus. Bunda sebaiknya istirahat." Arion menarik bundanya menuju pintu, mengakhiri obrolan ini agar tidak semakin berkelanjutan. Nyonya Harrison akan terus mencecar sampai ke akar, Arion bingung menjawabnya. "Sampai ketemu makan malam nanti. Berhenti jodohin aku dengan perempuan di luar sana, aku bisa pilih sendiri." Mengulas senyum, lalu segera menutup pintu.

Arion membawa segelas air dan ponsel ke balkon, menghubungi tangan kanan sekaligus sekretaris pribadi Arion.

"Sudah saya kirimkan profil singkat gadis itu melalui email pribadi. Kamu cari lebih lanjut tentang dia. Saya tunggu, secepatnya."

"Kamu serius tertarik sama anak preman itu, Arion?" Bagas tidak habis pikir, apalagi melihat sikap Guntur yang tidak tahu sopan santun. Kalau Bagas jadi Arion, tidak ingin lagi berurusan dengan mereka. Orang seperti itu jika sekali diberi hati, ke depannya semakin melunjak.

"Dilarang bertanya urusan pribadi."

Bagas tertawa mengejek. "Fevita jauh lebih unggul, Arion. Nurut sama kata Bu Megan saja, kalian setara dalam hal apa pun."

"Kamu suka padanya? Ambil saja."

"Kamu serius menolak Fevita? Sehat atau sedikit demam?"

"Sedang jatuh cinta."

Mau tidak mau, Bagas tergelak. "Wow, seorang Arion Harrison jatuh cinta sama gadis kecil? Kalau media tahu, langsung viral ini."

"Omong kosong. Saya tunggu kabar selanjutnya dari kamu, kalau bisa malam ini sudah rampung datanya. Satu lagi, tolong kirimkan beberapa dokumen yang harus saya selesaikan untuk rapat besok."

"Baik. Saya juga akan mengirimkan jadwal Anda untuk besok dan lusa, Pak Arion. Ada beberapa meeting dan pertemuan dengan pihak agensi." Arion bergumam kecil mengiyakan. "Besok pagi perlu saya jemput ke kediaman orang tua Anda?"

Jika pembicaraan mereka serius, Bagas menghindari candaan agar sekiranya tetap professional meski Arion adalah sahabatnya.

"Tidak usah. Saya mau ke Penthouse sebentar, ada yang mau saya ambil. Kamu bisa tunggu saya di lobi, kita berangkat bersama dari sana."

"Baik, Pak Arion."

***

Sekitar jam sepuluh malam, Airyn bersiap tidur, tiba-tiba Sera datang. "Ai, ayo ikut Mama."

"Ke mana, Ma? Aku mau tidur, nanti dimarahin papa keluyuran malam-malam. Besok ada kelas pagi juga."

Sera buru-buru mencarikan pakaian yang pantas untuk Airyn. "Mama punya mangsa baru, kayaknya anak orang kaya. Dia ajak kamu kenalan."

"Ma, aku nggak mau jadi pelacur."

"Mama pukul juga kamu ya lama-lama. Bebal banget dibilangin orang tua. Ini buat kebaikan kamu, Ai, demi uang." Sera menarik Airyn agar bangkit dari kasur, dipaksa mengenakan dress yang pernah Sera belikan saat Airyn ulang tahun. "Pakai, sebelum Mama yang kasarin kamu."

Airyn terisak pelan sambil mengenakan dress. Dia tidak punya pilihan, karena Sera mengambil hanger untuk memukulnya jika tidak menurut.

"Ayo, pakai sepatu kamu yang agak bagusan."

Keluar dari rumah, Airyn langsung melihat seseorang yang dia kenali sedang menunggunya.

"Hai, Airyn!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status